32. Dia

6K 351 2
                                    

[Kamar Leon.]

Tok. Tok. Tok.

Ketukan terdengar. Leon mempersilakan orang tersebut untuk masuk.

"Masuk."

Mommy masuk dan langsung menghempaskan dirinya ke atas kasur. Ia duduk seraya memandang anaknya yang sibuk memperhatikan ponsel yang tidak ia kenal.

"Punya siapa?" Mommy bertanya.

"Punya Hana," singkat Leon.

"Loh? Kok sama kamu?"

"Sesungguhnya... Hana hilang, Bu," akhirnya Leon mengatakan apa yang terjadi.

Tetapi Mommy tidak percaya, "Kamu bercanda saja, Dit. Mana mungkin perempuan sepintar Hana menghilang. Kalau dia diculik pun Mommy yakin dia bisa kabur dengan selamat."

Leon bangkit dari kursi dan duduk di lantai, wajahnya menghadap Mommy.

"Mom, Dita serius."

Mommy terdiam. Sudah sekian lama ia mendengar anaknya menyebut dirinya sendiri sebagai Dita, nama panggilan yang tidak ia sukai. Namun, hari ini dia kembali menyebutnya, pertanda bahwa dia memang benar-benar serius.

"Apa yang harus aku lakukan? Hana adalah korban kekerasan dalam keluarga. Dia tidak pernah mengatakan langsung kepadaku, tapi aku tahu dengan sangat jelas apa yang terjadi," ekspresi wajah Leon menjadi sedih.

"Dia tidak pernah menangis atau meminta bantuanku. Ketika aku ingin membantunya, dia sudah pergi. Aku tidak tahu di mana dia atau ke mana dia pergi," jelas Leon.

Mommy menatap mata yang merefleksikan kesedihan, kecemasan, dan kerinduan mendalam tersebut. Ia sangat tahu bahwa kali ini Leon merasa dirinya sangat tidak berguna.

"Dita... Ada banyak alasan Hana tidak mau cerita. Kalau apa yang kamu katakan benar, maka Hana pasti merasa tidak ingin menaruh bebannya pada kamu."

"Mommy tahu, kamu merasa tidak berguna. But, hei! You're doing your best right now. Jadi kenapa kamu harus merasa down? Ini bukan anak Mommy. Dita yang Mommy tahu, tidak akan pernah menyerah."

"Mom, kalau aku minta sesuatu, bisa Mom mengiyakan?" tanya Leon.

Mommy curiga, "Mommy tidak akan mengizinkan ide-ide burukmu, oke?"

Leon tersenyum, "Aku akan pergi menjemput Hana. Bisakah Hana tinggal di sini? Bisakah Mommy melindunginya?"

"Apa maksud kamu, Dita? Mommy sama sekali tidak paham."

"Aku tahu Hana ada di mana, Mom. Aku akan jemput dia. Masalahnya, setelah itu dia akan tinggal di mana? Aku gak mau biarin dia balik lagi ke rumahnya."

"Hana tidak pantas berada di dalam kandang-kandang itu, Mom. Dia berhak bebas. Aku mau Mommy mengizinkan dia tinggal di sini, dan beri dia perlindungan. Bisakah Mommy mengiyakannya?"

Mommy mengulurkan tangan, membelai rambut kepala putra satu-satunya.

"Kamu suka Hana?"

"Aku cinta Hana."

"Kenapa masih ragu? Ambil dia sebelum semuanya terlambat."

"Gak semudah itu, Mom. Selama lima tahun aku bersahabat sama dia. Mulai dari hal lucu, sedih, dan aneh. Kita semua sudah menjalankan semuanya bersama. Aku gak mau tiba-tiba bilang cinta dan membuat Hana menjauh."

***

"Kamu tahu, Dit? Bagi seseorang perjuangan itu bisa saja dilupakan. Setiap orang pun bisa berjuang, tetapi tidak setiap orang bisa membela orang yang dia cinta."

Manda, Ibu dari Leon berkata untuk membuka pikiran anaknya, Leon mengenai cinta.

"Pada banyak kasus, banyak orang mengaku sedang berjuang tetapi tidak bisa membela orang yang mereka cinta di depan keluarganya sendiri hanya karena faktor, "Mereka adalah keluarga." Ironis, tidak?"

