Ada dua hal yang paling gue benci di dunia ini. Pertama, makan makanan yang terlalu asin, dan yang kedua, ada ulangan mendadak padahal melamnya gue belum membaca buku barang satu kata pun. Tapi akhir-akhir ini, ketemu Diki adalah hal yang paling gue benci selanjutnya.
Sejak kejadian beberapa hari lalu itu, Diki selalu aja mencuri kesempatan untuk membuat suasana hati gue jadi buruk. Sebut saja kejadian tadi pagi di kelas. The most wanted boy yang sekarang bertranformasi jadi The rival boy itu
baru aja membuat kekacauan yang bikin nama gue ikut keseret-seret.Gu nggak habis pikir, bisa-bisanya Diki ngelempar kertas contekan ulangan harian biologi ke meja gue. Padahal hari ini gue nggak berniat nyontek, karena Rolling posisi duduk, sehingga tempat duduk gue yang awalnya agak belakang berubah haluan jadi di depan meja guru pas. Alhasil acara adu domba ala VOC pun berakhir sukses dengan remedial minggu depan.
Oh ya, jangan lupakan juga hukuman bersihin kamar mandi. Good job. Kalo kayak gini caranya, sangking seringnya bersihin kamar mandi, lama-lama gue daftar juga jadi office girl sekolah. Ck.
"Sebenarnya mau lo apa sih, Dik?!" tanya gue waktu melabrak Diki yang lagi makan bakso bersama teman-temanya di kantin. Gue bahkan nggak peduli pada tatapan aneh yang di layangkan orang-orang di kantin.
Diki mengangkat sebelah alis, menatap gue dengan padangan aneh.
"Jujur aja, gue udah muak sama semua kelakuan lo. Kenapa ya semenjak gue nembak lo waktu itu, masalah bertubi-tubi dateng. Andai aja ada mesin waktu doraemon, gue lebih milih ngulang biar hari itu nggak pernah terjadi!" ujar gue berapi-api. Namun, gak lama gue nutup mulut. Ya Tuhan, kenapa sih gue selalu keceplosan, dan berakhir memperlukan diri gue sendiri.
Diki berdiri dan mendekat ke gue. Dia tertawa keras. "Sumpah lo itu lucu banget. Kayaknya gue mulai suka main-main sama lo. "
"Bentar-bentar, jadi si Lita pernah nembak lo?" tanya Dito, temen se-gengnya Diki.
Gue memutar bola mata.
Diki tersenyum miring. "Iya. Dan lo tau nggak semuanya, cewek ini nembak gue di lab kimia, ujan-ujan, hahaha," ucap Diki dengan suara keras.
Lagi, gue diserbu mata-mata penasaran. Ada yang ngetawain gue, ada yang nyorakin, ada pula yang diem aja.
"Dia pengen jadi pacar gue, gimana menurut kalian, guys?"
"Terima aja, Dik, hahaha. Lumayan jadi yang kedua, ketiga, atau keempat mungkin?" Dino ikut menimpali. Gue melotot, cowok itu mengangkat kedua tangannya. Gue bener-bener nyesel sekelas sama cowok-cowok tipe pembully kayak gini.
"Upik abu penggennya dapet pangeran, ngga ada rasa sadar diri banget," komentar beberapa cewek cabe penggemar cowok cabe rawit itu.
"Coba lo tembak gue sekali lagi, mungkin bakal gue pertimbangin." Diki menatap gue sambil tersenyum mengejek.
"Kalo ada pistol gue tembak beneran lo," kata gue sebelum membalik badan dan berlari keluar kantin dengan perasaan antara marah, kesal, malu, benci, bercampur aduk.
****
"Arghhhhh!" teriak gue frustasi saat menceritakan kejadian di kantin tadi.
Seperti biasa, Dara kepo menanyakan ini itu dan Vindi cuma diam mengangguk-angguk.
"Tenangkan dirimu, Kawan. Tarik napas dalam-dalam hembuskan, tarik napas hembuskan, tarik lagi, hem--
"Cukup, lo kata gue mau ngelahirin?"
Dara terkekeh sementara gue mendengus jengkel. Terkadang gue ragu, apa benar orang macam Dara adalah peraih juara dua di kelas.
"Asal lo tau, menurut penelitian, menarik napas dalam-dalam dapat memperlambat detak jantung dan menurunkan tekanan darah saat stres. Saat lo narik napas dalam, otomatis implus akan mengirimkan sinyal ke otak untuk berusaha rileks dan tenang, lalu otak akan mengirimkan sinyal itu ke seluruh tubuh, gitu."
"Hmm, ya."
"Serius."
"Iya Bu Rini KW 2."
Bu Rini adalah guru biologi kami. Dara selalu saja mengaitkan segala sesuatu dengan pengetahuan. Paling-paling gue cuma nguap atau jawab singkat saat Dara mulai menjelaskan tentang jalannya implus ke reseptor atau pengetahuan sains yang lain.
"Hmm, Lit, saran gue mending lo berdamai aja deh sama Diki. Ngga baik musuhan lama-lama. Gitu-gitu lo pernah tergila-gila sama dia juga 'kan. Ya nggak, Vin?"
Vindi mengangguk sekali.
Gue melengos. "Nggak usah bahas itu lagi deh, nyebelin lo."
Dira terkekeh. "Ya gue kan cuma ngingetin doang. Eh, tapi serius lo udah nggak punya rasa sama Diki?"
"Nggak!"
"Yakin?"
"Nggak!"
"Beneran?"
Gue mencubit pelan lengan Dara. "Sekali lagi lo tanya, gue hadiahin juga gelas cantik."
"Mana?"
"Ambil di warung terdekat, jangan lupa bayar."
"Hahahaha!"
****
Maaf ya suka lama update. Kalo ada yang suka, silakan vote dan komentar, biar author lebih mempercepat update.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cewek Gaje
Teen FictionBahasa dan cerita suka-suka ala Lita. Kalian tau apa yang paling menyakitkan dalam hidup ini, yaitu penolakan! Dan kabar buruknya, gue udah pernah ngerasain itu sebanyak tiga kali. Cewek nembak cowok duluan? Ditolak? Serius, Guys! Mungkin itu...