Chapter 17

977 99 1
                                    

Elena mencoba untuk tidak peduli dengan keberadaan Sean. Pemuda itu sedang duduk di tempat duduk yang jaraknya tak terlalu jauh darinya. Elena tahu Sean memperhatikannya, tapi ia tetap tidak peduli. Namun, itu membuatnya semakin risih dan tidak nyaman.

Elena kembali menatap buku yang sedari tadi ia pegang. Ia bahkan tidak sempat membacanya, karena sibuk melirik Sean yang tiada hentinya menatapnya sembari menikmati secangkir teh atau kopi di meja itu.

Entah kenapa melirik Sean adalah sebuah kesibukan baginya sekarang. Ia pun mengabaikan semua bukunya dan menjadikannya sebagai media untuk menghindari tatapan Sean.

Tiga hari ini Elena berhasil menghindar dari Sean, namun pemuda itu selalu mengawasinya. Entahlah, mungkin Sean belum tahu jika mereka sudah tidak memiliki urusan lagi.

Mrs. Joanna pun juga sudah menyetujui permintaan Elena agar Sean berhenti untuk menemaninya dan tidak menghukum pemuda itu lagi. Elena hanya ingin menjauh dari Sean dan perlahan menepis perasaannya.

Mungkin sebuah kesalahan bagi Elena telah memberitahukan perasaannya pada Sean. Ia pikir dengan mengungkapkan perasaannya menjadi lebih tenang, tapi itu malah memperburuk keadaan.

Elena kembali melirik Sean dari sudut matanya. Ia melihat Alice mendekati Sean dan gadis itu duduk di sebelah Sean dan menggenggam mesra tangan pemuda itu.

Elena merasa sedikit kesal, akui saja ia cemburu. Elena pun beranjak dari kantin. Ia tahu Sean menyadari kepergiannya. Tapi pemuda itu tidak mengejarnya. Tapi lebih baik begitu, agar ia tidak berharap lagi. Namun, perasaannya sedikit tidak terima jika Sean dekat dengan orang lain, apalagi Alice.

Sementara Sean, ia melihat Elena beranjak dari mejanya namun Sean hanya bisa diam karena Alice menahannya. Gadis centil itu pun tidak bisa diam. Alice mengenggam tangannya, memeluknya bahkan hampir ingin menciumnya. Sean memutar matanya merasa muak, pasrah dengan kelakuan Alice. Alice semakin lengket dengannya setelah Elena menjauhinya selama tiga hari terakhir ini.

Sean tahu Elena menjauhinya karena ia tidak ingin membalas perasaannya. Elena mungkin akan memutuskan untuk tidak mengenal dirinya lagi dan menjauh sampai perasaan itu hilang dan lenyap hingga tak membekas.

"Apa benar kau sudah putus dengan Elena?" tanya Alice menyadarkan Sean dari lamunannya.

"Siapa yang bilang?" tanya Sean, sedikit protes.

"Kemarin Elena memberitahuku bahwa dia sudah tidak memiliki hubungan apapun lagi denganmu," jelas Alice.

"Benarkah?" Sean mulai sedikit percaya dengan ucapan Alice.

"Iya." Alice menatapnya lekat dan tersenyum. "Jadi apakah ada ruang untukku untuk memilikimu?"

Sean terdiam. Alice mendekatkan wajahnya dan melirik bibirnya. Sean hanya diam, Alice semakin dekat. Sean belum bisa membuka hatinya untuk orang lain, hatinya hanya untuk Elena.

Sean sedikit menjauh dari jangkauan Alice. "Maaf Alice, aku masih mencintai Elena. Aku tidak bisa," katanya lalu beranjak meninggalkan Alice, gadis itu berdecak kesal.

"KENAPA SEAN?" teriak Alice. Sean hanya menghiraukan.

Apakah gadis itu tidak malu ditatap oleh semua orang? Bahkan Sean pun merasa tidak enak, jika saja semua orang mengira bahwa ia telah menyakiti Alice.

Sean pun tidak peduli dan melangkah ke arah pintu kantin. Berniat untuk bertemu dengan Elena, tapi gadis itu menghilang. Sean curiga Elena bukan manusia normal. Karena gadis itu menghilang secepat kilat, apakah gadis itu bisa melesat seperti vampir atau makhluk mitologi lainnya?

Sean mulai berfantasi lagi, dan menepis pemikiran bodohnya itu. Mana ada makhluk semacam itu. Itu konyol, Sean tidak percaya.

Lalu Sean memutuskan untuk pergi ke perpustakaan, mungkin Elena ada di sana. Sean memasuki perpustakaan itu dan melihat beberapa siswa-siswi yang sedang membaca buku dan berbisik-bisik.

ROSE DEATH ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang