37; Terus melamun

1.6K 334 88
                                        

Jangan lupa pencet bintangnya ya guys!

Ps! Ayo komen seberapa kangen kalian sama cerita ini.

***

Aerin POV

Semalaman aku tidak bisa tidur. Sangat sulit rasanya mencoba tidur di saat bayang-bayang wajah Yoongi selalu saja terlintas di otakku. Setiap aku memejamkan mata, Yoongi seolah ada di hadapanku, sedang menatapku tajam dengan matanya yang sipit.

Aku tidak tahu kapan aku tertidur. Yang jelas saat aku terbangun, rasanya aku baru saja berhasil memejamkan mata. Aku bahkan tidak sempat mengurus para bocah karena bangun kesiangan.

Untung saja, Namjoon yang entah sejak kapan memiliki keperdulian tinggi dengan sabar mengurusi bocah-bocah itu. Malah dengan inisiatif tersendiri dia mengajukan diri untuk mengantar mereka (terkecuali Jungkook tentunya) ke sekolah.

Aku mempunyai kelas saat jam 10 pagi, dan akan berakhir pada jam 2 siang.

Oh astaga. Memikirkannya membuatku kembali teringat dengan kejadian kemarin.

Fyi, sepertinya kemarin aku tidak sengaja mengonsumsi sesuatu yang mengandung alkohol. Jadi aku sedikit mabuk dan tidak sadar kalau sudah mengirimkan pesan suara yang isinya begitu menjijikkan kepada Yoongi. Ya anggap saja begitu.

Jadi, mari kita lupakan apa isi pesan suara itu.

Yoongi serius akan menjemputku nanti? Apa aku harus mengabari kalau kelasku berakhir pada jam 2? Tapi aku pasti akan terlihat begitu excited dengan ajakkannya, aku tidak mau melihatnya tersenyum penuh kemenangan karena hal itu.

Pagi ini, tepatnya pada jam sembilan lewat tiga belas menit, aku belum mempunyai keberanian untuk kembali keluar dari kamar setelah tadi membuat roti lapis selai cokelat yang proses pembuatannya berlangsung secepat kilat.

Jungkook sedang duduk di kasurku. Sebelah tangannya memegang roti lapis, sebelahnya lagi sebuah rubik. Memang dia tidak memainkannya, tapi melihatnya sedang fokus meneliti rubik itu membuatku flashback dengan diriku yang masih kecil.

Aku yang seumurannya saat itu mungkin sedang sibuk mengunpulkan siput dari halaman rumah lalu menyuruh mereka untuk lomba lari.

Boro-boro menyelesaikan rubik, aku saja masih sering tertipu kalau satu tambah satu itu sebelas.

"Jungkook, suka sekali rubik ya?"

Jungkook melirik sedikit, sangat benar-benar sedikit, bahkan tak sampai sedetik. Memangnya rubiknya itu akan kembali berantakan ya kalau dia mengalihkan pandangannya?

"Iya, kalau noona suka apa?"

Suka apa tanyanya...

Sepertinya otakku benar-benar sudah konslet ketika kata suka yang dilontarkan Jungkook membawa pikiranku pada sosok pria satu itu.

"Hyungie selalu memberikan Kookie rubik," Jungkook kembali bersuara, sepersekon kemudian mulutnya membulat ketika mendapati permasalahan yang di alami rubik itu.

Rubikie ya? Entahlah, aku tidak ingin bertanya apa nama rubik yang sedang dipegangnya.

"apapun pemberian Hyungie, Kookie pasti suka." sambungnya.

"Kookie sayang sekali dengan Hyungie, noona sayang tidak?"

Aku tidak tahu kenapa Jungkook tiba-tiba bertanya seperti itu. Untung saja dia hanya seorang bocah berumur 4—oh, mungkin hampir memasuki 5 tahun, jadi dia tidak tahu apa maksud raut terkejut dan wajahku yang memerah.

Tapi tetap saja di bawah alam sadar aku menjawabnya, "noona sayang hyungie kok."

Okay, setelah pikiranku jernih mungkin aku akan meminta Jungkook memukul kepalaku dengan rubik agar aku amnesia dan melupakan segalanya.

HyungieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang