Aku mungkin anak manja yang dibesarkan di tengah kenyamanan berbagai fasilitas dan penjagaan banyak orang.
Tapi aku suka berlari. Entah mulai kapan, olahraga ini membuatku merasa nyaman. Mungkin karena aku biasa melakukannya bersama pria yang kusuka. Atau mungkin juga karena dengan berlari, aku merasakan kebebasan.
Aku hanya tahu, berlari membuatku bisa melangkah ratusan lebih banyak daripada orang lain. Merasakan angin seakan-akan terbang. Menikmati setiap keringat yang mengucur sebagai emosi yang terlampiaskan.
Aku melakukannya lagi untuk yang kedua kalinya hari ini. Pagi tadi bersama Kak Malik, berlari melindungi diriku.
Sekarang aku kembali berlari, sendirian untuk menolong sahabatku. Setelah berlari, aku merasa pikiranku lebih jernih.
Setidaknya, aku bisa merencanakan cara menolong Mindy dengan hati yang lebih tenang.
Aku bergerak menuju bumi perkemahan, tempat kemah Mindy yang terakhir kuingat. Kalau mereka menangkapnya, mereka pasti masih ada di tempat itu.
Benar saja, dari kejauhan aku bisa melihat orang-orang dewasa yang berpakaian gelap berada di sekitar tenda.
Aku tak melihat teman-temanku yang lain, jadi aku melihat ke sekitar perkemahan. Karena posisiku berada di tengah-tengah antara perkemahan dan resort hotel, aku bisa melihat semuanya dengan jelas.
Di atas sana, di balik pepohonan yang terlindung, aku melihat ada sekumpulan orang-orang menunduk dan berjongkok, mengamati keadaan di bawah.
Di antara mereka, ada yang mengenakan seragam polisi dan ada juga yang memakai jaket bergaris milik perusahaan pengamanan Papa. Kurasa mereka sedang bersiap untuk menjalani rencananya.
Tapi aku punya rencana sendiri. Sebelum itu, aku ingin menelepon beberapa orang. Kuambil ponsel Kak Malik yang kubawa dan mulai menyalakannya.
Kucari dalam daftar kontaknya, dan nama Pak Atmo terlihat. Ia yang pertama kutelepon.
Atmo: Pagi, Mas Malik. Ada kabar apa?
Ayari: Ini Aya, Pak. Maaf aku mau tanya, untuk surat yang tadi pagi itu kira-kira berapa lama selesai pengalihannya?
Atmo: Oooh, Mbak Ayari. Ini saya lagi mau urus, Mbak. Disahkan secara notaris dulu. Memangnya kenapa, Mbak?
Ayari: Kalau misalnya ada surat lain yang ditandatangani setelah surat itu, kira-kira mana yang berlaku?
Atmo: Mbak Ayari mau tandatangani perjanjian yang lain lagi? Itu..
Ayari: Gak gitu, Pak. Aku takutnya entar ada yang memaksa, atau ada yang make surat palsu, meniru tandatangan aku.
Atmo: Oh, tak segampang itu, Mbak. Surat-surat itu harus sudah memenuhi syarat hukum dulu baru bisa dianggap legal. Kalau hanya selembar, dan tidak ada saksi, tetap tidak sah. Apalagi kalau dipaksa. Pokoknya yang paling cepat disahkan.
Ayari: Bapak bisa info, berapa lama waktunya? Maksudku sampe benar-benar selesai dan tandatangan aku mau asli atau palsu udah gak perlu?
Atmo: Insya Allah, malam ini juga selesai dan akan segera dibawa kembali oleh Mr. Eric dan timnya. Tapi ngomong-ngomong ini ada apa ya Mbak?
Ayari: Oh, syukurlah. Gak papa kok, Pak Atmo. Aku cuma mau pastikan aja kok. Maaf banget kalau aku ada salah dan udah ngerepotin ya Pak.
Atmo: Gak papa, Mbak. Sama-sama. Salam untuk Mas Malik ya.
Telepon berakhir. Aku tersenyum puas. Sesuai dengan keinginanku. Setelah itu aku menekan nomor telepon yang lain. Doni.
Doni: Ada apa, Lik?
KAMU SEDANG MEMBACA
My Cool Bodyguard, Let Me Free! [TAMAT]
General FictionAyari Nayla Putri membenci pengawal barunya ini. Tak seperti puluhan pengawal yang pernah menjaganya, pengawal yang baru ini justru melakukan banyak hal yang sering membuatnya marah. Pengawal baru itu lebih mirip pengganti Papa dibandingkan berlaku...