"If life is a movie, you're the best part."
-Daniel Caesar
[♧]
Hari ini gadis itu bersiap siap ke sekolah tanpa semangat. Dari kejadian itu hingga kemarin, Taehyung sama sekali tidak memberi pesan kepadanya apalagi menelfonnya. Saat Jennie melihat di game, Taehyung selalu aktif. Dia ingin mengajak Taehyung untuk main bersama tapi sepertinya itu ide yang kurang bagus. Dia hanya takut kalau dirinya ini hanya sebagai korban Kim Taehyung dan... semua janji kosong Kim Taehyung. Masa dia pacaran hanya sehari?
"Muka lo kenapa ditekuk gitu, sih?" Tanya Jina yang kesap karena dari kemarin adiknya itu seperti tidak ada semangat hidup. "Perasaan kemarin lusa lo baru jalan deh sama pacar lo."
Jennie hanya diam tidak menjawab Kim Jina. Dia memilih untuk sarapan saja. Ah, dia juga sekarang tidak berselera makan karena memikirkan bagaimana nanti. Dia itu kan satu bangku dengan Kim Taehyung. Apa dia perlu meminta maaf? Tapi kemarin kan sudah. Dia harus bagaimana?
"Berantem, ya?" Tanya Jina yang mulai peka dengan adiknya itu.
"Kenapa sih gue dijodohin sama Jongin? Apa mama papa ga ngerti perasaan gue? Dan kenapa ga lo aja yang dijodohin sama Jongin?!" Ujar Jennie sambil memukul meja dan menatap Kim Jina.
"Lo kenapa? Cerita sama gue, yuk," ucap Jina menenangkan adiknya itu.
"Gue... gue capek, kak. Ga Namjoon, ga Taehyung pasti gini kalau ketemu Jongin! Gue mau batalin perjodohin ini tapi... tapi si Jongin brengsek itu... hiks." entah kenapa, gadis itu tiba tiba menangis. Mungkin ini juga emosinya yang sedang datang bulan hari pertama. Jadi dia lebih emosional sekarang.
"Sssttt, udah udah, jangan nangis, ya? Kalau lo emang ga tahan gini gue bilang ke Jongin buat batalin perjodohan ini, ya?"
"Jongin ga bakal mau, kak! Pasti dia nyari nyari alasan! Apalagi Papa Mama yang terus keras kepala! Setiap gue nolak pasti mereka berakhir marahin gue!" Gadis itu masih saja menangis sambil marah marah. Dia merasa hidupnya penuh beban sekali. Dan... menyedihkan sekali. Hidupnya sangat kelabu. "Gue anak asuh, ya? Gue bukan anak kandung mereka?!" Lanjut Jennie
"Ga boleh ngomong kayak gitu, Jennie. Mungkin mereka emang masih mentingin pekerjaan dan mereka belum lihat segimana ga sukanya lo sama Jongin," ucap Jina sambil mengusap usap punggung adiknya yang naik turun karena menangis.
"Gue ga mau sekolah." Ucap Jennie
"Yaudah, nanti gue izinin. Lo istirahat, ya? Tenangin pikiran dulu," ucap Jina sambil merapikan rambut adiknya itu. "Cuci muka dulu, yuk?" Ajak Jina lalu menuntun Jennie untuk menuju ke wastafel.
Setelah mencuci muka, Jennie menuju kehalaman untuk mengambil sepatunya. Katanya, Jina ingin mencuci sepatunya itu. Satu hal yang membuat Jennie terkejut, seorang pria yang sedang duduk dimotornya dari luar pagar.
Kim Jennie hanya terdiam melihat pria itu. Pria yang merasa dirinya diperhatikan, menatap mata Jennie dan menyapanya, "hai."
Jennie tidak tahu harus senang atau sedih. Dirinya baru saja menangis karena Jongin, lalu yang mendiamkannya selama kurang lebih dua hari ini tiba tiba datang. "Cari siapa?" Tanya Jennie dingin.
"A-ayo kita berangkat bareng, aku juga--"
"Gue ga sekolah," ucap Jennie masih dingin lalu mengambil sepatunya dan segera memasuki rumah. Bukannya marah pada Taehyung. Tetapi sekarang emosinya sedang tidak terkendali. Dia takut kalau nantinya malah gadi itu dan Taehyung malah berantem lagi.
"Jen!"
"Jennie!"
Taehyung terus memanggilkan nama kekasihnya itu. Tetapi hasilnya nihil, gadis itu tidak keluar lagi dari rumahnya. Pria itu berpikir, apa gadis itu marah kepadanya? Apa gadis itu tersakiti oleh sikapnya?
KAMU SEDANG MEMBACA
With You ✔
Fanfiction"Dia hebat, ya. Bisa membuat hidupku kelabu, namun juga bisa membuat hidupku berwarna" ©innerale August 2018 May 2020 [Revisi]