Kembali dari kantin, gue liat depan kelas rame. Ada apa ya?
Maklum sekarang lagi jam kosong, yang mana cuma satu mata pelajaran tadi pagi doang yang ada gurunya, menurut info sih guru-guru pada rapat, makanya ini murid-murid pada berhamburan keluar, kelayapan ke mana-mana, termasuk gue, Vindi, dan Dara yang milih melesat ke kantin buat ngisi perut.
Tanpa pukir panjang, gue langsung mempercepat langkah, meninggalkan dua sahabat gue itu, karena jiwa kepo ini udah mulai beraksi. Gue berusaha menyeruak gerombolan cewek-cewek yang pada ngintip dari jendela kelas. Aih, ada apa sih? Dari dalem kedengeran orang lagi nyanyi. Btw, emang kelas lagi ngundang boyband? Ah, ngaco.
"Ada apaan?" tanya gue kepo ke temen kelas, karena cewek-cewek itu gak ngasih kesempatan gue buat ikutan ngintip.
"Itu, Diki nembak Karin di dalem," jawabnya. Wow, gue lumayan terkejut, cuma bisa melongo.
"Mati dong ditembak?"
"Ishh, maksud gue nyatain cinta."
"Hehe, iya-iya, bercanda," gue meringis, tapi tak lama langsung pasang muka serius. "Beneran?"
"Liat aja sendiri."
Gue yang udah berada di ambang batas kekepoan pun, tanpa aba-aba langsung menyeruak orang-orang itu. Nggak perduli tu cewek pada teriak-teriak kesal, ngumpat, apalagi mereka yang posisinya lagi vodeoin. Bodo amat, gue tetep pasang muka tembok. Penting rasa ingin tau tertuntaskan.
Gue menempelkan muka ke jendela kaca, mulai pasang mata dan telinga baik-baik. Terlihat, usai menyanyi, Diki menaruh gitarnya lalu menarik Karin ke depan kelas.
Orang-orang yang berada di dalem kelas pada sorak-sorak heboh tak terkecuali yang ada di luar bersama gue. Kalau gue perhatiin, wajah Karin bukannya terharu, malah tampak bingung dan kayaknya gak nyaman sama situasi ini.
Lagipula, apa-apa si Diki? Norak tau. Pasti Karin malu banget. Lagian percaya diri banget kayaknya. Ntar, kalau sampai ditolak, gue orang pertama yang bakal ketawa paling kenceng. Terkesan jahat memang, tapi siapa peduli?
"Menurut lo Diki bakal diterima kagak?" tanya gue iseng ke cewek di sebelah.
"Diterima lah, bodoh banget Karin kalo sampai nolak. Kalau gue yang ada diposisi tu cewek, pasti gue nggak perlu mikir dua kali."
Jawabannya bikin gue menyerengit. Tapi, menurut prediksi amatin gue, nggak demikian. Gini-gini gue lumayan pinter nebak ekspresi seseorang. Tapi, yang bener gue atau dia, mari kita buktikan saja!
"Rin, lo mau kan jadi cewek gue?"
Hening. Semua pasang mata menatap Katin, nunggu jawaban cewek itu. Dan sialnya ngapa gue ikut deg-degan. Tiba-tiba gue inget Galih, kalau sampai Karin terima Diki, tu cowok pasti patah hati.
Ahh, kok gue jadi nggak tega, ya. Padahal selama gue patah hati, orang lain tega-tega aja tuh. Ishh, paan sih. Mending gue kembali memperhatikan dua sejoli itu.
"Maaf, Dik gue nggak bisa, ma-maaf," samar-samar terdengar Karin berucap, diikuti suara riuh lagi. Penonton pada kecewa. Bener kan insting gue. Lita gitu loh! Karin nggak mungkin lah mau nerima, di saat Diki nembaknya di hadapan khalayak gini.
Diki aja yang gak punya malu. Memang benar, mengajarkan anak sadar diri sejak dini mamang dibutuhkan, biar nggak kelewat percaya diri kayak si Diki.
Kasihan sih, tapi secara bersamaan gue pengen ngakak. Berbanding dengan ekspresi Diki yang pias, kecewa, beberapa para cewek di luar sini malah pada senyum-senyum gak jelas. Mungkin mereka mikirnya masih ada kesempatan buat milikin hati Diki.
Catat sodara-sodara, catat! Hari ini, jam ini, menit ini, detik ini, Diki resmi ditolak. Pfttt, gak tahan akhirnya ngakak. Orang-orang pada ngeliatin gue semua. Ups!
****
Setelah gue perhatiin dan amati, beberapa hari ini Galih dan Karin malah semakin dekat. Bukan asal gue ngomong gini, soalnya Galih itu terbuka banget sama gue. Bahkan, beberapa screenshot chat dia sama Karin dikirim ke gue.
Ishh, nggak tau apa kalau gue terluka dan teriris-iris hatinya. Oke, lebay. Tapi, serius, bayangin aja saat lo naksir sama cowok, dan cowok itu malah dengan gamblang nunjukin kedekatannya sama cewek lain. Sa...kit.
Namun, meski begitu gue gaada niat buat ngancurin kedekatan mereka. Dan, kalau gue lihat dari chatnya, Karin lumayan ngerespons Galih. Bahkan, Galih bilang mereka udah beberapa kali telfonan. Uwoww, gas poll juga si Galih.
Dan ngomong-ngomong soal Diki. Tu cowok sekarang makin narsis. Sejak ditolak Karin sekitar seminggu lalu, Diki bukannya tobat sebagai playboy, malah makin banyak gandengannya. Bahkan, beberapa kali dia ajak cewek yang kebanyakan senior kelas dua belas ke kelas. Seakan nunjukin kalau dia bukan sembarang cowok yang bisa ditolak pesonannya.
Cih, yakali Karin bakal nyesel, yang ada tu cewek makin ilfeel. Lha gue aja kalau boleh jujur makin muak lihat kelakuannya. Wajar sih dia anak orang kaya dan satu-satunya, makanya kayak gitu. Nggak ada dewasannya sama sekali.
Setelah keluar dari kelas, gue berjalan melewati koridor menuju parkiran. Namun, ada sesuatu yang menarik perhatia. Terlihat seseorang yang amat gue kenal duduk di atas motor samping gerbang. Biasanya tu cowok datang ke sekolah ini buat jemput gue, tapi kali ini lain, dia jemput cewek lain. Hiks!
Aihh, gue jadi melow lagi kan. Gue berhenti, memperhatikan Karin yang menghampiri Galih. Bahkan, terlihat Galih memberikan helm yang kayaknya masih baru bermotif pisang ke Karin. Hmm, so sweet banget ya. Coba aja gue yang diposisi itu, dulu selama gue nebeng motornya, Galih gak pernah seperhatian itu.
"Ohh, jadi gara-gara cowok kayak gitu gue ditolak?"
Gue menoleh ke belakang. "Eh, sejak kapan lo berdiri di situ?"
Diki menggedikkan bahu, melipat tangan. "Ternyata Karin lebih pilih cowok bermotor butut, daripada bermobil," ujarnya tersenyum miring, seolah mengejek.
"Eh, denger ya, nggak semua cewek tu matrek, dan gue yakin Karin bukan bagian dari cewek-cewek cabe yang sering lo bawa ke kelas," jawab gue jengkel, karena merasa tersinggung Galih dihina.
"Siapa yang lo maksud cewek cabe?" Diki mendekat, gue mundur satu langkah. "Hah?"
Tiba-tiba gue merasa gugup sama situasi ini. Gimanapun Diki cowok yang kalau nonjok, bisa-bisa gue pingsan di tempat.
"Sekarang lo ikut gue!" serunya sambil menarik tangan gue.
"Hah, kemana?" Gue mulai panik.
"Ikutin mereka, gue pengen tau mau kemana mereka!" Mata Diki tertuju ke Galih yang baru aja melajukan motornya.
"Ngapain?!"
"Ikut aja, gak usah kebanyakan omong!"
*****
KAMU SEDANG MEMBACA
Cewek Gaje
Подростковая литератураBahasa dan cerita suka-suka ala Lita. Kalian tau apa yang paling menyakitkan dalam hidup ini, yaitu penolakan! Dan kabar buruknya, gue udah pernah ngerasain itu sebanyak tiga kali. Cewek nembak cowok duluan? Ditolak? Serius, Guys! Mungkin itu...