25. Senjata Makan Tuan

611 77 9
                                    

Gue cekakak-cekikik balesin pesan dari tante Dewi. Cuma butuh waktu sehari gue akrab sama mama Diki itu di via whatsapp. Ternyata tante Dewi lumayan humble juga orangnya.

"Oy!"

Enggak menanggapi, gue kembali cekikikan. Gue yakin bentar lagi Diki pasti nyamperin gue karena gue nggak menghiraukan panggilnya.

"Beli di mana hapenya? Gue juga mau dong! Kayaknya bisa bikin bahagia banget!" ujar Diki. Gue tau dia sedang menyindir.

"Iyalah, namanya juga chatan sama cowo idaman," jawab gue asal, sengaja untuk memanasi Diki. Tu cowok kan paling gak seneng liat gue berhubungan sama cowok lain selama masih jadi pacarnya.

Hihi, ini salah satu upaya gue buat ngerjain cowok itu. Dua hari lagi dia ulangtahun, jadi gue mengerjainya sekarang, soalnya kalau mepet bisa-bisa ketahuan. Yah, walaupun kalau dia cerdik bisa langsung menebak tapi gak apa-apa setidaknya buat ngasah kemampuan akting gue. Mana tau gue bisa jadi bintang sinetron, yakan, yakan, yakan?

Oke, abaikan!

"Siapa sih!" Tanpa sopan santun Diki merebut ponsel gue. Bersidekap, gue tersenyum licik. Gue udah memperkirakan hal ini, jadi udah hapus beberapa pesan dan ubah nama tante Dewi di kontak whatsapp. Untung gue ini lagi mode cerdas. Jangan protes!

"Siapa Tomi?" tanya Diki sambil menunjuk-nunjuk ponsel gue.

Gue menunjukkan tampang ngeselin. "Adalah, lo kaga perlu tau."

"Enggak perlu tahu gimana? Siapa Tomi?" ulangnya dengan sedikit penekanan.

Kena kan lo, wkwkwk! Siap-siap kapan-kapan gue kudu ikut casting kalau ada kesempatan.

"Ish, kepo. Gue aja gak pernah ngepoin kontak wa lo, " jawab gue tersenyum, Diki melotot. Hadeuh, kayaknya pertempuran akan Lita menangkan. Yes!

"Daraaa, siapa Tomi?" Diki beralih menatap Dara yang duduk di sebelah gue.

Matilah. Gue belum kong kali kong lagi sama Dara. Tu cewek kan kelewat jujur, apalagi kalau udah ditatap Diki kayak gitu, pasti salah tingkah. Hedeuh-hadeuh!

"Guee, nggak tau, Dik. Beneran gak kenal." Dara menggeleng.

Fiuh, untunglah. Namun, Diki segera mengalihkan mata ke Vindi yang lagi serius baca buku. "Vin, lo--

"Gak tau."

Diki mendengkus.

Wkwkwk, sukurin. Jangankan baca buku, lagi santai aja ngomongnya irit banget. Namun, hal tersebut udah biasa bagi gue dan Dara, tapi tentunya akan bikin Diki tambah kesel. Gue menahan tawa, biarin aja Diki dan kekesalannya.

"Gue tau, Dik. Siapa Tomi!" celetuk Dino dari bangku belakang.

"Haa, siapa?"

"Tukang cilok yang sering lewat depan rumah gue. Enak loh ciloknya, kapan-kapan lo kudu coba." Dino tergelak.

"Nggak lucu!" jawab Diki ketus.

Gue terkekeh, lalu merebut ponsel di tangan Diki. Dan memainkan kembali sambil senyum-senyum.

"Awas lo!" ancamnya, menunjukkan kepalan tangan. Gue menjulurkan lidah.

*****

Ternyata ancaman bukan sekadar ancaman. Bener-bener dia wujudkan. Sekarang tanpa perasaan Diki gandeng mesra cewek dan lewat di depan gue sambil ketawa-ketiwi gak jelas.

Gue enggak kenal siapa cewek itu, tapi tebakan gue pasti adek kelas sepuluh. Mukanya familiar, tapi gue gak tau namanya. Badannya kecil, putih, dan mukanya gue akui cantik. Ck!

Cewek GajeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang