10. Nonton

766 84 2
                                    

Gimana, jadi kan?

Jadi dong!

Oke, gue jemput lo harus udah siap.

Oke-oke

Gue ke situ sekitar setengah jam lagi

Sip.

Gue mematikan layar hp, lalu bergegas menuju lemari, mencari baju yang pas buat dipake nonton hari ini. Yap, hari ini gue mau ke bioskop, nonton film remaja yang lagi buming. Siapa lagi kalo bukan si Dilang 1991. Ya gimana ya, yang laen nonton masa gue enggak, hehe.

Tenang, meskipun gue boleh dikatakan jomblo, alias non berpasangan, tapi kali ini gue gak nonton sendirian. Percakapan pesan di atas udah nunjukkin kan kalau bakal ada cowok yang jemput gue.

Percaya aja, enggak percaya timpuk nih!

Dia ... jeng, jeng, jeng ... hayoo siapa? Hihi, daripada main tebak-tebakan mending gue kasih tahu aja lah ya. Cowok itu enggak lain gak bukan adalah,
.
.
.

Galih.

Ya, betul. Setelah dia nganter gue pulang waktu itu, beberapa kali kami masih bertemu, lalu gue dan dia pun bertukar nomor WA.

Dari situ kita berdua mulai chat, chat, chat, sampai akhirnya Galih ngajakin gue nonton film. Yaiyalah langsung gue iyain. Kapan lagi coba? Gue mah gak mau sok-sok'an jaim nolak, padahal aslinya berharap. Prinsip gue to the point lebih baik.

Usai memilah-milah, gue pun memutuskan pakai celana jeans dan kemeja panjang warna navy. Sebagai cewek gue emang gak suka sesuatu yang ribet. Hampir semua koleksi bawahan gue celana, paling banyak jeans. Ada sih rok, tapi cuma beberapa, itupun dipaksa dibeliin ibu, soalnya ibu bilang biar kelihatan kayak cewek sejati.

Duh-duh.

Selesai berpakaian, gue mematut penampilan di cermin. Bisa dibilang ini kali pertama gue jalan sama cowok, jadi sebisa mungkin gue harus kelihatan cantik, aku biar meninggalkan kesan mendalam. Cie ....

Gue pun mengurai rambut yang biasanya dicepol. Enggak lupa mrnambahkan jepit rambut biar gue terlihat girly.

Eh, bentar! Gue udah tampak cantik belum sih?

Merasa belum puas, gue pun menyapukan lamat-lamat pewarna wajah. Hihi, tadi gue boleh ambil make up di kamar ibu. Karena seumur-umur baru kali ini gue dandan. Meskipun ini masih bisa dibilang natural, soalnya tipis banget.

"Lit, temen kamu udah dateng."

Suara ibu dari ruang ramu, bikin gue mempercepat acara dandan gak seberapa ini. Tergesa gue mengoleskan lip gloss ke bibir, sebelum mengambil tas selempang dan keluar dari kamar.

Di ruang tamu, terlihat ibu dan Galih sedang mengobrol. Biasa, ibu bertanya mau ke mana, dan Galih ini siapa.

"Jadi kalian mau nonton nih ceritanya?" tanya ibu sambil senyum-senyum. Gue pun langsung duduk di samping ibu.

"Iya, Tante," jawab Galih mengannguk, sopan. Ya Tuhan, lelaki idaman. Oke, sadar Lita, sadar.

"Baru kali ini loh ada cowok yang mau ngajakin anak perempuan Ibuk jalan."

Yaampun, ibu.

Gue pun senggol lengannya, ibu cuma bergeming.

"Memang Lita ini gak punya pacar, Bu?"

"Hehe, jangankan pacar, temen cowok yang main ke sini aja baru nak Galih."

Galih terkekeh.

Ibu ...!

Kenapa harus dibongkar sih. Malu tau! Seakan-seakan gue ini gak laku banget gitu.

Daripada terjadi pembocoran lain yang enggak diinginkan, gue pun mengajak Galih segera undur diri setelah berpamitan.

Di atas motor, Galih ngakak bahas percakapannya dengan ibu tadi. "Bener, Lit, baru gue cowok yang main ke rumah lo?"

"Ihhh, Galih, gak usah bahas itu lagi ngapa?" Gue bersidekap sambil cemberut.

"Ngenes banget sih, Lit. Emang lo belum pernah pacaran?"

"Kepo," ketus gue.

Galih malah kembali tertawa.

Sampai di mall bagian CGV, kami pun mengantri tiket. Ralat, cuma gue yang anteri, sementara Galih pergi untuk membeli beberapa cemilan yang akan jadi temen nonton kami nanti.

"Psttt!"

"Psttt!"

"Hoee!"

Gue menoleh mendengar bisik-bisik tetangga, eh maksud gue suara bisikan di belakang gue.

Gue agak terkejut, berjarak lima orang ke belakang, ada Diki dan ... Karin. Hemm, dunia sempit banget sih. Ketemu cowok ngeselin itu lagi, itu lagi. Bosen gue.

"Hai," balas gue berusaha ramah saat cewek di belakang Diki, alias Karin menyapa gue.

"Eh, Jeli, lo ngapain di situ?" tanya si Diki.

Kalau aja nggak di antara orang banyak, pengen banget gue jawab, "Gue lagi boker!" Heran banget gue sama tu cowok satu, udah tau gue lagi antri tiket sama kayak dia, masih juga tanya. Matanya kelilipan biji kedondong kali ya.

Alhasil biar nggak jadi panjang, gue pun cuma menggedikkan kepala ke Mbak kasir.

"Ohh, ternyata lo bisa juga ya nonton bioskop, gue kira tontonan lo cuma layar tancep."

Perkataan Diki yang lumayan keras, bikin beberapa orang noleh ke arah gue. Huh, kayaknya mulut tu cowok emang disetting buat menciptakan keributan. Gue udah nahan-nahan, eh dia nyablak terus.

Sabar, Lita, sabar. Gue berusaha menahan hormon emosi yang hampir mencapai level up.

Untung aja pas masuk bioskop tempat duduk gue jauh dari cowok cabe rawit itu. Setidaknya gue nggak akan mendapat gangguan untuk beberapa waktu ke dapan. Dan bisa fokus nonton film yang setelah baca novelnya, gue pikir endingnya mungkin gak jauh beda dari novel.

Benar saja, setelah keluar dari bioskop, gue belum berhenti nangis. Galih bukannya ikutan sedih, malah ketawa-tawa gak jelas liat gue.

Ni cowok kayaknya selera humornya receh banget. Sampai orang nangis aja diketawain.

"Lo itu ternyata cengeng ya. Dasar baperan," ejeknya.

"Ya sedih loh. Bayangin aja pasangan seromantis itu akhirnya ...." Gue pun kembali menangis. Dan Galih pun kembali tertawa.

"Gak semua hubungan romantis berakhir manis kali, Lit," katanya.

Bener sih.

"Udahlah nggak usah dibawa sedih, mending sekarang kita cari makan, lo pasti laper kan?"

Gue menyeka air mata. "Laper apaan? Lo tadi kan beli cemilannya banyak, mana mungkin gue masih laper."

"Tadi cuma makanan ringan. Sekarang saatnya kita makan berat. Udah, ayok, biasanya orang kalau abis nangis kan laper."

Gue mengela napas. "Yaudah."

Galih tersenyum, lalu menarik tangan gue. Ampun dah, ni cowok gak sadar kali ya kalau dia berpotensi merepotkan perasaan.

Dasar cowok!

****

A.N: Jangan lupa tanggapnya ya untuk Lita si gaje, hehe.






Cewek GajeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang