Udah seminggu lebih Bang Alfi gak ngenek. Dan selama itu pula gue ngerasa kesepian di bus. Biasanya gue kalau ketemu dia gak berhenti ngomong. Ada aja hal yang dibahas. Tapi pas gak ada dia gini gue bingung mau ngomong sama siapa. Mau ngobrol sama supir bus, bisa-bisa gue dimarahin gara-gara ganggu konsentrasinya.
Oke deh, gue diem aja.
Ck, tapi bosan.
Akhirnya sepulang sekolah ini gue yang biasa duduk di bangku paling depan, berpindah ke belakang. Mayan, siapa tau ketemu cowok ganteng buat cuci mata. Upss, betewe, kok gue genit banget yak? Ahh, bodo amat, namanya juga jomblo, mau lirik sana sini bebas.
"Kosong, Mba?"
Gue yang lagi menghadap jendela, noleh. "Kosong kok, Mas. Duduk aj--
Seketika mata gue melotot begitupun dia. Astaga Lita, bukannya dia cowok yang lo tembak waktu itu di bus ini juga. Udah berbulan-bulan ini dia gak kelihatan, dan hari ini gue ketemu lagi. Apakah ini yang dinamakan jodoh? Oke, fixs, gue ngelantur. Maaf ya permisa!
"Eh, Mas, mau ke mana? Duduk di sini aja. Jangan takut, waktu itu gue khilap kok, beneran, nggak lagi-lagi," ucap gue pas liat dia mau pergi.
"Lagipula udah nggak ada tempat duduk tuh. Sini aja, kebetulan gue gak gigit kok." Gue mau berusaha membujuk.
Akhirnya dengan raut wajah terpaksa, dia pun duduk di sebelah gue. Seketika suasana berubah jadi canggung. Tapi, jangan panggil gue Lita kalau gak bisa mencairkan suasana.
"Hai, nama gue Jelita. Panggil aja Lita, jangan Jeli, soalnya kayak berasa agar-agar gitu," ucap gue sambil mengulurkan tangan.
Cowok itu menatap ragu-ragu sebelum akhirnya menjabat tangan gue. "Galih," jawabnya pendek dan datar. Setelah itu dia pun membuka tas dan mengambil earphone, memasangnya di telinga.
Elah, sombong banget sih, gerutu gue dalam hati. Padahal gue kan udah berusaha ramah. Oke, mungkin gue terkesan sok kenal, tapi kalau gak kenal gimana bisa sayang. Upss, maap lagi, seharusnya hal kayak gini gak perlu diperlihatkan di publik.
"Bagus namanya. Tetangga gue ada juga yang namanya Galih, orangnya pendiem, kelem, eh baru-buru ini ketahuan kalo dia gay. Tragis yak, padahal orangnya ganteng loh."
Dia menoleh cepat. "Terus hubungannya sama gue?"
"Nggak ada, gue cuma mau cerita."
"Gajelas lo!"
"Lo bukan orang pertama sih yang ngomong kayak gitu."
"Terus?" tanyanya sinis.
"Yaelah jangan marah dong. Tetangga gue yang gay itu sebenernya namanya bukan Galih kok, gue cuma bercanda. Abisnya lo cuek banget jadi orang, kalo gak dipancing gitu pasti gak mau ngomong," jelas gue cemberut sambil menunduk.
Galih menundukkan kepala, mencopot earphone, menatap gue sebelum tawanya meledak. "Lo siapa sih?"
"Ihh, kan tadi udah kenalan. Nama gue Lita. L-I-T-A!"
"Gue heran aja, kok ada sih perempuan kayak lo. Setau gue perempuan itu jaim, nah lo baru ketemu sekali aja udah nyatain cinta, haha ...!"
"Iya-iya, yang itu gak usah dibahas lagi. Kan dah gue bilang khilap. Abisnya lo baik banget waktu itu,"
"Eh, betewe lo ke mana aja, kok gak pernah muncul lagi setelah itu? Lo takut ya ketemu lagi sama gue?" tanya gue.
"Enggak kok, kebetulan waktu itu motor gue dipinjem kakak, jadi gue naik bus."
"Oh," gue mengangguk. "Trus sekarang motor lo dipinjem kakak lagi?"
"Enggak sih, motor gue lagi masuk bengkel, makanya gue naik bus lagi. Dan gak nyangka ketemu lo lagi di sini."
"Gue mah emang tiap hari naik bus."
Kemudia percakapan pun berlanjut. Galih gak sekaku sebelumnya. Gue mulai tanya-tanya banyak, termasuk dia sekolah di mana. Soalnya budge seragamnya beda sama punya gue. Ternyata SMA kami gak terlalu jauh jaraknya masih satu kawasan.
"Bye, Lit, kapan-kapan ketemu lagi. Pesen gue, jangan asal nembak cowok gak dikenal."
"Iya ...! Nggak usah bahas itu lagi napa?"
"Hahaha!"
Lumayan dapet temen baru.
****
KAMU SEDANG MEMBACA
Cewek Gaje
Teen FictionBahasa dan cerita suka-suka ala Lita. Kalian tau apa yang paling menyakitkan dalam hidup ini, yaitu penolakan! Dan kabar buruknya, gue udah pernah ngerasain itu sebanyak tiga kali. Cewek nembak cowok duluan? Ditolak? Serius, Guys! Mungkin itu...