Chapter 36

721 70 2
                                    

Edward tidak menyangka berani-beraninya gadis itu menantangnya dan main-main dengan kematian. Jika saja Rose tidak menghantuinya dalam bayang-bayang Elena, pastinya gadis itu sudah mati di tangannya sejak awal ditemukannya.

Tapi hal yang paling gila dari semua ini adalah, Edward memancing Elena datang kemari sementara ia tidak ingin keluarganya hancur karenanya. Sungguh, dirinya tidak habis pikir dengan tindakan bodohnya ini, apalagi ia tidak sanggup membunuhnya. Ini akan menjadi masalah besar.

Para prajurit yang ia perintahkan tadi untuk menangkap penyusup juga mempertanyakan mengapa Elena sangat mirip dengan Rose. Mereka mengaku saat melihatnya, mereka begitu sangat terkejut. Edward hanya bisa menjawabnya dengan jawaban menggantung dan memerintahkan semua prajurit itu untuk diam dan tidak bertanya macam-macam lagi.

“Pangeran Edward?” panggil seorang pria yang diyakininya adalah pak tua penasihat raja. Edward sangat malas bertemu dengan pria yang memiliki gaya berpakaian yang aneh itu atau kolot. Maksudnya, sangat kuno dan tidak sesuai dengan perkembangan jaman.

Pria itu menghampirinya. “Senang sekali anda sudah kembali,” ucapnya lalu sedikit membungkukkan badan memberi hormat.

“Berisik kau,” kata Edward melewatinya dengan kepalanya yang masih frustasi berat.

“Tampaknya anda sedang kacau, apa lebih baik saya meminta pelayan untuk membuatkan anda sesuatu?” tanya pria tua cerewet itu lagi yang tiba-tiba muncul di sampingnya.

“Tidak perlu,” balasnya singkat sembari melanjutkan langkah.

“Baiklah, omong-omong ayah pangeran selalu menanti kedatangan anda. Lebih baik anda menemuinya, saya permisi.” Pria itu undur diri dan pergi entah kemana dan Edward tidak peduli.

Kini Edward berbelok di persimpangan lorong dan menemukan ibunya sedang menata bunga mawar di sebuah meja tepat di bawah sebuah lukisan besar. Segeralah Edward menghampirinya dengan senyuman lebar.

“Yang mulia Ratu Elvisa,” sapa Edward sangat sopan berupaya menggoda wanita itu.

Awalnya sang ratu hanya bersikap biasa saja. Namun saat membalik tubuhnya, matanya langsung melebar, terkejut mengetahui putranya sudah kembali.

Begitu senangnya hati Elvisa sampai memeluk Edward. Matanya berkaca-kaca, dan hanya diam memeluknya. Edward sedikit merasa terluka saat mengetahui wanita itu membayangkan Rose kembali seperti dirinya saat ini dan melakukan pelukan bersama.

“Ayah memberimu tugas dan pergi begitu lama, kau tidak tahu bagaimana perasaanku di sini tanpa anak-anakku.”

“Ibu, kau tidak usah bersedih, aku sudah kembali,” kata Edward melepas pelukan ibunya.

“Ya, aku sudah mendapatkan setengah kebahagianku kembali yaitu dirimu, tapi setengahnya lagi...,” Elvisa menatap lukisan besar di sampingnya.

Lukisan Rose yang memamerkan punggungnya yang mulus serta memakai gaun favoritenya; abu-abu cerah. Rambutnya tergerai indah dengan mahkota yang pas di atas kepalanya, serta tatapan yang anggun. Tidak tajam atau pun tersenyum, namun berkesan menawan. (Bisa dilihat di mulmed)

“Aku selalu menunggunya kembali,” ucap Elvisa kembali manatap Edward. Matanya menyiratkan kesedihan.

Edward begitu sangat prihatin melihat ibunya yang selalu bahkan hampir setiap hari merasa sedih seperti ini. Kehilangan Rose membawa pengaruh yang besar bagi Elvisa, hingga wanita itu melupakan kondisi kesehatannya sendiri karena selalu menanti Rose.

“Sebaiknya ibu istirahat, aku selalu berharap agar Rose kembali dan bersama kita selamanya.” Edward tersenyum, hal itu sukses membuat Elvisa membalas senyumannya lebih lebar lagi.

ROSE DEATH ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang