Seperti halnya Yin dan Yang.
Banyak yang berkata, bahwa Erina cantik. Kulit putih bersih, mata bulat indah dengan bulu yang lentik, juga tubuh yang proporsional meskipun masih anak SMA. Dari kecil dia dididik untuk punya attitude yang bagus, membuatnya dikenal ramah juga mudah bergaul
Dia tak aktif di organisasi mana pun, tapi orang-orang bisa berkata "Siapa sih yang nggak kenal Erina?"Sayangnya perlu diingatkan, bahwasanya di dunia ini tak ada sesuatu yang sempurna. Di setiap kelebihan, tentu ada kekurangan. Seperti hitam dan putih, baik dan buruk, tinggi dan rendah, semuanya diperlukan untuk keseimbangan semesta. Tak terkecuali Erin, meskipun dikatakan jelmaan dewi dengan bentuk fisik yang nyaris sempurna, sebenarnya dia adalah orang dengan IQ yang digolongkan payah.
Ada yang bilang kalau orang lemah dalam bidang akademik, maka dia akan unggul di bidang olahraga, pun sebaliknya. Namun, Erin pematah ungkapan itu. Dapat nilai ulangan dengan selisih satu di atas KKM saja, itu udah kejadian luar biasa. Apalagi di bidang olahraga, bukannya menghampiri, Erin malah menghindari bola dengan dalih takut. Sebab itu pula pelajaran olahraga selalu menjadi yang terendah di antara nilai-nilai menghawatirkannya di buku lapor.
Namun(lagi) sepayah-payahnya Erin di pelajaran, selemah-lemahya dia di bidang olahraga, juga selambat-lambatnya dia jika diajak rumpi oleh teman-temannya, demi Tuhan Erin masih punya otak untuk tidak menjawab "Ya." pada cowok yang kini berdiri dengan jarak satu meter di depannya.
"Gue suka sama lo, lo mau jadi pacar gue?" ucap cowok itu untuk yang kedua kalinya.
Mungkin dia berpikir Erin yang lambat ini tidak akan bisa mencerna ucapanya yang pertama. Memang, meskipun tanpa melihat cermin pun Erin sudah paham penampakan wujudnya sendiri sekarang. Mata membulat dengan mulut sedikit menganga, Erin bahkan merasa seperti ada tulisan gaib di dahinya berisi 5 huruf. D-u-n-g-u, yang membuat penampakkannya semakin sempurna.Tapi memangnya siapa yang tidak akan kaget jika seorang Arvin Andranial tiba-tiba nembak seperti ini? Ngobrol secara pribadi saja nyaris tidak pernah, maksudnya selain waktu kelas 10 karena 1 kelompok untuk ekperimen bikin tauge dengan media tumbuh kapas (yang membuat Erin sendiri bingung kenapa dari TK eksperimen itu selalu ada) Waktu itu pembicaraannya juga hanya sebatas, "Lo yang bawa bahan-bahannya, gue cuma bikin laporan akhirnya."
Dan tanpa angin tanpa hujan sekarang tiba-tiba dia bilang suka? Haruskah dipercaya? Yang benar saja!"Rin?"
Oke, sepertinya Erin terlalu lama terbengong ria. Mari kita mulai rangkai kata untuk segera enyah dari situasi tidak mengenakan ini.!
Tarik napas dulu Erin. Berpikir cerdas kemudian bertindak tegas."Mmm... Sorry, Vin. Gue nggak bisa," jawab Erin dengan senyum yang mengharap cowok di depannya itu cepat memaklumi situasi.
Gila saja kalau Erin sampai menerima Arvin. Cowok yang beberapa kali dilihatnya merokok. Arvin si cowok yang tampilannya sering acak-acakan gara-gara berantem, juga yang sering tidur di kelas. Apa yang mau diharapkan dari dia ? Ya meskipun dia tampan dan lumayan pintar, tetap saja di mata Erin--yang sering lelah menatap soal matematika--dia di posisi minus 8.
Erin punya kriteria sendiri untuk dijadikan pasangan. Yang paru-parunya sehat, yang tampilanya bersih, rapi, ramah, pokoknya kebalikkan dari Arvin sekarang.Kita memang nggak bisa melarang orang yang menyukai kita, tapi kita punya kuasa untuk menolak apalagi untuk orang sejenis Arvin. Batin Erin berseru mantap.
"Kenapa?"
Kenapa? Apa Erin harus sebutkan alasannya? Mending dia mau menerima, kalau tidak? Arvin kan tukang berantem, bisa tamat riwayat Erin. Mana tidak ada orang lain lagi di kelas ini. Kan tidak etis kalau besok di koran tertulis 'Siswi SMA ditemukan tewas karena mengungkapkan kata-kata tak sopan ketika menolak teman sekelasnya'.
"Ya pokoknya nggak bisa."
Alis Arvin terangkat sebelah, bibirnya terkatup datar.
Barusan Erin tidak salah ngomong kan? Tidak membuatnya tersinggung kan? Ekspresinya ituloh dingin-dingin nakutin, meskipun posisi ini juga bikin ketampannya seperti berlipat ganda. Astaga, bukan Erin tak menyadari ketampanan Arvin selama 2 tahun ini, hanya saja untuk saling berhadapan ini yang pertamakalinya, dan Erin baru menyadari itu"Yaudah, berarti hari ini hari pertama kita jadian."
"HAH?"
Seperti ada bola kasti yang menimpuk kepala Erin. Arvin salah ngomong atau Erin yang salah dengar?"Bener kan? Lo nggak punya alasan buat nolak gue, ya udah jadi kita jadian," ucapnya luwes, mulus, tanpa hambatan. Tidak tahukah yang keluar dari mulutnya itu membuat Erin serasa di-shock teraphy.
"Ya enggak gitu juga!" ucap Erin akhirnya setelah termangu pada kekagetan untuk kesekian kalinya.
"Terus?" dia sedikit menelengkan wajahnya, dengan ekspresi yang masih sama.
Membuat kepala Erin mendidih karena kesal. Erin yakin orang dengan otak seperti Arvin itu pasti paham bahwa Erin tak mau pacaran dengan dia. Tapi kenapa dia berpura-pura bodoh seperti ini? Ingin membuat Erin merasa punya teman? Kenapa dia menanyakan alasan yang jelas tak sanggup Erin utarakan.Mamanya dulu pernah bilang, "Nolak cowok boleh, tapi jangan sambil mencaci apalagi bikin sakit hati." Tak disangka dirinya benar-benar akan mengalami situasi seperti ini. Harusnya dulu Erin juga bertanya pada Mamanya tentang bagaimana cara menolak cowok yang baik dan benar. Agar Si cowok tak tersinggung dan punya dendam di kemudian.
"Pokoknya nggak bisa!" Erin tak punya kalimat lain selain itu. Ayo dong Arvin, ngerti.
"Iya, alasannya kenapa?"
Kalau Erin nempeleng kepala dia, dia bakal balas Erin atau tidak ya?
Kenapa cowok ini begitu menguji kesabaran seperti ini?!"Kok nggak jawab?"
Serah gue lah! Mulut-mulut gue!
Ah, sekarang lebih baik Erin pergi sebelum dumelan itu terealisasi oleh mulutnya."Bener kan? Nggak ada alasan buat nolak gue?"
Ini orang kenapa sih? Selain kelakuan buruknya, Erin baru tahu kalau dia juga bawel seperti ini. Untuk ukuran Arvin yang sangat-sangat jarang berinteraksi dengan lawan jenis, ini benar-benar luar biasa.
"Gue mau pulang."
Itu kode agar Arvin melepaskan tangannya yang kini menahan Erin pergi. Dasar tak sopan! Barani-beraninya dia pegang-pegang bahu anak gadis orang begini."Mau gue anterin?"
Arvin cowok yang sepeka itu? Tapi sayangnya tidak pada tempatnya. Erin tak butuh kepekaan seperti itu.
"Nggak usah!" Erin menepis tangan Arvin dan mengambil langkah cepat ke arah pintu, melewati tubuhnya yang tinggi menjulang. Bodo amatlah tentang nasihat Mamanya itu, toh Arvin tak pantas disopanin, dan lagi ia juga sudah sangat berusaha untuk bersikap baik
"Hati-hati di jalan ya pacar."
DUAGH!
Kaki Erin tersandung bingkai pintu karena tak memperhatikan jalan hingga tak sadar kalau ia terlalu menepi. Ditambah ucapan Arvin yang membuatnya kesal sekaligus malu dan cenat-cenut yang berkali-kali lipat.
Sial!
22102018
KAMU SEDANG MEMBACA
Eunoia [TAMAT]
Teen FictionNamanya Erina. Bermata bulat, berkulit putih mulus, serta berbadan ideal. Semua setuju bahwa dia adalah definisi dari cantik. Sayangnya dengan wujud bak dewi itu sebenarnya Erin adalah orang yang payah di bidang akademik. Mungkin ini yang disebut Yi...