41. Jangan Membenci

520 76 13
                                    

Memasuki bulan Januari, enggak kerasa gue sudah melewati semester lima. Dan ini ujian sebenarnya untuk anak kelas dua belas. Semoga gue kuat menjalinya.

Di akhir semester kemarin nilai gue lumayan meningkat, mungkin karena lebih rajin belajar dan ikut bimbel. Bersyukur sudah mulai terbebas dengan yang namanya bucin, dan gue harap tetap seperti ini.

Meski dalam hati masih kerap merasa bersalah, karena gara-gara kejadian waktu itu, hubungan Diki dan Dino renggang, bahkan lebih-lebih renggang dari sebelumnya. Sudah lama mereka enggak terlihat bersama. Belum lagi terhalang libur semester. Dan saat gue tanyakan, Dino cuma bilang, biar waktu yang mengembalikan pertemanan mereka.

Meski Jalu enggak ikut-ikutan dengan hal ini, dalam artian netral, tetapi tetap saja tiga cowok itu enggak akan bisa seperti dulu. Dan semua gara-gara gue, cuma karena cewek enggak cantik dan seberapa kayak gue, seperti yang dikatakan Diki di rumahnya.

Kalau kayak begini bagaimana bisa merasa tenang. Mau meminta Diki untuk akur lagi sama Dino rasanya enggak berani. Gue ngerti, pasti dalam hati Dino sangat ingin hubungan pertemanan mereka kembali. Tapi mungkin dia yang terlalu gengsi, atau mungkin Diki yang enggak menanggapi.

Ahh, andai semua enggak jadi begini.

*"""*

Seperti biasa, tempat ternyaman buat kumpul adalah rumah Vindi. Kamarnya luas, cemilannya banyak. Wkwk. Habis membahas materi di buku penghantar ujian Nasional, gue pun melanjutkan aktivitas dengan menumpang WiFi. Cepat banget, Cuy. Namun, buka internet lama-lama bosan juga, gue pun mulai curhat dengan mereka.

"Nanti juga mereka akur sendiri," tanggap Vindi saat gue meminta solusi. Kata Vindi mereka juga sempat nongkrong bareng waktu malam tahun baru, meski belum sepenuhnya akur. Gue enggak tahu dia dapat informasi itu darimana.

"Serius Lo?"

"Ya."

"Tapi, ini udah lama banget loh mereka enggak temenan." Gue membuang napas, lalu menoleh ke Dara yang sedang fokus dengan laptop sambil makan kacang mede. Lagi menyelesaikan episode drama Korea yang diikutinya. Enggak banyak yang tahu kalau dia penggemar K-drama. Namun katanya, kurang suka kalau sama boyband atau girlband-nya.

"Bukan enggak temenan, cuma belum terlalu akur lagi."

"Tapi bener kan, mereka bakal temenan lagi kayak dulu?"

"Ya, tenang aja," jawab Vindi, lalu kembali menekuri ponsel. Entah perasaan gue atau apa, tapi intensitas main HP-nya meningkat. Vindi jadi sering buka hp dibanding baca buku. Senyum-senyum sendiri. Entah, mungkin lagi nemu yang menarik.

Mau enggak mau, gue pun ikut larut dalam ponsel untuk mengusir sepi. Membuka whatsapp enggak ada yang menarik, lalu beralih membuka aplikasi biru. Bertebaran meme-meme enggak jelas yang bikin ketawa. Ya, kadang sereceh itu humor gue. Tiba-tiba tangan merasa gatal untuk membuka profil cowok tengil itu.

Status terakhir dua tahun lalu, waktu awal-awal kelas sepuluh. Membuka gambar, unggahannya penuh dengan foto SMP bersama cewek-cewek. Enggak heran sih, soalnya udah pernah stalking waktu itu. Hehe.

Tetapi, ada satu foto yang cukup menggelitik hati ketika dilihat saat ini. Foto Diki merangkul pundak Dino, tersenyum begitu lepas. Foto itu diambil dengan seragam aneh saat menjalani masa orientasi siswa. Diunggah dengan caption, "Jangan sampai bertengkar cuma gara-gara cewek!"

Lalu kini di masa jelang kelulusan, mereka malah melanggar caption tersebut. Enggak, enggak  bisa dibiarkan begini terus, gue kudu bertindak. Kalau enggak mau tersiksa sendiri terus-terusan.

Cewek GajeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang