3; Bridesmaid?

2.7K 363 14
                                    


"Pak Seokjin semakin lama semakin tampan saja." Nara—teman satu jurusan Aerin menyeletuk dengan tangan bertopang dagu. "Coba saja masih single." Sambungnya.

Aerin malah melengos tak semangat. Seokjin merupakan salah satu alasan kenapa ia mau menjadi babysitter untuk adik-adiknya. Ia pikir jika serumah dengan Seokjin, bisa saja dosen tampan itu terlibat kisah cinta dengannya. Ya, mana tau, karena sering bertemu tiba-tiba Seokjin suka padanya. Namun apa boleh buat, dosen itu sudah ada yang punya.

Masalah babysitter, tak ada satu pun yang tau selain mereka berdua. Bahkan Nara dan teman dekatnya yang lain juga tak tahu.

"Secantik apa sih tunangannya sampai dia mau nikah muda?" Nara lagi-lagi berceletuk, ditanggapi helaan napas Aerin. "Umurnya sudah 28 tahun, sudah pantas bagi dia untuk menikah."

Nara membelalakkan matanya. "28 tahun? Wah gila! Aku pikir umurnya masih sekitar 25 tahun!"

Aerin mengusap wajahnya. Jika mengingat-ingat perjuangannya mendekati Seokjin selama ini, rasanya ia ingin menangis saja. "Ya, dia sudah setua itu untuk mengurus enam adiknya. Apalagi orang tuanya sudah tidak ada, pasti ada keinginan untuk tidak sendiri lagi."

Nara mengangguk-anggukkan kepala. Namun, seperti tersadar akan sesuatu, keningnya segera berkerut. "Dari mana kau tau pak Seokjin punya enam adik dan orang tuanya sudah tidak ada? Kalau tidak salah, pak Seokjin itu sangat tertutup untuk masalah pribadi."

Seketika Aerin menggigit bibir bawahnya, merutuki dirinya sendiri yang membeberkan rahasia besar. "Eum, aku dengar rumor. Tapi mungkin saja rumornya tidak benar kan? Hahaha." Aerin tertawa paksa membuat Nara semakin bingung dengan gelagatnya.

Sebelum Nara menanyainya yang tidak-tidak, Aerin berdiri dan menarik Nara untuk pergi. "Sebentar lagi pelajaran pak Seokjin, kau tau kan pak seokjin itu sangat disiplin."

Untuk sekarang Aerin aman. Tapi entahlah besok-besoknya. Tak ada jaminan yang bisa membuat bibirnya itu tidak mengatakan hal-hal aneh.

***

"Aerin, sehabis ini ke kantor saya. Ada yang ingin saya bicarakan."

Sontak seisi kelas memandang ke arah Aerin. Bahkan Nara yang ada di sebelahnya menanggapi dengan mata terbuka lebar.

"Kesempatanmu, Aerin! Aku tau kau suka dengan pak Seokjin! Kau bisa buat dia tidak jadi menikah!" Walaupun Nara sedang berbisik-bisik, Seokjin yang berjarak sekitar tiga meter pun bisa mendengar.

"Pernikahan saya diadakan minggu depan, jadi asisten saya yang akan menggantikan kelas. Kalau begitu kelas selesai, selamat siang." Seokjin melihat kearah Aerin dan Nara dengan senyum lebar. Nara tersenyum kikuk, sedangkan Aerin tidak merespon apapun.

Aerin memandang Nara tajam sebelum melangkah mengikuti Seokjin. Nara berulang kali berteriak maaf, akan tetapi Aerin tetap melanjutkan langkahnya. Apa sih dosanya sehingga bisa berteman dengan gadis seperti Nara?

Aerin masuk ke dalam kantor Seokjin tanpa ketuk maupun salam. Tatapannya kosong ketika berdiri di hadapan Seokjin.

"Ada apa?" tanyanya tanpa basa-basi.

Seokjin mendongak dengan tangan bertopang dagu. Saat ini posisinya sedang duduk di kursinya dan Aerin tepat berdiri di depannya. "Bukan hanya karena kita dekat, kamu bisa bertingkah tidak sopan. Saya sih tidak masalah, tapi bagaimana jika ada yang melihat? Pasti akan ada gosip yang tidak baik buat kamu."

Aerin seakan mendengar suara retakan. Ya, Suara retakan dari dirinya sendiri, tepat di hatinya.

"Maafkan saya kalau begitu. Saya tidak akan mengulanginya lagi." Aerin menunduk dengan senyum dipaksa. Namun, belum sempat Seokjin menanggapi permintaan maafnya, Aerin segera menyela. "Kalau begitu, lebih baik bapak menyampaikan apa yang ingin bapak bicarakan dengan saya tanpa basa-basi. Apa yang ada dipikiran orang-orang ketika mendengar bapak mengundang gadis seperti saya ke kantor bapak disaat pernikahan bapak tinggal seminggu lagi? Pasti akan ada isu yang tidak baik untuk bapak."

Bagaimana jika kita menyebutnya satu sama?

Seokjin menurunkan topangan dagunya dan menatap Aerin sambil tertawa. "Saya tadi hanya bercanda, tidak usah dianggap serius."

Namun tawanya segera berganti dengan tatapan serius dalam hitungan detik. "Tanpa basa basi? Baiklah. Saya memanggil kamu ke sini untuk meminta kamu menjadi Bridesmaid calon istri saya nanti di pernikahan. Kami kekurangan beberapa orang untuk membantu menyiapkan beberapa perlengkapan. Kebetulan ada kamu, jadi saya berharap kamu bisa. Sebenarnya saya ingin membicarakan hal ini di rumah, tapi untuk beberapa hari ke depan saya tidak akan pulang. Ah iya, untuk bayaran sudah pasti ada, jadi kamu tidak perlu khawatir."

Hahaha, benar-benar tanpa basa-basi, persis seperti permintaan Aerin.
Tapi kenapa harus dirinya? Aerin pikir, pasti banyak yang mau membantu calon istrinya nanti, apalagi diiming-imingi dengan bayaran.

"Kami tidak bisa memilih sembarang orang, tentu saja. Walaupun kamu masuk ke rumah kami baru beberapa bulan ini, kamu sudah saya anggap sebagai keluarga saya sendiri." Perkataan Seokjin seolah menjawab pertanyaan Aerin.

Aerin menarik senyum dengan sedikit getaran di bibirnya. "Baiklah, tapi tidak perlu bayaran. Seperti yang bapak katakan, anggap saja saya seperti keluarga. Hal seperti itu sudah cukup untuk saya."

"Terimakasih. Saya pikir kamu akan menolak."

Aerin dengan cepat membungkuk, "Kalau begitu saya izin pergi, masih ada kelas setelah ini." Tanpa mendengar sepatah kata lagi dari Seokjin, Aerin segera berlalu.
Seharusnya Aerin membenci Seokjin sekarang. Namun, Aerin lebih membenci dirinya sendiri yang tak bisa membenci Seokjin.

Ah, ia juga membenci dirinya karena menolak bayaran mentah-mentah.

Yeah, lelaki tak hanya Seokjin seorang. Masih banyak laki-laki yang lain kan?

Tapi satu fakta yang membuat Aerin segera tersadar, sesadar-sadarnya.

Memangnya lelaki mana yang mau dengan gadis sepertinya?

[Hyungie]


Note!
Seokjin kira2 nikah sama siapa ya? Ada yang bisa nebak? Hehe

HyungieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang