Saat terbangun, jendela kaca besar di kamarku sudah tertutup rapat. Hanya cahaya temaram dari lampu tidur di sisi tempat tidur yang menerangi kamarku.
Sembari menggeliat, aku melirik jam digital yang ada di meja yang sama dengan lampu itu.
11.20 PM.
Berarti sudah malam.
Tapi sayup-sayup telingaku mendengar suara Mama. Aku beranjak dari tempat tidur. Suara Mama terdengar dekat. Di depan pintu aku berhenti dan mendengarkan pembicaraan Mama dengan seseorang entah siapa.
"Saya tahu kamu hanya menjalani tugas, Lik. Tapi saya yang mengasuh Ayari sejak dia kecil. Bukankah Bapak sudah bilang kalau Ayari itu tidak mudah ditangani? Turuti saja dulu maunya, jangan langsung kamu larang-larang begitu."
"Tapi Bu, Ayari terlalu ceroboh."
"Saya gak mau putri saya terluka! Ngerti kamu!"
Suara bentakan Mama membuatku tersentak. Belum pernah sepanjang hidupku mendengar wanita anggun cantik yang selama ini selalu tenang dan lembut saat berbicara bisa mengeluarkan kata-kata sekeras itu.
Mama juga tak pernah menunjukkan perhatian berlebihan seperti itu. Apa itu benar Mama? Mama yang mengasuhku dengan cara berbeda dari dua putra kecilnya.
"Saya minta maaf, Bu."
Suara Om Malik yang terdengar kalah tak membuatku merasa menang. Entah mengapa, aku tak suka mendengar Mama sampai semarah itu. Aku telah membuat wanita tenang itu melupakan kebiasaannya.
Aku duduk di kursi, depan meja belajarku. Berusaha mengingat-ingat apa yang terjadi sampai Mama semarah itu. Bahkan ketika kepalaku kuhentak-hentakkan pelan di atas meja, aku tak bisa mengingat apapun.
Terakhir yang kuingat adalah pulang sekolah bersama Om Malik dengan hati kesal dan aku tertidur di mobilnya sampai ... mungkin sampai ia memindahkanku ke tempat tidur dan aku tertidur lelap hingga sekarang.
"Aya ... "
Suara itu membuatku menoleh. Mama berdiri di dekat pintu, menatapku kuatir. Kutatap wajahnya yang terlihat kusut. Harusnya baru esok Mama tiba, tapi malam ini ia sudah pulang.
Meski Mama hanya ibu tiriku, aku tahu jadwalnya dengan baik. Bahkan sampai malam ini, Mama masih punya beberapa meeting bisnis dengan rekanannya.
Aku ingin bertanya alasan ia pulang lebih cepat. Tapi aku juga tak ingin membuat ia makin kusut setelah memarahi Om Malik.
Mungkin dia sudah dengar cerita di sekolah tadi. Sedikit tidak mungkin memang, tapi siapa tahu Mama atau Papa juga sudah memasukkan orang lain untuk mengamatiku di sekolah.
Berita tentang diriku inilah yang pasti mengacaukan segalanya. Wajar kalau Mama sampai membentak Om Malik seperti itu. Dia pasti marah karena aku sekali lagi merepotkan dirinya.
"Maafin Ayari, Ma," bisikku pelan sambil menunduk.
Mama mendekatiku dan tanpa suara ia mengelus punggungku perlahan.
Mama memang hanya ibu tiriku. Tapi seumur hidupku, aku tak pernah mengenal ibu lain selain dirinya.
Mendengarnya membentak dan membelaku di depan Om Malik, melihatnya datang meski jadwalnya jadi kacau demi aku dan sekarang hanya elusan pelan di punggung, membuat pertahanan diriku makin luruh.Biar bagaimanapun, cara Mama sudah menyentuh hatiku yang merindukan kasih sayang.
"Istirahatlah, Nak. Kamu pasti capek. Mama akan bicara pada Papa soal Malik. Kamu jangan terlalu mikirin ya," kata Mama menenangkan. Aku hanya mengangguk-angguk. Lalu Mama keluar.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Cool Bodyguard, Let Me Free! [TAMAT]
General FictionAyari Nayla Putri membenci pengawal barunya ini. Tak seperti puluhan pengawal yang pernah menjaganya, pengawal yang baru ini justru melakukan banyak hal yang sering membuatnya marah. Pengawal baru itu lebih mirip pengganti Papa dibandingkan berlaku...