"Lo darimana aja, Lit?"
Baru sampai di koridor menuju kelas, gue ketemu Dara sama Vindi yang kayaknya mau ke kantin, soalnya sekarang udah masuk jam istirahat. Gue berhenti sambil menghela napas panjang.
Gila aja, tadi gue beneran terlambat dan disuruh ngepel toilet yang baunya nauzubilah. Di dalem gue muntah-muntah sangking nggak tahan. Gue heran, padahal toilet cewek, tapi kok nggak ada wangi-wanginya sama sekali. Pak Edi--petugas kebersihan--malah ketawa-ketiwi bukannya ngajuin diri bantuin gue. Dia bilang, semakin banyak murid terlambat, maka semakin ringan pekerjaanya. Huh, parah emang tu orang.
"Gue tadi terlambat," jawab gue lesu."Kok bisa," tanya Vindi yang pertanyaanya bisa diitung pake jari.
"Tadi busnya telat dateng," kesal gue. Tapi, agak senyum-senyum dikit kalo inget Babang Rangga, ups, maksud gue Abang kenek ganteng tadi.
"Napa lo senyum-senyum? Kayaknya bau WC udah mempengaruhi metabolisme otak lo," ucap Dara.
Gue mendengus. "Ya kagak lah. Ada-ada aja lo. Dah sono kalo mau ke kantin."
"Eh, ikut sekalian ayok. Emang lo gak laper?"
Laper? Tiba-tiba gue teringat kembali closet dan antek-anteknya membuat gue nggak merasa laper sama sekali. Yang ada mual. Gue menggeleng dan melanjutkan langkah menuju kelas.
Di pintu masuk, gue ketemu Diki yang lagi mejeng di kursi paling depan sambil ngobrol sama Karin--cewek cantik, pinter, plus cewek paling diincer di kelas gue. Ibaratnya dia itu bunga mawar sedangkan gue bunga reflesia. Udah nggak perlu dijelasin panjang lebar, pasti kalian bisa bayangin perbedaanya.
Gue masuk dengan santai tanpa peduli Diki sama sekali. Meskipun dulu gue sempet naksir dan sempet juga jatuhin harga diri dengan nyatain cinta duluan, tapi setelah ditolak gue udah nggak lagi maksa buat dapetin dia.
Begitulah prinsip gue, ditolak berarti selesai. Nggak akan ngarepin atau nangis-nangis kayak remaja alay. Apalagi nggak doyan makan dan galau seharian, bukan gue banget.
Dari tempat duduk, gue diam-diam merhatiin Diki sama Karin. Bukan karena cemburu loh ya, tapi gue cuma penasaran aja. Dari yang gue amatin, kayaknya cuma Diki yang antusias sedangkan si Karin biasa aja.
Udah jadi rahasia umum kalo Diki lagi berusaha pedekate sama cewek itu. Siapa sih yang nggak mau sama Karin, sampai-sampai Diki yang katanya most wanted aja ngejar-ngejar. Tapi gue salut, kayaknya Karin memang memegang teguh prinsip 'Sekolah dulu, belum waktunya mikir pacaran' alhasil banyak penonton kecewa. Haha, paling sebentar lagi Diki yang bakal patah hati.
Gue tersentak pelan ketika Diki tiba-tiba menoleh dan gue belum sempet melarikan mata ke arah lain. Yah, gue ketangep basah lagi merhatiin dia. Diki tersenyum miring, lalu semakin mendekat ke Karin. Palingan mau manas-manasin gue, padahal gak mempan. Asal tahu saja, rasa buat Diki udah terlanjur hambar dan datar.
"Dik, geseran, sempit."
Samar-samar gue dengar Karin berujar. Diki menggaruk rambutnya, kemudian berdiri sambil bilang, "Kantin yok, Rin."
"Maaf, Dik, gue nggak laper. Gue mau ngelajutin baca ini," kata Karin seraya menggoyangkan novelnya.
"Ayok lah, Rin. Gue traktir deh, gimana?"
"Gue masih mampu beli sendiri, Dik. Dan emang gue nggak laper."
Pfttt, gue yang kebetulan duduk nggak jauh dari mereka, cuma bisa nahan ketawa. Lucu aja liat Diki yang katanya cowok populer dan nggak pernah ditolak cewek manapun, akhirnya merasakan bagaimana penolakan itu nyata. Haha, songong sih!
Diki yang udah hampir pergi, mendadak menoleh dan berjalan menghampiri gue. Gue menunduk, pura-pura sibuk. Kelas ini udah sepi dan tinggal kita bertiga disini.
"Kanapa lo? Ngetawain gue?"
"Idih, siapa?" jawab gue pura-pura polos.
"Elo lah, siapa lagi. Mau ngejek gue kan?" tanya Diki yang berdiri di samping meja gue.
"Ngejek apaan ya?" tanya gue masih pura-pura polos sambil main handphone.
"Tadi!"
"Tadi kapan?"
Diki melotot tajam, tapi pas Karin noleh ke belakang dia gelagapan. "Ah, udahlah!" putusnya, lalu pergi begitu saja.
Haha, dasar cowok aneh. Gitu kok gue pernah suka ya? Haha, nyatanya gue lebih aneh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cewek Gaje
Teen FictionBahasa dan cerita suka-suka ala Lita. Kalian tau apa yang paling menyakitkan dalam hidup ini, yaitu penolakan! Dan kabar buruknya, gue udah pernah ngerasain itu sebanyak tiga kali. Cewek nembak cowok duluan? Ditolak? Serius, Guys! Mungkin itu...