35; Terus-terus

1.8K 391 148
                                        


Jangan lupa pencet bintangnya ya guys!

Ps!
Maaf malem bgt, aku manusia kalong soalnya ✌

***

Sebenarnya, Aerin tidak pernah berpikir kalau ayah akan mencarinya. Begitu juga dengannya, dia tidak pernah berniat untuk mencari ayahnya dan meminta segala yang sudah ambil darinya.

Bagi Aerin, ayah dan dirinya sendiri sudah mempunyai kehidupan masing-masing. Mereka tidak perlu memikirkan satu sama lain karena selain ikatan darah, mereka bukanlah lagi sebuah keluarga.

Namun mendengar penjelasan singkat Namjoon saat itu membuat Aerin menjadi berpikir ulang. Entah apa alasannya, yang jelas ayah sudah berusaha untuk mencari dan berhasil menemukannya. Bukankah sudah sepatutnya dia mendengarkan dulu apa yang akan ayahnya jelaskan?

"Kabarmu baik?"

"Hm." Tidak seperti sebelumnya, Aerin menjawab pertanyaan itu walau hanya sebatas dehaman.

"Mungkin permintaan maaf ayah terdengar sangat memuakkan di telingamu, tapi sekali lagi ayah ingin meminta maaf dan menjelaskan semuanya."

Aerin mengangguk patah-patah, netranya sama sekali tidak beralih dari cangkir teh hangat yang dia tangkup. Menatap refleksi dirinya yang terpantul dari air teh sedikit menghilangkan kegugupan yang ada pada diri Aerin.

"Kau tahu, dulu ayah sering sekali berbuat kesalahan, juga tidak pernah mengurusmu dan ibumu. Tapi ayah sama sekali tidak pernah berpikiran untuk meninggalkan kalian."

"Terlalu banyak hutang, ayah tidak tahu bagaimana harus membayar hutang-hutang itu. Sepeninggal ibumu, ayah bertekad untuk menyelesaikan semuanya." jelasnya. Pria itu sesekali melirik Aerin yang hanya menunduk.

"Saat itu ayah memang ingin membuat suatu usaha. Ayah meminta uang peninggalan ibu bukan untuk berhura-hura. Suatu saat, ayah pasti akan mengembalikan uangnya padamu."

"Tapi, mereka meminta ayah untuk melunasi semua hutang dan memaksa untuk memberikan uang itu. Ayah tidak ingin memberikannya, oleh sebab itu ayah pergi bersembunyi di suatu tempat selama beberapa bulan."

"Ketika beberapa preman yang diutus tidak pernah lagi mencari keberadaan ayah, ayah segera kembali ke rumah. Tapi rumah itu kosong, tidak ada siapapun. Tidak ada Aerin."

"Memang, aku ini ayah yang jahat sekali sampai-sampai tidak tahu di mana anaknya bersekolah dan tidak tahu ke mana harus mencarimu."

"Hingga saat itu, ayah sudah mendirikan sebuah toko buku kecil-kecilan dengan harapan kau akan datang untuk membeli sebuah buku. Tidak terlalu banyak pembeli, tapi ayah bersyukur masih ada yang datang untuk membeli sesuatu."

"Ayah ingat sekali, saat itu ada seorang pembeli yang membeli sebuah buku musik. Wajahnya memang tidak terlalu jelas karena dia memakai masker dan topi. Kulitnya putih, tetapi dia menutupi seluruh tubuhnya dengan pakaian hitam. Disaat dia membuka dompetnya, ayah melihatmu."

Aerin spontan menatap pria di hadapannya dengan manik yang membulat, seolah meminta penjelasan pasti akan kalimat terakhir yang diucapkannya itu.

Ayahnya terkekeh, ia tahu Aerin akan terkejut dengan penjelasannya. Hatinya sedikit bergetar ketika melihat manik Aerin yang membulat, respon yang sama seperti dulu, saat dirinya pulang membawa beberapa cokelat untuk diberikan kepada Aerin.

"Di dompetnya, ada fotomu yang terlihat sedang serius memilih barang. Mungkin saat itu kau berada di suatu pusat berbelanja. Ayah segera bertanya apakah pria itu mengenal gadis yang ada di dompetnya? Apakah tahu di mana tempat tinggalnya?"

HyungieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang