Aku lelah sekali hari ini.
Mungkin karena ini pertama kalinya aku dihukum. Entahlah, aku bahkan tertidur di kelas hingga pelajaran Bu Della berakhir.
Saat pelajaran Kimia, aku hanya menatap papan tulis dengan tatapan kosong. Saking ngantuknya, kuputuskan untuk mencuci mukaku. Biar segar sedikit. Atau aku akan kembali tertidur.
Ketika keluar dari kelas, lorong sekolah terlihat sepi. Hanya satu dua orang entah itu guru atau sesama siswa sepertiku yang terlihat.
Tapi tanpa melihatpun aku tahu, yang paling penuh saat ini pasti di kantin, penuh dengan para siswa yang sedang bolos dari kelas.
Cuma, saat ini aku tak sedang ingin tahu soal mereka, aku hanya heran mengapa si pengawal sialan bernama Malik itu tidak terlihat.
Celingukan kepalaku berputar ke sana ke mari mencari bayangan, ia tak terlihat. Kok aneh?
Biasanya semua pengawalku selalu duduk di depan kelasku. Bahkan ke toilet saja mereka pasti ikut sampai depan pintu.
Apa dia kapok? Apa seseorang memecatnya setelah para guru melaporkan soal perlakuannya pagi ini pada putri kesayangan petinggi negeri sekaligus pengusaha besar negeri ini?
Aku tersenyum licik. Nah kan? Makanya jangan sembarangan sama the Royal Princess sepertiku. Meski tanpa mahkota, kekuasaan Papa jauh lebih mengerikan dibandingkan yang dibayangkan orang. Baru kali ini, aku sangat bersyukur memilikinya.
Sembari bersenandung riang, aku pun ke toilet. Mungkin sekarang seorang pengawal pengganti sedang meluncur menuju sekolahku.
Tak apa. Siapapun dia, kali ini aku berjanji akan memperlakukannya lebih baik selama dia tidak menjadi seperti si Om Malik itu.
Setelah selesai mencuci wajahku dan merasa segar, entah mengapa hatiku terasa jauh lebih baik. Mood-ku tak lagi seperti tadi. Lebih bersemangat.
Aku tersenyum menatap wajahku di cermin sekolah dan merasa menjadi gadis tercantik di dunia saat ini. Setelah itu aku pun keluar dari toilet.
"Di situ aja naroknya, Mas!" suara Pak Amat yang berbicara dengan seseorang itu menarik perhatianku.
Aku berbalik dan hanya bisa melongok saat melihat orang yang kukira sudah pergi itu sedang memegang seonggok sampah rumput dan ranting pohon tanpa canggung, memindahkannya ke dalam sebuah lubang besar dan begitu selesai, ia kembali ke sudut lain, mengambil lagi dan kembali memindahkan ke lubang besar itu.
Saat ia mulai menginjak-injak sampah itu agar lebih padat, ia melihatku. Tatapan kami bertemu. Seperti biasa, ia tidak tersenyum dan hanya kembali menunduk melanjutkan apa yang ia lakukan.
Pak Amat yang menyadari arah tatapan Om Malik juga menoleh padaku. Wajah Pak Amat tampak berubah dan buru-buru ia mendekati Om Malik.
"Mas, Mas! Udah, udah! Biar saya kerjain sendiri. Itu Mbak Ayari mungkin perlu sama mas e."
Om Malik kembali menatapku. Lalu ia mengangguk pada Pak Amat, sebelum bergerak mendekatiku.
Tampak keringat membasahi kaos yang ia pakai. Baju kaos itu kini tampak lengket menempel, memamerkan pahatan tubuhnya yang sempurna dengan otot-otot yang terlihat jelas.
Tunggu! Bukankah tadi pagi ia mengenakan kemeja?
Aku mundur selangkah saat Om Malik berhenti tepat di depanku. Kupikir aku akan mencium aroma menjengkelkan yang biasanya timbul dari tubuh yang bermandikan keringat seperti itu.
Tapi tidak... aroma yang jelas menguar dari tubuhnya justru membuatku berpikir yang tidak-tidak. Inikah aroma maskulin yang sering didengungkan Mindy setiap kali ia selesai menonton teman-teman cowok kami yang bermain basket?
KAMU SEDANG MEMBACA
My Cool Bodyguard, Let Me Free! [TAMAT]
General FictionAyari Nayla Putri membenci pengawal barunya ini. Tak seperti puluhan pengawal yang pernah menjaganya, pengawal yang baru ini justru melakukan banyak hal yang sering membuatnya marah. Pengawal baru itu lebih mirip pengganti Papa dibandingkan berlaku...