Chapter 32

789 78 1
                                    

“Hey kau sedang apa?” tanya seorang gadis kecil berambut hitam legam menghampirinya yang sedang duduk di dekat balkon istana. Edward hanya menghiraukan kedatangan gadis itu tanpa mengalihkan pandangannya sedikitpun.

Edward sedikit terkejut saat sepasang lengan kecil melingkari lehernya. “Hey, apa yang kau pikirkan?” tanyanya.

“Tidak ada,” jawab Edward singkat membiarkan Rose memeluk lehernya dan meletakkan dagu di bahunya.

“Tapi kau tidak menjawab pertanyaanku, pangeran tampan.” Rose menyentuh-nyentuh pipi Edward menggunakan jari kecilnya tampak gemas dan sesekali menggodanya.

“Ayolah putri kecil, kemari! Kau membuat leherku sakit,” Edward memberitahu. Rose pun melepasnya lalu berlari kecil memutari tempat duduk panjang itu dan duduk di sebelahnya.

“Baik, apa yang kau pikirkan? Katakan padaku!” pinta Rose antusias. Mata gelapnya menatatap nyalang menunggu jawabannya. Namun Edward hanya diam sembari menatapnya juga.

“Kenapa kau tiba-tiba ingin tahu?” tanya Edward tersenyum kecil. Rose memberikan senyuman aneh.

“Aku ingin sepertimu, membaca pikiran dan perasaan,” tuturnya. Rose memiringkan kepalanya menatap Edward sembari tersenyum kecil. Tingkah adik kecilnya itu membuat Edward menjadi sedikit gemas.

Edward menggeleng kecil. “Tapi kekuatanmu jauh lebih hebat daripada diriku, kau bisa membunuh dengan satu serangan.”

“Huh?” Rose tampak tidak mengerti, mulutnya ternganga. Gadis seusia Rose memang belum mengerti apapun mengenai hal semacam itu.

“Kau itu masih lima tahun, kalau besar nanti juga tahu sendiri.” Edward tersenyum kecil menyentuh hidung munggil Rose membuatnya mengatupkan mulutnya kembali.

“Hmm baiklah. Ayo bermain!” Rose memasang wajah membujuknya.

“Apa?” tanya Edward.

“Coba tebak apa yang aku pikirkan!” tantangnya memainkan alisnya. “Aku akan berusaha agar kau kalah.”

“Rose, kau tidak akan pernah bisa mengalahkanku. Aku ini orang dewasa, sedangkan kau masih kecil.” Edward tersenyum kecil tampak remeh membuat Rose memberenggut.

“Tebak saja,” pintanya keras kepala.

“Sudahlah aku harus pergi. Jalan-jalannya nanti saja ya.” Edward beranjak, ia tahu apa yang dipikirkan Rose, jalan-jalan di hutan dan menggendongnya berkeliling.

“Apakah ayah memberimu tugas lagi? Seperti apa? Apa boleh aku ikut?” tanya Rose ingin tahu saat mengekorinya. Gaun abu-abu cerahnya menjuntai menyapu lantai tampak anggun dengan langkah kecilnya.

Edward berhenti dan berbalik menatap Rose yang mendongakan kepala menatapnya. Ia tersenyum kecil lalu berjongkok menyamai tingginya dengan Rose. “Tugas ini berbahaya.”

“Apa membunuh?” tanya Rose. Kali ini tatapan Rose jauh berbeda dari sebelumnya, lebih tajam. “Jelaskan padaku!” pintanya.

“Iya, membunuh seorang gadis yang akan menghancurkan keluarga kita,” jelas Edward memegang kedua bahu gadis kecil itu. Rose terdiam dengan ekspresi yang aneh, wajah cerianya lenyap begitu saja.

“Itu artinya kau akan membunuhku, kakak.”

“Apa? Akh…”

Mawar itu tiba-tiba menusuk dadanya lalu Rose mencabutnya kembali hingga Edward memegangi dadanya —menyakitkan. Rose menatapnya dengan senyuman aneh lalu memeluknya erat. Darahnya mengotori gaun yang di kenakan gadis kecil itu.

“Ingin membunuhku sama saja bunuh diri,” gadis kecil itu berbisik tepat di telinganya. Terdengar dingin dan gelap.

“Aku Rose adik kesayanganmu.”

ROSE DEATH ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang