40. Waiting

26.1K 2.4K 44
                                    

Samar-samar dari balik kabut, aku bisa melihat bayangan manusia melintas. Aku berlari mengejar bayangan itu, tapi tetap saja ia terus berlari menghindar. Aku ingin berteriak, memanggilnya. Namun mulutku tertahan sesuatu. Ini apa? Kenapa susah sekali bersuara? 

Aku meronta, berusaha melepaskan sesuatu yang menghalangiku berteriak. Itu membuatku terbangun dan mataku terbuka lebar. Tidak, ini bukan mimpi. Ini nyata. Tangan seseorang sedang membekap mulutku. Aku berusaha lagi, tapi kedua tanganku tertahan oleh sesuatu. Entah apa. 

Dengan kondisi terbangun, mata minus dan suasana kamar yang terlalu gelap, tentu aku tak bisa melihat apapun, termasuk wajah pelaku yang tangannya menutupi mulutku. Aku terus meronta, dan tiba-tiba ia mendekatkan wajahnya. Tanpa suara, si pelaku yang memakai topi dan masker itu membuka maskernya. Aku terperangah. Kak Malik!

Tangan Kak Malik masih menempel di mulutku, dan ia membisikkan sesuatu di telingaku. "Kamu satu-satunya orang yang tidak akan pernah saya bohongi, Ayari."

Tubuhku membeku. Ini bukan mimpi, aku bisa merasakan hangatnya tangan Kak Malik dan napasnya yang berhembus di telingaku.

"Kamu tidak pernah menjadi klien saya. Erni yang jadi klien saya. Sampai sekarang."

Mataku mengerjap-ngerjap tak percaya. Tatapanku bertemu dengan tatapannya. Kata-katanya sulit dipahami. Kepalaku masih pusing, tapi telingaku mendengar dengan jelas. Aku bingung.

"Apapun yang terjadi, tolong percaya saya, Ya. Saya harus pergi sekarang. Tapi tolong, tunggu saya! Kamu mau kan? Kamu percaya saya kan, Ya?" 

Bertahun-tahun Kak Malik menghilang tanpa penjelasan. Ia kembali dengan keadaan yang bahkan tak terpikirkan olehku. Cukupkah rasa percaya di hatiku tersisa untuknya sekarang? Aku sendiri tak yakin, ini cinta atau kebodohan. Tapi akhirnya aku mengangguk pelan.

Kak Malik tetap membekap mulutku, tapi salah satu tangannya membuka kancing jaket yang tertutup hingga lehernya itu. Kilatan cahaya yang berasal dari aksesoris di lehernya membuat mataku sedikit menyipit untuk bisa melihat lebih jelas.

Itu kalung seperti milikku! Mirip sekali!

Tak sadar tanganku yang bebas meraba kalung berbentuk sama yang juga masih kupakai. Kak Malik mengangguk sambil tersenyum. Itu kalung yang ia hadiahkan lima tahun lalu untukku. Dan aku teringat ia pernah bilang punya kalung yang sama dengan inisial namaku. Kalung dengan device tracker di dalamnya.

"Kalau dalam seminggu saya tidak ada kabar, minta Ibu untuk mencari saya. Mengerti?" kata Kak Malik berbisik pelan sambil menunjuk kalungnya.

Aku kembali mengangguk. Aku mulai mengerti. Kak Malik sedang melakukan misi, apapun misi itu, ini melibatkan Erni yang sedang menyamar jadi istrinya. 

"Sekarang, berteriaklah sekuat tenagamu! Jangan ragu-ragu! Kamu bagian dari sandiwara ini. Sampai jumpa lagi nanti, Ayari," perintah Kak Malik dan perlahan-lahan melepaskan tangannya sambil mengelus pipiku lembut.

Aku tak langsung berteriak seperti yang ia mau, tapi meraih tangan Kak Malik saat ia berjalan menjauh. Menahannya lebih lama. Aku takut, aku takkan bisa melihatnya lagi. 

Kak Malik menoleh dan sekali lagi mengangguk meyakinkan, ia akan baik-baik saja. Lalu Kak Malik berdiri di jendela kamar, masih memandangku sekali lagi sebelum melompat dan menghilang di kegelapan malam.

Aku berteriak sekuat tenaga seperti yang disuruh Kak Malik, meminta perhatian semua orang. Tak sampai semenit, Mas Doni masuk dan memegang tanganku. Disusul Kak Devira, beberapa satpam serta perawat yang berlarian masuk. 

Tanganku mengarah pada jendela yang dibiarkan terbuka. Merekapun berhamburan memeriksa. Sementara aku berpura-pura menangis ketakutan. Mas Doni melepaskan pegangannya dan menyerahkanku pada Kak Devira. Ia juga keluar dari kamar, entah ke mana. 

My Cool Bodyguard, Let Me Free! [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang