15. Dia Siapa?^

1.9K 138 5
                                    

"Tubuh kita nggak terlalu beda, jadi ini pasti cukup di lo."

Erin hanya bisa menampilkan wajah 'cengo' ketika cewek itu menyerahkan seragam padanya. Erin tak kenal dia, setidaknya sebelum ia melihat nametag di seragam yang cewek itu serahkan.
'Luna', kemampuan mengingat Erin masih cukup baik, tidak ada Luna dalam daftar kenalannya.

"Lo kenapa baik?" sarkas Erin, membuat ocehannya yang tak diperhatikan Erin berhenti. Wajah cerianya pun sedikit berubah.

"Mmm..." Dia berjalan beberapa langkah dengan jemari yang mengetuk-ngetuk dagu, terlihat berpikir. "Menurut lo kenapa?" tanyanya yang menoleh lagi pada Erin. Pertanyaan konyol menurut Erin.

"Pasti ada maksudnya, waktu itu lo juga tiba-tiba nyegat gue," ujar Erin. Ia sengaja memasang wajah agak judes. Doktrin Erin dari dulu adalah segala sesuatu pasti punya alasan, baik itu perlakuan baik atau buruk. Dan Erin paling benci jika alasannya adalah 'hanya memanfaatkan' maka dari itu ia tak akan semudah itu menerima kebaikan dari cewek ini.

"Waktu itu gue lagi seneng aja denger lo jadian sama Arvin," jawabnya santai dan jujur. Terlihat juga ekspresinya yang ikut berseri.

"Lo sodaraan sama Arv--"

"Bukan, bukan gitu. Gue nggak ada hubungan apa pun sama Arvin."

Sebelah alis Erin terangkat "Terus?"

"Mmm... Gini...."

Erin memerhatikan dengan seksama cewek yang terlihat berpikir keras dulu untuk menjawab.

"Gue... Gue suka sama Joan. Dan Joan suka sama lo, jadi begitu gue denger lo jadian sama Arvin, gue punya kesempetan sama dia." jelas Luna yang membuat Erin merasa bertemu dengan kawan sespesiesnya, atau bahkan mungkin lebih di bawahnya. Polos.
Ada ya orang sejujur ini? Tak memikirkan gengsi selangit yang selalu diidentikan pada kaum hawa itu.

"Oh, jadi lo baik sama gue itu nggak tulus?"

"Bukan gitu! Bukan!" Luna menyangkal, "Gue beneran niat buat bantu lo, dan lagi situasi yang tadi beneran nggak baik, kalo lo nggak segera pergi dari--"

"Sorry."

"Eh?!" Luna yang ucapannya terpotong menatap Erin bingung. "Kenapa sorry?"

Erin menghela napas. "Karena gue udah jadi penghalang buat lo deket sama Joan."

Erin tidak terlalu yakin kenal (juga) dengan Joan. Tak perlu dijelaskan lagi kan kalau paras Erin itu mudah memikat. Banyak yang mencoba dekat dengan dia, namun Erin selalu punya cara untuk mengindar. Mungkin Joan itu salah satu dari mereka.

"Haha... Itu bukan salah lo kok. Gue yang harusnya minta maaf, karena sempat nggak suka sama lo. Padahal Joan yang nggak nglirik gue itu bukan salah lo. Jadi, yang sekarang gue nyelamatin lo dari dia, anggap aja impas."

Erin tertegun mendengar kalimat terakhir Luna, "Nyelamatin dari dia? Maksudnya?"
oOo

"Ra, lo kemana sih? Katanya mau nyusul gue ke wc," ucap Thalia setengah memerotes. Meskipun ekspresinya sedikit kesal, ia tetap duduk di samping Dira, sahabatnya yang mengingkari janji dan pergi ke kelas lebih dulu.

"Jus alpukat gue juga mana?" protesnya lagi karena tak melihat tanda-tanda keberadaan minuman yang tadi dititipkan pada Dira.

"Ra?" ucap Thalia karena tak mendapat respon dari lawannya. Hari ini Dira aneh. Meskipun Thalia tahu pasti dari beberapa hari sebelumnya mood dia tidak begitu baik, namun sekarang sepertinya Dira terlalu menjunjukkan hal itu.
Thalia hanya bisa menghela napas, ia sudah kehabisan cara untuk menghibur cewek itu. Semuanya tidak akan mempan.

Eunoia [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang