Keluar dari kelas, gue berjalan menunduk di koridor sembari memegangi tali tas. Tadi usai ngomong sama Diki, gue kembali ke kelas dan mendapat teguran dari guru seni budaya, karena terlambat separuh lebih pelajarannya. Namun, ketika belalasan dari ruang BK, gue tersebut nggak jadi hukum gue.
Fiuh.
Dan ketika kembali ke bangku, Dino memberi tahu kalau sebelumnya Bu Pratiwi memberikan tugas menari berpasangan untuk praktek seni budaya. Karena gue sebangku sama Dino, otomatis gue berpasangan sama tu cowok.
Haa, belum kebayang tarian apa yang mau gue bawakan bareng dia. Tugas itu terasa berat, karena sadar gue nggak bisa nari. Badan kaku, nggak bakal cocok lenggak-lenggok, yang ada gue malah kek cacing kesiram air panas. Ngeri bayangin diri sendiri.
"Pstttt ..."
"Pstttt!"
Ih, siapa sih. Alah bodo amat, bisa-bisa gue ketinggalan bus. Tapi, lagi-lagi desisan itu terdengar. "Pssttt, Lit!"
"Lit!"
"Lita ...!"
Dengan kesal gue membalik badan. "APA?!"
Orang itu tersentak mundur sembari menaikkan alisnya. Gue mendengkus, aih ternyata si Diki. Mau apa lagi sih tu cowok? Pengen gue cemplungin ke rawa-rawa rasanya.
"Mau ke mana?"
"Pulang lah, masa iya mau minep di sekolah!" jawab gue nyolot.
"Wo wo, biasa aja dong. Gue cuma mau nawarin pulang bareng, mau gak?"
"Gak!" Jawab gue ketus lalu membalik badan, tapi Diki nahan tangan gue.
"Mau ya? Udah lama kan kita gak pulang bareng!"
"Ihh!" Gue menepuk-nepuk tangan Diki, bikin Pengan itu terlepas. Gue melipat tangan. Menatapnya songong.
"Gak, ntar yang ada pacar Lo marah. Gue gak mau ya ada adegan labrak-melabrak kek di film-film!"
Diki terkekeh. Aduh, gans. Eh, Lita nggak boleh baper lagi cuma karena lihat dia ketawa. Ingat Lo gak selemah itu.
Gue hendak berlalu ketika lagi-lagi Diki mencekal tangan gue. Kali ini lebih kuat bikin gue nahan napas.
"Pulang bareng gue, ya, plis .... "
*
Gue turun dari motor Diki dengan perasaan gak karuan. Gimana gue mau move on dari dia kalo dianya seolah narik ulur hubungan yang telah kandas ini. Enggak tau apa maksudnya, yang jelas ini berpotensi merepotkan perasaan.
"Lit!"
Menghentikan langkah gue menoleh sembari menggerakkan dagu untuk merespons panggilannya.
"Gue nggak ditawarin masuk nih?"
Gue menghela napas. "Ayo mam---
"Nggak, gue balik aja ada keperluan. Makasih udah ditawari," ucapnya sembari memundurkan motor lalu melajukannya pergi.
Masih berdiri di tempat yang sama, gue menatap kepergian Diki dengan kening berkerut. Apaan coba maksud tu manusia, nggak jelas banget.
****
"Kakak bisa nari?"
Kakak yang lagi menyapu, menghentikan kegiatannya lalu menatap gue sambil menggerakkan dagu. "Kenapa emangnya?"
"Gue dapet tugas praktik seni budaya nari."
"Lo nari?" tanyanya sembari menunjuk gue. "Bentar bentar gue bayangin," lanjutnya sambil sok megangin dagu. Nggak lama dia ketawa. "Blur bayangannya. Udah, Dek, Lo itu gak cocok."
KAMU SEDANG MEMBACA
Cewek Gaje
Fiksi RemajaBahasa dan cerita suka-suka ala Lita. Kalian tau apa yang paling menyakitkan dalam hidup ini, yaitu penolakan! Dan kabar buruknya, gue udah pernah ngerasain itu sebanyak tiga kali. Cewek nembak cowok duluan? Ditolak? Serius, Guys! Mungkin itu...