"Leon tidak paham, Mom..." ucap Leon seraya menggaruk kepala yang tidak gatal.

"Sekarang ini. Kamu tahu tidak apa yang dirasakan Hana ketika keluarganya bersikap kasar sama dia?"

"Ya pasti sakit, Mom. Jangankan dikasarin, Leon diomelin Mommy saja kadang hati Leon cenut-cenut hehehe..."

"Terus kamu mau gak membela dia di depan keluarganya? Meskipun kamu tahu, kamu cuma orang luar, dan kamu berhadapan dengan keluarga Hana?"

"Mau lah, Mom. Terlepas Leon suka atau enggak sama Hana, siapa pun itu, pasti Leon bela kalau dia gak salah."

"Meskipun itu keluarganya? Ayah, Ibu, dan Kakak kandungnya?" Manda kembali bertanya dan Leon mengangguk mantap.

Manda membelai kepala putranya seraya tersenyum bangga.

"Itu yang Mommy maksud, Dit. Tidak peduli status dan posisi, kamu harus berani membela orang yang kamu suka, apalagi yang kamu cinta. Meskipun itu keluarganya sendiri."

"Mommy tahu diluar sana banyak yang bilang, "Aku berani kok membela orang yang aku suka!" Tetapi nyatanya saat pembelaan itu bertemu dengan keluarga orang yang akan dibela, mereka otomatis terdiam."

"Mommy gak sebut mereka pengecut. Tetapi, perjuangan itu bukan hanya tentang mendapatkan perasaan seseorang saja. Melainkan bagaimana kamu bisa mengerti keadaan orang itu sepenuhnya dan menjadi "Penjaga" baginya."

Leon kini mengerti. Mommy punya poin atas perkataannya. Apa yang dia katakan adalah benar.

"Leon paham, Mom. Bahkan Leon sendiri sering melihat sepasang suami istri pun belum tentu bisa membela pasangannya sendiri di depan keluarga mereka. Mereka seakan takut menyakiti, padahal di sisi lain pasangan mereka jauh lebih tersakiti."

Manda mengangguk.

"Semua ini tentang understanding, Leon. Mommy bilang ini ke kamu supaya kamu bukan hanya berjuang saja. Tetapi kamu juga harus mengutamakan perasaan Hana. Bagus kalau kamu tahu bagaimana cara melindungi perasaan dia."

"Mommy saran, kalau kamu memang memiliki perasaan sama Hana, lebih baik kamu omong sama dia. Jangan bermain dibalik layar. Manusia itu bukan cenayang yang bisa membaca orang. Tanpa kamu bilang, kita enggak pernah tahu."

Helaan napas berat terdengar.

"Menurut Mommy reaksi apa yang akan Leon dapatkan?"

Manda mengangkat kedua bahunya.

"Mommy percaya, meskipun nantinya Hana gak suka sama kamu, dia gak akan menjauhin kamu. Mommy pikir dia lebih dari dewasa untuk membuat keputusan. Mungkin kamu malah akan terkejut sendiri dengan jawaban yang akan dia berikan."

"Namun... Aku takut, Mom."

"Dit, sekarang Mommy tanya. Kamu pilih terus menyimpan perasaan lalu menyesal karena gak pernah ngungkapin, atau kamu ungkapkan dengan segala konsekuensinya?"

Leon terdiam.

"Ayo, pilih..."

"Pilihan kedua."

"Bagus."

Leon masih meragu, "Tapi, Mom... Aku belum siap."

"Leon Pradita," Manda memanggil nama panjang anaknya.

"Tidak ada yang akan berubah jika kamu tidak mengambil tindakan. Ucapkan dan kamu akan tahu hasilnya."

Manda lalu tersenyum dan membelai kepala Leon.

"Kalau kamu belum siap, lalu bagaimana dengan Hana? Apa kamu pikir dia menyiapkan segalanya? Meskipun dia tahu kamu punya perasaan padanya, dia tidak pernah siap untuk mengungkapkan perasaannya—

Tidak ada yang siap, Dita. Bahkan jika itu kamu, Hana, atau siapapun. Begitu juga dengan cinta yang terjadi padamu. Cinta datang tanpa pemberitahuan. Tidak ada persiapan untuk itu."

Old Man is Mine [INDONESIA]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang