21. Penyiksaan

6.3K 395 1
                                    

Bam!

Riana menutup pintu taksi dengan kencang. Kirana yang masih ada di dalam langsung meminta maaf ke pengemudi. Untungnya si pengemudi tidak mempermasalahkan kelakuan Riana tersebut.

"Ma, jangan seperti itu ya. Kasihan supir taksinya. Kalau mobilnya rusak bagaimana?" Kirana menasihati.

Namun Riana tidak mendengar, ia malah terus mengedarkan pandangannya dan mendapatkan suaminya—Mario yang sedang berjalan sambil melakukan panggilan telepon.

"Sayang!" Riana langsung menghampiri, membuat Kirana hanya bisa menghela napas.

"Aku akan hubungi lagi," Mario mematikan teleponnya.

"Sayang! Sayang!" Riana merajuk kesal.

"Kirana," Mario menyapa anaknya yang berjalan mendekat.

"Hana sudah benar-benar keterlaluan. Bagaimana bisa dia datang ke rumah sakit dengan seorang pria yang mengaku sebagai walinya? Anak itu sudah melewati batas!" Riana memulai kemarahannya.

"Hana? Pria? Kirana... apa maksudnya?" tanya Mario karena ia hanya di telepon untuk datang ke rumah sakit.

"Kirana tidak bilang? Ini tentang Hana, dia ada di UGD rumah sakit ini!" Riana menjelaskan dengan menggebu-gebu.

"Perawat UGD menghubungiku dan mengatakan ada seorang pria yang mengaku sebagai wali Hana. Dia datang membawa Hana ke UGD. Pria itu mencurigakan sehingga Perawat harus melakukan panggilan untuk konfirmasi!" lanjutnya.

Emosi Mario terpancing mendengarnya. Tidak menyangka bawa anak perempuannya akan makin tidak terkendali seperti ini.

"Tetapi, Yah—" Kirana berbicara, "—bukankan kondisi Hana lebih utama saat ini? Jika dia berada di UGD, dia pasti mengalami hal yang serius."

"Tidak, Kirana. Kamu tidak tahu Adik kamu yang sebenarnya. Dia penuh dengan tipu muslihat! Dia sering berbohong!—"

"—Jika dia masuk UGD sudah pasti karena dia hamil, dan saat dia berusaha menggugurkan kandungannya dia mengalami pendarahan!" Riana semakin marah.

"Mama! Kamu jangan berbicara sembarangan!" Ayah merasa perkataan istrinya mulai tidak terkontrol.

"Sayang, aku mengatakan sesuai fakta," Riana kemudian mengambil sesuatu dalam tasnya.

"Lihat! Ini adalah obat-obatan yang dikonsumsi Hana akhir-akhir ini. Dia tidak pernah keluar dan jarang makan, meskipun begitu dia tidak mengalami penurunan berat badan. Aku tahu sayang, karena aku yang melihatnya setiap hari!" lanjutnya.

Mario melihatnya, ada empat bungkus obat dengan warna putih, merah muda dan kuning. Ia tidak mau mempercayainya, namun di bungkus obat itu dengan jelas tertulis nama Hana. Mario geram, ia langsung naik pitam.

"A-Ayah..." Kirana mencoba mendinginkan suasana.

Tetapi Mario tidak peduli, ia langsung pergi menuju UGD diikuti Mama dan Kirana yang sekarang kekhawatirannya makin bertambah.

Pintu otomatis terbuka, mereka langsung masuk tanpa bertanya.

"HANA...!" teriak Mario.

Dokter Tari yang sedang mengisi laporan medis langsung menghampiri Mario.

"Bapak, mohon untuk tidak berteriak di ruang UGD," ucap Tari.

"HANA! HANA!" Riana ikut berteriak.

"Jika kalian tidak bisa mengikuti peraturan, aku minta kalian untuk keluar sekarang," Tari bersikap tegas.

Kirana menyentuh lengan Tari, "Maaf sekali Dok, tetapi apa ada pasien yang bernama Hana? Aku Kakak Hana, dan mereka adalah kedua orang tua Hana—"

Tetapi omongan itu terhenti manakala Mario dan Riana sudah lebih dulu menemukan Hana yang tertidur di ranjang nomor tujuh. Tari langsung bergegas mendekat.

Old Man is Mine [INDONESIA]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang