Tubuhku terayun-ayun dalam gendongan Kak Malik, saat ia berusaha keluar dari kamar itu. Ia kesulitan melindungi kami berdua karena hanya kakinya yang bisa menendang.
Para penjahat seakan tak ada habisnya, satu dipukul, satu lagi muncul. Membuat Mas Doni, Kak Devira dan Kak Malik mulai kesulitan.
Satu tendangan dari penjahat berhasil membuat aku dan Kak Malik terjatuh lagi. Tubuh Kak Malik berputar di atasku, menggunakan tubuhnya untuk melindungiku dari serangan.
Aku bisa melihat raut wajahnya yang meringis menahan tendangan dan pukulan. Aku benar-benar ingin menangis melihatnya.
Untunglah, kepalanya terlindung oleh helm. Tak lama kemudian, Mas Doni segera membantu kami. Ia melumpuhkan satu persatu penjahat yang menyerang Kak Malik dan aku.
Saat itulah, Kak Malik melepas helm di kepalanya dan memakaikannya padaku. Ia juga melepaskan jaketnya dan menyelimutkannya ke tubuhku.
Para penjahat berjatuhan di sekitar kami, dan Kak Malik menatapku, "Naiklah ke punggung saya dan jangan pernah melepaskan tanganmu dari saya."
Aku mengangguk. Walaupun seluruh tubuhku sakit, itu tak lagi berarti saat ini. Aku bisa menjadikan tubuhku untuk menjadi perisai punggung Kak Malik.
Posisi ini jauh lebih baik, karena Kak Malik bisa menggunakan tangan dan kakinya untuk melindungi diri selama kami melewati serangan para penjahat. Sesekali ia berhenti, memperbaiki posisiku.
Begitu keluar dari kamar, aku mulai melihat orang-orang saling menyerang di sepanjang lorong gedung itu. Gedung ini semacam rumah, tapi terlalu besar dan tak tampak furniture apapun selain beberapa kursi dan meja yang diletakkan sembarangan.
Suasana gelap, sakit di kepala dan tubuhku, serta banyaknya orang membuatku tak bisa membedakan siapa kawan dan siapa lawan.
Baru aku mengerti saat melewati mereka satu persatu, semua yang berada di kubu kami adalah pria-pria berhelm dan berjaket seperti Kak Malik.
Dor! Dor!
Suara letusan terdengar di belakangku. Aku terkejut. Bukankah senjata yang kulihat pada si Penerjemah tadi itu palsu? Apakah aku salah lihat?
Kak Malik berbalik, melihat ke belakang. Aku juga.
Tiba-tiba Kak Malik berteriak dengan nada panik.
"DEVIRA! MAS DONI!"
Aku makin terkesiap. Kuatir terjadi sesuatu pada Kak Devira dan Mas Doni yang berada di belakang kami. Tapi Kak Devira muncul dengan cepat, berlari mendekati kami berdua. Ia tak tampak terluka. Di sebelahnya ada Mas Doni dan dua pengawal lain. Mereka baik-baik saja. Syukurlah.
"Orang Jerman itu bawa senjata. Tadi dia tembak siapa? Kalian ada yang terluka?" tanya Mas Doni sambil mengedarkan pandangan.
Rupanya mereka sudah berhasil melumpuhkan sebagian besar penjahat.
Aku bisa mendengar semua orang berkata 'tidak'. Syukurlah.
"Cepat bawa Ayari, Lik! Di sini masih belum aman, mereka masih banyak di luar," perintah Mas Doni. Aku mengeratkan tanganku di leher Kak Malik, walaupun semakin lama aku makin sulit tetap sadar. Kini kepalaku benar-benar pusing dengan mata berat.
Kali ini sudah tak ada lagi yang dikuatirkan. Banyak orang di sekeliling kami yang menjaga, jadi Kak Malik mengulurkan tangannya, bermaksud memperbaiki posisiku agar lebih stabil. Tangannya memegang kedua pahaku sebelum bergerak sedikit untuk menegakkan punggung. Saat ia melepaskan lagi, tangan Kak Malik tampak basah. Ia memeriksa cairan itu dan berteriak kaget.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Cool Bodyguard, Let Me Free! [TAMAT]
Fiction généraleAyari Nayla Putri membenci pengawal barunya ini. Tak seperti puluhan pengawal yang pernah menjaganya, pengawal yang baru ini justru melakukan banyak hal yang sering membuatnya marah. Pengawal baru itu lebih mirip pengganti Papa dibandingkan berlaku...