Selaju apapun mobil yang disupiri Om Malik, tetap saja aku terlambat. Aku tahu itu percuma, dan sungguh aku tak peduli.
Seharusnya ia tak perlu sekuatir itu aku terlambat atau tidak. Aku tak pernah dihukum karena terlambat. Ke sekolah aja sudah syukur.
Benar kan?
Saat kami tiba di sekolah, pagar besar SMA-ku sudah tertutup rapat. Di depannya anak-anak lain yang terlambat juga berdiri bergerombol. Menunggu sampai guru piket datang dan tentu saja menghukum mereka.
Aku tersenyum lebar sambil meletakkan kotak makan yang tadinya berisi nasi goreng. Agak heran juga aku bisa menghabiskannya dalam keadaan mobil secepat tadi. Tapi sudahlah, biar si Om ini puas dulu.
Nanti saat pagar itu terbuka, ia akan menyadari kalau aku bukan anak sembarangan. Aku putri orang penting dan meski terlambat, takkan ada yang berani menghukumku. Sambil menunggu, aku mulai melihat-lihat ponselku.
Ada pesan dan VN dari Mindy.
Mindy: Ya, lo ganti pengawal
You: Kok tahu?
Mindy: 'Nih gue depan mobil lo! Kirain tadi siapa yg ada dlm mobil segede truk gitu, eh gak taunya elo'.
Aku mengangkat wajah dan langsung bertatapan dengan Mindy yang berdiri tepat di depan mobil menghadapku. Ia cengengesan.
Tanpa pikir panjang, aku keluar dari mobil. Menyongsong sahabatku yang paling dekat saat ini. Sahabat yang bahkan belum pernah kuizinkan ke rumah satu kalipun. Tapi di antara yang lain, dialah yang selalu berada di dekatku saat di sekolah.
Mindy ini putri tunggal seorang pejabat di lingkungan militer. Tapi ia jauh lebih bebas dariku. Untungnya karena pekerjaan Papanya, ia terbiasa melihat kehadiran pengawal.
Karenanya, ia cuek meski aku dan dia terus diawasi dan diikuti pengawal. Berbeda dengan teman-temanku yang lain, mereka mungkin bisa tahan untuk sesaat tapi setelah itu mereka merasa canggung dan mulai menjauh.
"Lo telat juga?" tanyaku saat kami usai berpelukan. Mindy mengangguk. Om Malik juga sudah keluar dari mobil, dan mendekatiku.
"Halo! Saya Mindy, sekelas dan sebangku dengan Ayari. Salam kenal!"
Tanpa menjawabku, Mindy menyapa Om Malik dan bahkan menyalaminya. Om Malik mengangguk dan mengulurkan tangan membalas salamnya.
"Saya Malik," jawab Om Malik singkat.
Aku bisa melihat mata Mindy yang berbinar-binar saat melihat wajah Om Malik. Senyuman genitnya juga tampak jelas mewarnai wajahnya yang sumringah.
"Mas Malik, apa kabar? Aduuuh, beruntungnya kamu Ya! Punya pengawal segini ganteng," puja Mindy tanpa malu-malu. Yang dipuji tak tampak senang, hanya diam menatapku dengan wajah dingin seperti biasa.
Aku menarik tangan Mindy. "Udah ah, Min. Gue nanya juga."
"Apaan?" Mindy melirikku kesal.
"Lo telat juga?" ulangku setengah jengkel.
"Ya kalo gue gak telat terus kenapa gue di luar begini? Udah tau pake nanya," jawab Mindy juga dengan nada jengkel. Aku mencibir.
Tepat saat itu Om Malik menyentuh bahuku. "Pagarnya sudah dibuka tuh!"
Tanpa mempedulikan dirinya lagi, aku menarik tangan Mindy, mengajaknya berlari menuju pintu pagar sebelum si guru piket mulai menutup pintu itu lagi.
Guru piket hari ini adalah Pak Maryoto. Guru yang paling terkenal kejam kalau menjatuhkan hukuman.
Kami berdua yang paling terakhir masuk diikuti Om Malik. Mindy menarik tangannya dan berlari ke arah kerumunan para murid yang terlambat. Memisahkan diri dariku.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Cool Bodyguard, Let Me Free! [TAMAT]
General FictionAyari Nayla Putri membenci pengawal barunya ini. Tak seperti puluhan pengawal yang pernah menjaganya, pengawal yang baru ini justru melakukan banyak hal yang sering membuatnya marah. Pengawal baru itu lebih mirip pengganti Papa dibandingkan berlaku...