Langit masih gelap saat aku terbangun keesokan paginya. Selesai sholat subuh, aku berniat tidur lagi. Baru saja hendak menarik selimut, suara gedoran di pintu terdengar.
"Aaah tidak!" keluhku kesal. Kak Malik takkan mau berhenti menggedor sampai aku buka. Akupun berdiri, dengan mata mengantuk.
"Bangun, Nona! Saatnya olahraga," kata Kak Malik begitu pintu terbuka.
Mataku menyipit. "Kak Malik kan masih sakit, kita istirahat dulu yaaa?" pintaku setengah memohon.
Kak Malik tertawa kecil. Ya lagi-lagi... tumben dia tidak memasang wajah kakunya. Tapi tetap saja aku mendapat gelengan kepala.
Percuma memohon, kemarin sudah banyak yang terjadi dan aku tak ingin menambah masalah Kak Malik. Aku yakin masalah dengan Om Doni juga belum selesai.
Papa akan pulang sore ini dan pasti masalah mereka berdua akan terangkat lagi. Sebelum itu terjadi, aku ingin menenangkan hatinya dengan menjadi nona yang manis.
"Ya udah tunggu di luar! Aku siap-siap dulu," kataku sambil menutup pintu lagi.
Untuk Kak Malik yang akan segera menghadapi Papa, aku sengaja dandan. Sporty tapi cantik.
Tapi Kak Malik tak menunjukkan ekspresi apapun saat melihatku muncul dari pintu. Ia terlihat biasa saja. Tak ada kesan kagum, apalagi suka pada apa yang ia lihat. Hanya mengangguk dan memberi isyarat agar aku berjalan di depannya. Begitu terus, sampai kami turun ke pantai lagi.
Karena masih gelap, belum banyak orang yang berolahraga. Kesempatan untuk bicara dengan orang di sebelahku ini. Sambil berlari, aku melirik ke samping. Kak Malik tampak tenang berlari.
"Kak, maafkan aku ya," kataku.
Kak Malik hanya mengangguk dan kembali diam.
"Kalau nanti Papa pulang, bilang saja aku yang salah," ujarku lebih keras.
Suara deburan ombak yang menghantam pantai tepat saat itu memaksaku mengeraskan suara.
Lari Kak Malik terhenti. Aku juga. Kami bertatapan.
"Bilang apa?" tanya Kak Malik sedikit tak percaya
Aku mengangkat bahu. "Adukan aja aku, Kak! Bilang ke Papa kalau aku bandel, aku yang bolos, aku yang sengaja ngajak Kak Malik jalan. Kalo Kak Malik gak ngomong gitu, nanti Om Doni dan Papa pasti menyalahkan Kakak. Aku udah capek ganti pengawal terus."
Kak Malik malah tersenyum. "Ayo!" katanya sambil memberi isyarat agar kami kembali berlari.
Aku melongo. Tapi karena Kak Malik sudah berlari meninggalkanku, aku pun segera berlari menyusulnya.
"Kak! Kak!" panggilku, tapi Kak Malik terus berlari.
Ketika aku berhasil menjajari lari Kak Malik, ia malah berkata, "Urusan Pak Rahman itu urusan saya. Saya mau mengadu, saya mau diam saja, itu hak saya. Kamu siap-siap saja."
"Siap-siap?"
"Setelah pulang sekolah, kita akan ke dokter."
"Dokter?" ulangku lagi.
Aku berhenti lagi. Tapi Kak Malik tetap berlari, jadi aku kembali berlari. "Kak! Aku capeeek."
Berhasil! Kali ini Kak Malik berhenti. Ia membiarkanku menyusulnya. Setelah itu kami duduk di atas pasir. Kak Malik menyodorkan botol minum padaku.
"Ngapain aku ke dokter?" tanyaku lagi. "Aku kan sehat, Kak."
"Adik manis, memangnya ke dokter karena sakit?"
KAMU SEDANG MEMBACA
My Cool Bodyguard, Let Me Free! [TAMAT]
General FictionAyari Nayla Putri membenci pengawal barunya ini. Tak seperti puluhan pengawal yang pernah menjaganya, pengawal yang baru ini justru melakukan banyak hal yang sering membuatnya marah. Pengawal baru itu lebih mirip pengganti Papa dibandingkan berlaku...