Chapter 12

1.1K 113 3
                                    

Setelah bel istirahat berbunyi. Sean langsung mencari Elena. Ia benar-benar ingin selalu dekat dengan gadis itu. Sendari tadi dirinya merasa gelisah, entah sejak kapan perasaan itu muncul. Yang pasti sekarang ia mengkhawatirkan Elena.

Sean melangkahkan kakinya dengan cepat sembari memperhatikan sekelilingnya. Berharap ia menemukan gadis itu. Perasaan khawatir terus menjalari dirinya.

Ia harus menemani dan menjaga Elena sesuai perintah Mrs. Joanna agar hukumannya diringankan. Terlebih lagi wanita itu mengancam ingin mengeluarkannya dari sekolah jika ia tidak berhasil mencari tahu mengenai gadis itu. Namun Sean sedikit bingung, apa yang akan wanita itu lakukan pada Elena setelah mengetahuinya?

Tak lama Sean berjalan dengan langkah cepatnya. Akhirnya ia melihat Elena. Gadis itu sedang menduduki bangku dekat dinding koridor. Senyuman langsung menghiasi bibirnya. Sean senang bisa menemukan Elena dan segera menghampiri gadis itu.

Sean menyentuh bahu Elena lembut tanpa mengeluarkan suaranya hingga membuat gadis itu mendongakan kepala menatap Sean. Tidak sedikitpun rambut hitam pekat itu menyingkir dari setengah wajah Elena, membuat Sean ingin sekali menyingkirkannya. Ia belum pernah menatap mata kiri Elena. Gadis itu seperti menyembunyikan sesuatu. Tapi Sean tidak peduli. Mungkin gadis itu lebih nyaman dengan menutup wajahnya seperti itu.

Sean pun ikut duduk di samping Elena. Menatap Elena yang menatapnya dingin —selalu saja seperti itu. Sean ingin mendapat tatapan berbeda. Sebuah tatapan hangat dengan senyuman yang menghiasi bibir tipis itu.

Elena memalingkan pandangannya dari Sean. Entah kenapa Sean merasa terabaikan dan merasa bahwa Elena tidak ingin ia berada di dekatnya. Sean berusaha tenang dan menyentuh dagu Elena dan memutarnya agar gadis itu menatapnya. Tidak lupa Sean menyelipkan rambut kanan Elena yang tergerai indah ke belakang telinga gadis itu. Sama sekali ia tidak berani menyentuh rambut yang menutupi mata kiri milik Elena.

"Apa?" tanya Elena singkat dan dingin memandang Sean dengan kerutan di dahi.

"Kau hanya sedikit menyeramkan Elena," balas Sean lembut, menampilkan senyumannya. Memang benar Elena tampak menyeramkan saat ini. Tapi entah kenapa ia merasa gemas dengan wajah dingin dan menyeramkan itu, seolah tidak merasa takut sama sekali.

"Are you scared?" tanya Elena pelan dan dingin semakin menajamkan tatapannya.

Sean tersenyum. "Tidak, hanya saja aku berpikir bahwa kau itu...," balas Sean kesulitan mencari kata-kata.

"Apa?" tanya Elena mulai curiga.

"Kau seperti pembunuh berdarah dingin." Sean tersenyum.

"Apa kau takut jika aku membunuhmu?" tanya Elena tanpa berkedip menatapnya, tatapan tajam itu semakin membuat Sean agak gelisah.

"Tidak juga, tapi untuk saat ini aku benar-benar takut jauh darimu," jawab Sean menatap lembut. Elena pun terlihat malas, mungkin gadis itu menganggap hal itu hanyalah sebuah lelucon atau rayuan.

"Lebih baik aku membunuhmu dan aku bisa jauh lebih tenang," balas Elena membuat hati Sean terluka. Elena benar-benar tidak ingin ia ada di dekatnya.

Elena beranjak dan seketika kehilangan keseimbangannya. Sontak saja Sean terkejut dan menangkap tubuh munggil itu dan kembali membuat Elena duduk di sampingnya.

"Ada apa Elena?" Sean sangat khawatir. Gadis itu memegangi kaki kanannya yang sepertinya kesakitan.

Elena tidak menjawab. Tanpa banyak tanya Sean kemudian menangkat tubuh Elena bridal dan berjalan menuju ruang kesehatan. Sean tahu Elena saat ini sedang tidak baik-baik saja. Ia juga tidak peduli dengan tatapan semua orang yang melihatnya. Bahkan ia sempat melihat Alice yang terpaku sembari menghentakkan kakinya. Sean tidak peduli dengan perasaan gadis berambut blonde itu.

ROSE DEATH ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang