"Lo ngapain sih ikutin gue?"
"Siapa yang ikutin, yeee ... geer lo. Ini kan tempat umum, siapapun bebas dong mau di mana aja."
Gue menatap cowok itu sengit. Saat ini gue dan Galih sedang ada di restoran mall. Niatnya mau makan setelah dipaksa Galih tadi, tapi mendadak gak nafsu gegara Diki. Katanya gue yang kegeeran? Padahal dia jelas-jelas ngikutin. Bahkan, kami duduk di meja yang sama. Dasar tukan ngeles! Daripada ngeles, sekalian aja jadi tukang ngelas di bengkel, lebih berkah kayaknya.
"Gini loh, Lit. Tadi abis nonton gue sama Diki liat lo sama cowok ini,"
"Galih," ujar Galih.
"Iya, Galih," Karin mengangguk. "ke arah sini, terus Diki bilang, 'Ikut Lita sekalian aja yok, kayaknya dia mau makan'."
Hihi, Karin polos banget sih. Sekarang Diki udah gak bisa ngeles lagi kan. Gue senyum kemenangan, memutar kepala ke arahnya meminta penjelasan. Terlihat Diki mendengus, sebelum menjawab,
"Maksud gue tuh karena kita laper, mau makan juga, makanya ikut ke restoran, bukan ikutin dia," tunjuknya ke gue.
Hilih, dasar! "Terus ngapain ikut-ikutan gue duduk di sini, Diki Marjuki? Ganggu banget sih."
"Ganggu siapa? Lo sama cowok ini?"
"Yaiyalah," seru gue tanpa tau malu.
"Udah-udah, kalian itu daritadi berantem teroos. Tuh, makanannya udah dateng. Nggak mau makan?" lerai Galih, sesaat setelah mbak Waitres menghantar makanan.
Gue menatap Diki sekali, sebelum melengos. Sebodo amat sama dia, daripada pusing-pusing mending gue makan.
"Oya, sebelumya kenalin gue Galih, temennya Lita."
"Karin."
"Diki!"
Uwaw, nyolot banget sih tu cowok, heran gue. Padahal Galih ngajak kenalan baik-baik. Golok mana golok? Kayaknya gue butuh jasa pemahat kayu. Eh, salah ya? Ah, ya sudahlah.
.
"Lit, Karin itu pacarnya si Diki?"
"Bukan,"
"Mana mau Karin sama cowok nyebelin kayak gitu. Palingan ngajak nonton aja ngancem, makanya Karin mau," lanjut gue.
"Masa iya diancem?" tanyanya sambil menyerahkan helm. Gue senyum semanis mungkin sambil mengetukkan jari di kepala. Galih terlihat menyerengit, tapi nggak lama kemudian dia pakaikan helm itu di kepala gue.
Hihi, berhasil. Horeee! Apa gue harus ikutin tarian Dora? Oke, gak usah.
"Hehe, gak tau sih. Itu cuma sebagai kalimat dramatis aja," ujar gue, nyengir.
"Ohh, jadi mereka beneran gak jadian?"
"Iya. Emang kenapa sih? Kok kayaknya kepo banget?"
"Gapapa kok."
****
Hari ini gue sibuk banget. Sedari pulang sekolah tadi, gue belum istirahat sama sekali. Ibu agak nggak enak badan, sementara pesanan kue lagi banyak-banyaknya. Akhirnya gue yang udah lumayan jago bikin kue, bantuin hampir keseluruhan pekerjaan ibu.
Gue membuka oven, mengambil kue ke pemanggang itu setelah dirasa kue di dalamnya sudah matang. Ibu yang masih memaksakan keadaan, membantu menata kue-kue itu.
Nggak seperti biasanya, kali ini pesanan berupa kue kering. Untung hampir seluruh kue buatan ibu, gue juga bisa buat. Soalnya dulu setiap ibu punya resep baru, gue selalu minta ajarin. Mungkin itu salah satu makna pepatah, buah gak jatuh jauh dari pohonnya. Gue dan ibu punya hobi yang sama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cewek Gaje
Fiksi RemajaBahasa dan cerita suka-suka ala Lita. Kalian tau apa yang paling menyakitkan dalam hidup ini, yaitu penolakan! Dan kabar buruknya, gue udah pernah ngerasain itu sebanyak tiga kali. Cewek nembak cowok duluan? Ditolak? Serius, Guys! Mungkin itu...