Ekstra Part 1

2.4K 128 0
                                    

Sepertinya sore ini alam tengah bergembira, terlihat dari birunya langit dengan sapuan sinar kuning yang menuju arah barat. Seolah ikut merayakan lahirnya hidup baru seorang Erina Ferbria Nasution.

Semua yang mengenalnya pasti akan terkejut. Erin yang suka mengoleksi rok tenis dengan macam-macam warna itu memakai celana longgar di bawah lututnya, atasan yang biasanya beraksen lucu sekarang hanya sebuah kaos oblong yang terlihat kedodoran, rambut panjangnya pun sekarang hanya sebatas sebahu, yang ia ikat bagian atasnya sementara bagian bawahnya masih terurai.

Mungkin penampilannya 180 derajat berubah, namun Erin tetaplah seorang gadis cantik yang mau berpenampilan apa pun tetap bersinar. Dengan ada atau tidak adanya sapuan make-up di wajahnya.

Erin menghembuskan napas panjang, matanya terpejam dengan harapan baik yang diucapkan di dalam hatinya. Banyak hal sudah ia lalui, membuat ia mengerti betapa hidup ini begitu berarti.

Devan menyambutnya, cowok itu memberikan senyuman sebelum memersilahkan Erin masuk ke dalam mobil.
Mulanya hanya sebuah kebisuan yang menemani perjalanan mereka. Devan benar-benar bingung dan terkejut. Tiba-tiba saja tadi siang ia mendapat telepon dari Erin yang memintanya agar dipertemukan dengan Arvin.
Ya Erin Si Cantik dari sekolahnya yang 3 bulan lalu mendapat masalah yang besar. Dia juga yang membuat sahabat karibnya--Arvin, seperti makhluk setengah mati 3 bulan terakhir ini.

Jelas-jelas Devan tahu bagaimana stressnya Arvin karena Erin tidak mau menemuinya, tapi kenapa hari ini Erin ingin dipertemukan dengan cowok itu?
Dan lagi, ada apa dengan Erin yang sekarang?

"Gimana kabar Arvin sekarang?"

"Hah?"
Pertanyaan Erin membuat Devan seperti orang dungu sementara, pikirannya penuh dengan perubahan Erin ini hingga butuh waktu beberapa saat untuk mencerna hal lain.

"Oh Arvin. Dia baik-baik aja kok."
Ada sedikit tak rela mengatakan itu. Bagaimana pun Devan pernah menjadi--masih--fans Erin, padahal Devan ada di sampingnya kenapa Erin tak basa-basi seperti itu padanya?

Ok Devan, singkirkan pemikiran konyol itu. Hari ini adalah hari berbahagia, wajah kusut Arvin itu akan musnah segera.

"Oh...." Erin mengangguk, "sekarang kita ke mana?" tanyanya. Ketika di telepon tadi Devan hanya menyuruh Erin siap-siap dan tak menjelaskan di mananya ia bertemu Arvin.

"Di lapang Basket. Terpencil sih, tapi gue sama Arvin dulu sering main di situ tempatnya enak kok."

Lagi Erin mengangguk, meski ia hanya mendengarkan kalimat pertama Devan saja. Kalimat itu sudah cukup membuat Erin gugup dengan degup jantung meningkat.
Basket, membuat Erin teringat salah satu ucapan Arvin dulu.

"Nanti deh kapan-kapan gue ajak lo main basket biar tinggi lo nambah."

Diam-diam Erin dibuat tersenyum oleh kalimat yang terpatri dalam ingatannya itu.

Tak terasa, akhirnya mereka sampai juga. Benar kata Devan, tempat ini memang terpencil, hanya satu-dua rumah warga juga alang-alang yang terlihat bebas bertumbuhan.

"Lo ke sana aja, Arvin udah nungguin." Arvin hanya melongok lewat jendela mobilnya. "Oh iya Arvin juga belum tahu kalo dia mau ketemu sama lo."

Erin mengangguk mengerti. "Thanks ya, Van."

Devan tersenyum kemudian mengangkat tangannya sebagai bentuk memberi semangat sebelum pergi dari sana.

Erin membalikkan tubuhnya. Menatap jalan setapak di depannya. Rasa gugupnya kian bertambah, seiring dengan ia yang memberanikan diri menuju lapangan itu.

"Pokoknya suatu hari gue bakal ajak lo main basket, pasti. Tenang, gue tau lo nggak suka panas-panasan, gue pastiin tempatnya aman."

Arvin memang tak mengajaknya langsung, tapi Erin akan menganggap ini sebagai bukti dari janji Arvin itu. Tanpa panas-panasan--karena suasana sore yang begitu bersahabat, tambah suasana sekitar yang masih bisa dikatakan asri. Dan tentunya aman karena Erin percaya cowok itu akan selalu menjaganya.

Eunoia [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang