28. Miss You Like Crazy

24.4K 2.4K 38
                                    

Sinar menyilaukan membuat mataku yang baru terbuka, tertutup lagi. Kupalingkan wajahku ke arah lain, dan kali ini aku bisa melihat gorden warna putih. Kepalaku sangat sakit, ketika aku ingin mengingat apa yang terjadi. 

Apa yang terjadi? Di mana ini?

Tapi tak ada seorangpun di dekatku saat itu. Sampai gorden tertutup itu tersibak, seorang perempuan berseragam putih dan biru muda muncul. Ia mendekat, memandang wajahku sambil bertanya, "Ayari, sudah bangun?"

Aku ingin menjawab, tapi tenggorokan terasa kering. Jadi aku hanya mengerjapkan mata dua kali. Mataku terpejam lagi setelahnya. 

Lalu perempuan itu menghilang lagi. Tak lama muncul beberapa orang. Seorang pria berbaju putih memeriksaku, menyorotkan sinar menyilaukan, meraba dahiku, menekankan stetoskop yang dingin ke dadaku, sebelum ia memberikan serangkaian perintah.

Siapa mereka ini? Di mana keluargaku? Di mana pengawal-pengawalku?

Tapi kepalaku sangat sakit. Tubuhku juga terasa kaku dan berat untuk kugerakkan. Aku ingin bertanya, namun aku juga merasa lelah. Lalu aku kembali merasakan tubuhku menjadi ringan, melayang, namun mataku terasa berat. Sekali lagi aku kehilangan kesadaran.

***

Suara gorden bergeser membuat mataku terbuka, seorang perempuan cantik berdiri di dekatku sambil tersenyum. Perempuan berseragam itu lagi. Kali ini wajah yang berbeda. 

"Selamat pagi! Gimana? Enakan?" tanyanya lembut.

Tenggorokanku masih terasa kering, tapi kini kepalaku tak sesakit kemarin. Mataku juga jauh lebih ringan sekarang. Jadi aku mengangguk sambil membalas senyumannya.

"Putri saya sudah sadar, Sus?" 

Pertanyaan itu membuat kepalaku berputar sedikit, mencari asal suara yang tak kukenali itu. Logat bahasanya sangat aneh, sama sekali tidak mirip Mama.

Seorang perempuan berjilbab putih berdiri di dekat perawat yang menyapaku. Aku tak mengenalinya. Tapi... wajahnya seperti melihat wajahku sendiri pada usia 50an nanti. Apa dia... Ibu?

"Ya, Bu. Putri Ibu sudah bangun."

Perempuan yang mengakui aku sebagai putrinya itu mendekat dan tersenyum padaku. "Halo, Ayari. Ini Ibumu."

Perkenalan yang singkat untuk pertemuan yang kunantikan hampir sepanjang hidup dan aku tak tahu harus menjawab apa. Tapi yang jelas aku tahu aku harus menanyakan apa.

"Kak Malik mana? Kak Malik... mana?" tanyaku melawan rasa gatal di tenggorokan.

Aku melihat raut wajah Ibu berubah sedikit dan pelan-pelan menegakkan punggung. Lalu ia tersenyum tipis sambil menjawab pertanyaanku itu. "Malik sedang dirawat di rumah sakit lain. Ia harus dioperasi jadi... "

"Tapi Kak Malik baik-baik... saja?" tanyaku lagi tak sabar.

Ibu mengangguk. "Ya dia baik-baik saja. Nanti kalau kamu sudah sehat, kita tengok dia ya, Ya."

Aku menghela nafas lega. Syukurlah. Berarti mereka berhasil menolongnya. Sama seperti aku. Saat terakhir aku ingat, tak ada siapapun di sekitarku malam itu. Sekarang aku di rumah sakit ini. Mungkin mereka berhasil menemukanku dan juga Kak Malik.

Kupejamkan mataku lagi. Aku masih lelah. Tapi aku harus segera sehat. Aku rindu pada Kak Malik dan aku ingin memastikan keadaannya dengan mataku sendiri. Karena itu, lebih baik aku istirahat dan memulihkan diri dulu.

*** 

Hampir satu minggu berlalu, dan aku sudah bisa berpindah dari tempat tidur ke kursi roda sendiri. Memang masih sedikit pincang dan berjalan beberapa langkah, tapi masih bisa menjaga keseimbangan tubuhku sendiri.

My Cool Bodyguard, Let Me Free! [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang