Chapter 1

5K 344 10
                                    

Sebuah mobil sedan hitam melaju dengan cepat membelah jalan panjang di tengah hutan lebat, mobil itu akan menuju kota kecil yang ada di seberang hutan tersebut.

Sepasang kakak beradik yang berada dalam mobil itu sudah menempuh perjalanan yang begitu panjang. Sang kakak laki-laki sedang sibuk menyetir mobil dan sang adik perempuan hanya terdiam menundukkan kepalanya.

Rambut hitam pekat milik gadis itu selalu menutupi setengah wajah. Bahkan enggan untuk melihat pemandangan hutan yang gelap dan menakutkan. Dia tidak takut, hanya saja gelisah dengan keadaannnya sekarang. Sudah berkali-kali ia dan kakaknya berpindah dari wilayah satu ke wilayah lainnya dan juga ia mempunyai masalah dengan lingkungan baru.

Perjalanan kakak beradik tersebut tiba di perbatasan kota. Terpampang tulisan besar yang bertuliskan Sindy City. Itulah nama kota tersebut. Dari perbatasan sudah nampak lampu-lampu yang menyala dari rumah penduduk kota.

Pemandangan kota tersebut sangat indah di malam hari. Namun gadis yang sedari tadi terdiam itu tetap tidak berkutik dari tempatnya, bahkan untuk sekedar melihat dari kaca mobil pun enggan untuk ia lakukan.

Sang kakak yang masih terus menyetir sudah terbiasa dengan sikap adiknya tersebut, pendiam, dingin, dan susah untuk diajak bicara. Kecuali jika ia membicarakan hal penting dan berterus terang.

Ia terus melajukan mobilnya sampai di pusat kota. Membelokkan mobilnya ke sebuah belokan jalan yang cukup sepi, tepat di ujung jalan terdapat sebuah rumah dengan model abad pertengahan.

Rumah itu berkesan tua namun unik, dan halamannya pun dipenuhi dengan daun-daun dan ranting kering yang berjatuhan dari dahan pohon. Pantas saja harga yang ditawarkan lumayan murah karena termasuk rumah terbengkalai.

Kakak beradik tersebut turun dari mobil mereka. Sang kakak membuka bagasi dan mengemasi semua barang-barang. Gadis itu turun dan melangkah ke arah rumah tersebut.

Sebelum menginjakan kakinya di anak tangga kecil yang akan membawanya menuju pintu utama rumah tersebut. Beberapa detik gadis itu memandanginya dengan tatapan yang sulit diartikan.

"Kau tidak mau masuk?" tanya James tiba-tiba, pria itu sedang membawa dua buah koper menghampiri dirinya.

Sama sekali tidak ada tanggapan. Gadis itu melangkahkan kakinya di anak tangga kecil tersebut lalu membuka pintu tua itu perlahan.

Kreeeeaaaattttt...

"Sepertinya aku harus memperbaiki pintunya," ucap James saat adiknya itu membuka pintu yang tiba-tiba sedikit berdecit, sangat mengganggu pendengaran.

Mereka pun masuk ke dalam rumah lalu menutup pintu rapat-rapat. James menaiki sebuah tangga yang akan membawanya ke lantai atas. Sedangkan gadis itu menatap kosong ke arah semua benda di dalam rumah tersebut. Sekarang ia ada di sini, namun tidak ada yang tahu jika besok. Apakah kakaknya itu akan membawanya berpindah lagi?

"Baiklah Elena, kita akan aman di sini," ucap James yang tiba-tiba ada di hadapannya.

Gadis yang bernama Elena itu mengerti maksud perkataan kakaknya lalu mengangguk kecil. Dirinya akan aman.

"Kau lapar? Aku akan menyiapkan sesuatu," kata James dan berlalu menuju dapur dengan membawa sebuah kantung belanjaan.

Elena melangkah dan duduk di sebuah sofa berwarna biru tua lalu menaruh tas hitamnya di samping tubuhnya. Tatapannya masih kosong. Elena mirip seperti orang yang sedang kerasukan roh halus, tetapi itu tidak mungkin terjadi karena ia masih ingat siapa dirinya.

Tidak lama James datang membawa dua mangkuk oatmeal. Oatmeal tersebut cukup untuk menghangatkan badan mereka pada malam yang dingin ini. Ya, cuaca di kota ini cukup dingin bahkan kadang salju pun turun tak terduga.

ROSE DEATH ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang