Papa tidak menunggu waktu yang lama untuk mencari pengganti Om Doni.
Pagi hari saat aku keluar dari kamar, bersiap untuk ke sekolah, kamar pengawal yang tadinya ditempati Mas Doni tampak terbuka.
Kamar pengawalku memang ditempatkan persis di depan kamarku, di samping perpustakaan pribadi milik Papa.
Saat melewatinya, aku melihat seseorang sedang membuka tas di atas tempat tidur. Pria itu membelakangiku, jadi aku tak bisa melihat wajahnya. Tapi aku berhenti untuk memperhatikannya.
Hmm... kalau dilihat dari bodinya sih boleh juga. Tubuhnya jelas lebih tegap tapi berisi dibanding Mas Doni. Saat aku tengah menduga-duga tinggi badannya, ia meluruskan punggungnya dan bergerak ke arah lemari sembari membawa tumpukan pakaian.
Mungkin menyadari ada sepasang mata sedang memperhatikan, pria itu berbalik. Mata kami saling bertemu, bertatapan.
Sejujurnya, andaikan saja dia bukan bagian dari alat yang digunakan oleh Papa untuk mengurungku dalam sangkar emasnya, mungkin aku akan mempertimbangkannya jadi kekasihku.
Ya ampun... dia tampan sekali!
Iya sih, kulitnya bersih, tapi tak menghilangkan kesan maskulin sama sekali. Malah, ia jadi terlihat lebih seksi.
Saat matanya melihatku, tubuhku seakan-akan disedot mata hitam kecoklatan itu ke dalam pusaran misteri yang dalam.
Ia tidak tersenyum, tidak juga memberi salam padaku. Hanya berjalan menuju pintu dan... menutupnya.
Wagelaseh!
Gimana bisa dia melakukan itu di depan hidungku!?!
Aku nona muda yang akan ia layani sepanjang hari selama ia bekerja di sini. Nona yang menguasai kamar terbesar kedua di rumah besar ini. Nona yang mampu membuat Papa memerintahkan dirinya dipecat dalam hitungan detik.
Enak saja! Tidak bisa dibiarkan ini! Tidak bisa!
Hanya saja ketika kakiku melangkah menuruni tangga dengan cepat menuju ruang makan, aku teringat sesuatu.
Di antara semua pengawalku baru orang ini yang gantengnya sesuai dengan standar pria idamanku. Kan sayang juga kalau kusia-siakan. Ketika kakiku sampai di depan meja makan, keputusanku mengikuti seleraku.
Papa mengangkat kepalanya dari Ipad yang dipegangnya saat aku mendekat. "Tumben kamu turun cepet bener. Kebetulan kalau begitu. Penggantinya Doni udah ada di atas, Papa mau ngenalin."
Baru saja mulutku hendak membuka, terdengar suara di belakangku. "Selamat pagi, Dan!"
Papa tersenyum. "Pagi juga, Malik."
Aku menoleh ke belakang.
Eh, kapan tuh orang mengikutiku? Kok tahu-tahu sudah ada di belakangku? Kenapa aku tak menyadarinya.
"Ini putri saya, Lik. Namanya Ayari Nayla Putri. Tapi kamu panggil saja dia Aya," kata Papa sambil menunjuk ke arahku.
Kali ini aku berbalik dan berhadapan dengan pengawal baru yang dipanggil Papa dengan 'Malik' itu. Ia mengangguk padaku, menyodorkan tangan dan aku memilih melipat kedua tangan di depan dada.
Wajahnya tak mengekspresikan kalau ia terkejut atau bingung. Yang ia lakukan hanya menarik tangannya dan bersikap siap ala militer sebelum menyebut namanya. "Siap. Perkenalkan nama saya Qori Salahuddin Malik, Mbak Ayari bisa panggil saya Malik!"
Aku bengong.
Whats!! Qori apa? Qori Salahuddin Malik. Oke baiklah, dua nama di belakangnya tidaklah aneh. Bagus malah. Tapi Qori? Itu bukannya nama perempuan ya?
KAMU SEDANG MEMBACA
My Cool Bodyguard, Let Me Free! [TAMAT]
General FictionAyari Nayla Putri membenci pengawal barunya ini. Tak seperti puluhan pengawal yang pernah menjaganya, pengawal yang baru ini justru melakukan banyak hal yang sering membuatnya marah. Pengawal baru itu lebih mirip pengganti Papa dibandingkan berlaku...