🌼51🌼

126 14 0
                                    

Jeng..jeng

Entah mengapa rasanya waktu berjalan begitu cepat bagi (nama kamu). Satu Minggu berlalu tidak terasa.

(nama kamu) yang sedang berjalan-jalan santai di sekitar komplek rumahnya, tidak sengaja melihat Iqbaal yang sedang berpenampilan rapi sambil membawa ransel yang cukup besar. (nama kamu) memincingkan matanya, memastikan jika laki-laki itu benar-benar Iqbaal.

(nama kamu) berjalan sedikit berlari untuk menghamipiri laki-laki yang memakai sweater ungu muda itu.

" Baal, " Ucap (nama kamu) sangat hati-hati sambil memukul pelan bahu kanan laki-laki itu. Laki-laki itu pun langsung memutar badannya menghadap ke (nama kamu). Benar saja, laki-laki itu adalah Iqbaal.

" (nama kamu)? " Ucap Iqbaal dengan tersenyum, sangat hangat.

" Mau kemana? " Ucap (nama kamu) yang langsung to the poin.

" Ke Aussie, rumahnya teteh " Ucap Iqbaal membuat (nama kamu) mengangguk kecil.

" Lama? " Ucap (nama kamu), yang entah kenapa raut wajahnya berubah menjadi sendu.

" Sebentar lah, kan ke rumah teteh aja. Habis itu pulang " Ucap Iqbaal dengan nada yang masih sangat santai sambil memasukkan ranselnya ke bagasi mobil.

" Ale, surat-surat untuk pendaftarannya udah kan? " Ucap Ody, mambuat (nama kamu) berkaca.

" Eh (nama kamu), teteh gak tau ada kamu "

" Hai teh " Ucap (nama kamu), Ody langsung menyambar tubuh (nama kamu) sekilas.

" Jangan sampe ada yang ketinggalan ya Le " Ucap Ody lagi.

" Teteh tinggal dulu " Ody langsung berlalu begitu saja meninggalkan mereka.

" Lo bohongi gue? " Ucap (nama kamu) dengan nada judesnya. Iqbaal tidak menjawab, namun menatap wajah (nama kamu) dengan sangat lekat.

" Kenapa sih Baal, lo harus bohongi gue lagi, terus? " Ucap (nama kamu) lagi, kali ini gadis itu sudah sedikit terisak.

" Jangan nangis " Ucap Iqbaal pelan. Iqbaal memang tidak pernah bisa kalau melihat (nama kamu) menangis di hadapannya seperti ini.

" Untuk apa lo ngelarang gue nangis, kalo lo sendiri yang buat gue nangis? " Ucap (nama kamu).

" Maaf " Lirih Iqbaal sambil memegang kedua tangan (nama kamu), menggamitnya.

Tidak ada jawaban dari (nama kamu).

" Gue mau lanjut kuliah di Aussie " Ucap Iqbaal.

" Jadi lama kan Iqbaal? "

" Cuma tiga hari, pendaftaran aja. Pas tahun ajaran baru, gue kesana lagi. Empat tahun disana "

Deg.

Entah kenapa rasanya (nama kamu) ingin sekali mencegah rencana Iqbaal untuk kuliah disana, tapi ia sadar, ia tidak berhak untuk itu. Lagi pula, sebentar lagi ia juga akan menikah dengan Alwan, jadi untuk apa mencegah Iqbaal? Itu sama saja dengan memberi harapan palsu saja bagi Iqbaal.

" Kalo lo cegah, gue gak akan lanjut (nam..) " Ucap Iqbaal lirih.

Ingin sekali (nama kamu) langsung mengatakan 'jangan pergi' tapi ia urungkan, karena itu akan terlihat sangat egois.

" Gue gak akan ngehalangin seseorang buat meraih cita-citanya, lo dulu kan pernah bilang pengen kuliah di luar negeri. Jadi, ini kesempatan lo. Manfaatin dengan sebaiknya " Ucap (nama kamu). Entah sudah berapa kali air matanya bercucuran.

Tanpa memberi aba-aba apa pun, Iqbaal langsung saja merengkuh tubuh (nama kamu), mendekapnya erat. Hal itu pula yang membuat (nama kamu) semakin terisak.

Kamu dan DiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang