40. Gede Gengsi

555 75 19
                                    

Sebulan lebih hubungan antara gue dan Diki hampir menghilang. Atau barangkali sudah hilang, karena gue enggak lagi bersapa kayak biasanya. Tiap bertemu pun kayak orang enggak kenal. Mentok cuma saling lirik-lirikan doang.

Enggak hanya itu, di sosmed pun kita sudah enggak pernah tahu kabar masing-masing, karena sampai sekarang nomornya masih gue blokir. Dia memang enggak sepenuhnya salah, tapi dengan begini gue enggak banyak kena masalah.

Gue harus tahan dan konsisten dengan niat awal buat jauhin dia. Setidaknya dengan begini dia akan mendapat kebebasan yang sebenarnya, dan gue enggak perlu kena sangkut paut saat dia dekat dengan cewek manapun.

Meski berat dan rasa kangen menguat, tapi gue harus kuat. Masih sering kepikiran sih, tapi akhir-akhir ini pikiran gue teralih, karena semingguan lagi gue bakal menjalani ulangan semester ganjil. Hal itu juga meminimalisir kecenderungan stalking, karena waktu senggang gue gunakan untuk membuka aplikasi bimbel online.

Ya, gue memang ikut bimbel di internet, untuk mempersiapkan bakal di tahun-tahun terakhir ini. Walau masih enggak tahu, apa bisa nerusin kuliah, setidaknya jika jadi sedikit pintar, enggak akan membuat menyesal walau harus mengorbankan duit tabungan. Lagipula lumayan dapat potongan lima puluh persen, dengan memasukan kode yang diberikan petugas yang saat promosi di sekolah hari itu.

Kini gue udah enggak dekat dengan siapapun. Masih lancar sih komunikasi sama bang Alfi, Galih, ataupun Dino yang kadang tanya soal pelajaran, atau iseng chat pas lagi kesepian. Tapi, hubungan gue enggak ada spesial sama mereka. Cuma sebatas hubungan teman pada umumnya.

Mungkin ini pilihan tepat, untuk mengosongkan hati sekosong-kosongnya, sampai nanti lulus dan menemukan pengganti yang benar-benar bisa mengerti sikap gue yang masih masih kekanak-kanakan.

Oke, hati, enggak boleh gampang jatuh cinta lagi.

*"""*

Keluar dari kelas, gue menuju perpustakaan. Gue pernah bilang kan kalau akhir-akhir ini jadi rajin. Niatnya sih mau minjem kisi-kisi ujian tahun lalu, soalnya belum ada duit buat beli yang baru.

Masih tahap pengumpulan dari pengurangan duit jajan. Ibu sih bilangnya nanti kalau kue yang dipesan ibu-ibu arisan sudah diantarkan, gue bakal dikasih duit tambahan. Sekarang belajar seadanya saja dulu, lagipula gue pikir model soalnya enggak akan jauh berbeda dari tahun sebelumnya.

Gue masuk dan menghela napas. Di kursi pojok dekat jendela ada sosok yang gue hindari. Ish, tumben banget sih tu bocah mengunjungi perpustakaan. Apa ini sebuah keajaiban? Yah, walau dia dasarnya pintar meskipun enggak pernah terlihat belajar. Dan itu yang bikin gue iri banget.

Tapi, tunggu dulu. Gue  mengendap, mengintip dia lalu mendengkus. Pantesan saja, ternyata cowok itu lagi numpang tidur. Dasar. Memang iya sih Dara tadi WA kalau kelasnya lagi jam kosong.

Enggak mau perduli, gue pun menuju rak, mencari buku yang mau gue pinjem. Tapi, enggak tahan buat ngelirik. Diki masih tidur, semoga tetap seperti itu sampai gue keluar dari perpustakaan. Kalau bertatap muka sama dia, suasananya malah jadi awkward. Bisa jadi ini salah gue karena enggak minta maaf usai pertengkaran kami hari itu. Dan hal tersebut yang bikin gue enggak tenang sampai sekarang.

Gue menuju meja petugas perpus ketika Diki mengangkat kepalanya. Dia mengucek mata, gue pun segera menyembunyikan tubuh di samping siswi bertubuh agak gempal yang juga mau meminjam buku.

"Lita, buku fisika yang kamu pinjam sekitar dua Minggu lalu belum dikembalikan, ya?"

Aduh, mana Bu Weni ngomongnya keras banget lagi. Gue lirik Diki menatap ke sini. Sudah kepalang basah, gue pun mencoba bersikap biasa.

Cewek GajeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang