Jangan lupa untuk pencet bintangnya ya guys!
***
Aerin POV
Sebelum bertemu dengan keluarga Seokjin, hidupku hanyalah hidup yang biasa-biasa saja. Selama bertahun-tahun aku hidup dengan keluarga kecilku; aku, ibu, dan ayah. Aku anak tunggal dan tidak pernah merasakan apa rasanya berbagi kehidupan dengan saudara yang lain.
Lagi, sekarang ini aku hanyalah gadis berumur 21 tahun yang baru menyelesaikan semester lima perkuliahan. Aku tidak pernah tahu apa rasanya mempunyai anak ataupun menjaga anak. Dengan bakat dan pengalaman pas-pasan, aku mengambil pekerjaaan yang di tawarkan karena alasan finansial.
Aku tidak berpikir kalau pekerjaan ini adalah sesuatu yang perlu di anggap serius, yang penting anak-anak itu nyaman dengan kehadiranku. Aku berhasil membuat mereka nyaman dan kukira aku telah sukses dalam pekerjaanku.
Namun, aku salah. Menjadi babysitter bukanlah hanya sekedar merawat, memberi rasa nyaman, atau mengurus segala kebutuhan mereka. Ternyata aku juga harus memahami perasaan mereka, aku tidak boleh membiarkan ada perasaan yang disembunyikan.
Aku baru menyadari hal itu ketika Jungkook dengan tangis berurai mengungkapkan segala kesedihannya. Selama ini aku selalu mengira kalau mereka hidup berlimpah kebahagiaan, ternyata tidak. Mereka masih anak-anak, perasaan mereka suci dan tidak boleh dianggap angin lalu belaka.
Aku semakin menyadarinya ketika Jimin yang tak pernah mengamuk itu tiba-tiba melempar kasar sesuatu yang ada di tangannya, mengungkapkan keluh kesahnya sambil terisak.
Satu kesimpulan, aku belumlah menjadi babysitter yang baik untuk mereka.
Renungan itu berulang-ulang terputar di benakku. Pandanganku kosong, tertuju pada satu arah yakni kamar si tiga termuda yang tertutup rapat. Tanpa harus melihat, aku tahu kalau Jimin yang berada di dalam sana berusaha untuk menghentikan tangisnya.
Setelah peristiwa mengejutkan itu terjadi, tak ada satu pun suara yang terdengar selain suara isakan samar Jimin. Sama seperti diriku, kedua kakaknya: Namjoon dan Yoongi juga tercengang. Begitu pula dengan saudaranya yang lebih seperti sahabat: Taehyung dan Jungkook, juga memandang ke kamar mereka dengan raut sedih.
"O-ow? Aku membuat kesalahan?" Namjoon bertanya dengan nada hati-hati.
Aku melepas pandangan dari kamar Jimin untuk memandang Namjoon, ia terlihat sangat bersalah. Spontan tanganku bergerak untuk mengusap muka yang sedikit licin dan berminyak karena sejak pagi melakukan aktifitas yang menguras tenaga.
"Tidak, aku yang salah." putusku lalu melangkah untuk duduk di sofa ruang tamu.
"Kenapa kau selalu mengklaim kalau semua kesalahan adalah salahmu? Aerin, kau tidak salah apapun!" jelas Namjoon, sedikit berteriak di akhir kalimatnya, membuat kedua bocah yang berdiri di dekatnya berjengit terkejut.
"Memang semuanya salah—"
"Namjoon benar, kau tidak salah apa-apa. Tidak ada yang salah, Aerin." Yoongi memotong, membenarkan ucapan Namjoon.
Memang tidak ada yang salah, aku hanya ingin menyalahkan diriku. Sifat manusia memang seperti itu, kan? Selalu menyalahkan dirinya sendiri, walaupun tahu itu bukanlah salahnya. Aku tidak pernah menyukai sifat itu, tapi tak dapat dipungkiri kalau sifat tersebut juga terdapat di dalam diriku.
"Sekarang ini, seseorang harus datang untuk membujuknya. Tidak ada waktu untuk menyalahkan siapapun." Yoongi kembali berujar, menberikan perintah untuk segera dilaksanakan.
Jungkook berjalan pelan menuju kamarnya, ia bahkan belum sempat memakan pepero stick yang dipegang.
"Jiminie? Jangan nangis, Kookie belum makan sticknya kok. Ayo kita makan bersama."

KAMU SEDANG MEMBACA
Hyungie
FanfictionAda tiga monster kecil, satu monster receh, satu monster bernapas api, satu monster penghancur, dan satu monster berotak separuh. Jika disuruh memilih satu, siapa yang akan kalian pilih untuk diasuh? 2019, Chocooky_