"Pagi-pagi banget sih."
Protes Erin ketika matanya menemukan sosok Arvin di balik gerbang. Cowok itu setengah bersandar pada motornya dengan tangan dilipat."Biasanya kan lo yang langganan kesiangan." Erin tak berhenti mengoceh seraya membuka gerbang rumahnya yang mulai susah dibuka karena dimakan usia.
"Kesurupan apa sih? Gue bahkan belum sempet sarapan." Erin menatap ke mata Arvin yang sedari tadi hanya mengamati gerak-geriknya tanpa mengeluarkan suara.
"Gue datang pagi, nggak mesti juga lo berangkat pagi. Salahin nih otak gue yang pengen cepet-cepet ketemu lo."
Bugh!
"Receh banget sih mulut lo."
Arvin hanya tertawa, yang membuat wajar Erin ditekuk kesal.
"Masuk lagi gih, makan dulu. Gue siap kok nunggu selama apa pun itu."
Erin berdecak. Ia berjalan mendekati Arvin hingga menyisakan jarak yang bisa dibilang zona karbon dioksidanya Arvin. Hampir saja Arvin berpikir menyimpang jika ia tak melihat tangan Erin yang mengambil helm dari atas motor, di belakang tubuhnya.
"Nggak usah, gue udah bawa bekal," ucap Erin yang membuat Arvin menghembuskan perlahan napas yang beberapa saat tertahan. Ternyata Erin termasuk cewek yang sedikit bahaya untuk cowok senormal Arvin, meskipun cewek itu tak bermaksud apa-apa.
"Buat gue ada juga nggak?" tanya Arvin agar Erin tak menyadari kalau barusan dirinya sedikit gugup.
"Ada. Tapi jangan geer dulu. Gue cuma disuruh Bang Fadil, katanya lo juga pasti belum sarapan, jadi kalo mau makasih sama dia aja."
Arvin menarik senyuman "Makasih gue buat yang bawain aja."
Tak disangka tangan Arvin tiba-tiba terulur untuk membantu Erin yang kesusahan menguci helmnya karena terhalang rambut.
Tindakan cowok itu membuat Erin membulatkan mata dan langsung mundur 2 langkah begitu helm itu selesai terpasang.Dalam hati Arvin berguman, 'Satu sama.'
"Gue kan bukan anak kecil, kenapa harus dibantu segala?"
Arvin tak menggubris, ia justru mengambil helmnya sendiri kemudian dengan santai memakainya.
"Sekali-sekali rambut lo dikucir, jangan digerai mulu."
"Ngatur ya?"
"Bukan ngatur, ngasih saran."
"Punya pacar kok ribet sih?" Erin menggerutu dengan kaki sedikit dihentak.
"Apa? Lo bilang apa barusan? Ulangi dong," pinta Arvin yang sedikit mencondongkan tubuhknya ke arah Erin.
"Paansih."
"Yey akhirnya Erin ngaku juga pacar Arvin. Love so much, Darl," goda Arvin yang diikuti kedipan dari sebelah matanya
"Apaan sih jijik. Buruan berangkat." Erin mendorong tubuh Arvin agar menghadap depan, ia juga sedikit menundukkan wajahnya salah tingkah. Pasti sekarang wajahnya itu sudah bersemu merah.
Sialan! Kenapa dirinya bisa begitu mudah termakan bualan Arvin?
oOo"Erin!!!" teriakan Fira langsung menyambut Erin yang baru menginjakkan kaki di ambang pintu. Cewek yang beberapa waktu sering bertingkah heboh--termasuk srkarang--itu langsung menarik tangan Erin dan membawanya ke deretan bangku belakang. Sebelumnya ia menyampaikan pesan dari bola matanya pada Arvin yang ada di samping Erin untuk tidak ikut, karena ini urusan cewek.
"Serius lo pacaran sama Arvin?"
Erin sedikit mendorong dahi Fira yang terlalu condong padanya. Ia sedikit meringis menghadapi keantusiasan cewek itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Eunoia [TAMAT]
Teen FictionNamanya Erina. Bermata bulat, berkulit putih mulus, serta berbadan ideal. Semua setuju bahwa dia adalah definisi dari cantik. Sayangnya dengan wujud bak dewi itu sebenarnya Erin adalah orang yang payah di bidang akademik. Mungkin ini yang disebut Yi...