Chapter 33

805 77 1
                                    

Darah timbul akibat kebencian. Rasa benci itulah yang selama ini menguasai dirinya sampai menuntunnya berani untuk membunuh. Tapi kali ini perasaannya berbeda. Ia tidak ingin melenyapkan pria itu.

Rasa kosong dalam diri Elena seolah tergantikan oleh kebenaran pahit yang menimbulkan luka di hatinya. Kekacauan dalam hatinya seolah semakin hancur ditimpanya bertubi-tubi. Mengingat pengakuan dari pria itu dan juga James yang selama bertahun-tahun menyembunyikan kebenaran tentang keluarganya.

Elena mengepalkan tangannya kuat, menimbang dan berpikir. Haruskah ia menyerah terhadap pria itu atau melawannya sampai berakhir? Elena tidak pernah ragu terhadap kemampuannya. Namun cedera adalah hal yang paling Elena hindari. Ia akui itu sakit, namun mengeluh akan membuatnya semakin sakit. Mengigat luka di pipi dan lengannya sedikit membuatnya tidak berdaya.

“Tidak masalah aku mati untuk membunuhmu,” ucap Edward sembari bangkit berdiri yang ditumpu oleh pedangnya.

Elena berbalik menatap sengit pria itu dan tidak mengatakan apa-apa. Tangannya masih mengepal kuat. Beberapa detik kemudian ia melepas kepalan tangannya.

“Aku ingin mendengar penjelasan James secara langsung. Setelah itu aku akan menentukan keputusanku, menyerah atau melawanmu,” ucap Elena. Tatapan matanya perlahan tajam.

“Apakah penjelasanku tadi belum cukup?” tanya Edward menatapnya bengis penuh benci.

“Dari semua penjelasanmu, satu hal yang masih mengganjal pikiranku. Mengapa dia berubah pikiran ingin melindungiku dari kematian?” Perasaannya kembali bercampur aduk.

“Sudahku katakan kau mirip dengan adikku,” ucapnya lirih.

“Aku tidak yakin dengan alasan itu. Aku ingin mendengar langsung darinya,” Elena berkata sembari menahan amarahnya.

“Tapi kau tahu Alexander…,”

“Ya aku tahu kau telah membunuhnya. Jadi sekarang kau bangkitkan dia kembali!” Elena membentak pelan karena sudah diselimuti emosi.

“Aku tidak mau membangkitkan orang yang telah mengkhianatiku!” bantah Edward.

Elena bergerak cepat kearah Edward. Setelah itu ia menarik kerah pakaian pria itu berupaya mengancamnya. “Dengar! Pasti kau juga ingin mendengar penjelasan mengapa dia mengkhianatimu.”

Pria itu terdiam, entah sedang berpikir atau mempertimbangkan sesuatu. “Aku datang untuk membunuhmu, bukan mendengar penjelasan pengkhianat itu.” Edward memberontak membuat cengkramannya pada kerah pakaian pria itu terlepas dan ia bergerak mundur.

“TURUTI SAJA KEMAUAN PUTRIKU!” teriak Marion yang sedari tadi hanya terdiam menyaksikan pertangkaran antara Elena dan Edward.

“Diam saja kau! Setelah aku membunuh putrimu ini, aku akan membunuhmu wanita murahan.” Elena merasa geram mendengarnya dan melesat melayangkan pukulan pada wajah pria itu tanpa disadarinya. Hasilnya Edward tersungkur di lantai lalu menatap Elena sengit karena telah berani menyerang secara tiba-tiba seperti itu.

“Kau menghina wanita itu –maksudku −ibuku,” Elena berucap dengan sedikit nada keraguan. Namun Marion menatapnya terkejut sekaligus memberinya tatapan haru. “Diam saja di sana!” titah Elena pada Marion tanpa menatap wanita itu, matanya sibuk menatap Edward yang tersungkur di lantai.

“Tidak ada gunanya kau membela wanita itu dengan pukulanmu yang belum ada apa-apanya dibanding ayahku,” ucap Edward sembari menarik salah satu sudut bibirnya tersenyum. Lalu bangkit pelan-pelan dengan tenaga yang masih tersisa.

“Apakah pria itu…,” tanya Elena menjeda kalimatnya.

“Ayahku, maksudku ayah kita –dia sangat kuat, bahkan melebihi kekuatanmu itu.” Edward mengatakannya begitu bangga tentang ayahnya. Dan membuat Elena merasa kesal mendengar hal itu. Mungkin karena pria itu yang membuat Elena memiliki kekuatan itu.

ROSE DEATH ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang