27. Karma?

1.7K 130 5
                                    

Arvin mengepalkan tangannya. Rahangnya mengeras. Ia masih mengingat kejadian tentang cowok asing yang memasangkan jaket pada Erin itu.
Ditambah lagi cerita dari Devan yang membuatnya semakin naik darah saja.

Cowok itu bernama Galang, anak IPS. Sejak Arvin tak sekolah karena ibu Dira yang meninggal itu, Galang mengambil kesempatan mendekati Erin.
Kantin, perpustakaan, dia selalu menemani Erin karena kebetulan Fira pun sedang disibukan oleh OSIS.

"Bener kata orang, yang cinta pun kalah sama yang selalu ada. Apalagi kalo si Galang emang cinta tambah setia lagi, udah deh lo nggak nyampe bulu keteknya pun."
Devan malah mengompori, semakin memanaskan sesuatu di dalam diri Arvin.

"Brengsek!" umpatnya.

"Lo ngatain siapa sih? Diri sendiri?" tanya Devan dengan santainya. Membuat Arvin yang tengah mendidih itu bangkit dan memilih pergi entah kemana.

"Haha... Vin, Vin." Devan menggeleng-gelengkan kepala.

"Dibilangin nggak percaya. Karma itu beneran ada, contohnya ini."

oOo

"Katanya seminggu nggak sekolah itu karena Nenek sakit ya?"

Erin mengangguk kemudian melahap roti yang Galang berikan.
Galang sengaja mengajak Erin ke perpustakaan. Itu tempat yang tepat agar Erin tak mendengar rumpi-rumpi murahan tentang dirinya itu. Perlu diketahui, meskipun hanya sedikit saksi mata, namun insiden. pelabrakan itu tengah booming di sekolah ini.

"Sekarang keadaannya gimana?"

"Baik kok."

"Syukur deh." Galang menyandarkannya tubuhnya pada kursi, ia sedikit mengangkat tangan kirinya.

"5 menit lagi bel masuk. Lo masih mau di sini atau...."

"Atau?" Erin memancing. Namun bukan melanjutkan Galang malah mendekat ke arahnya. Sebelah tanganya terangkat, entah mengapa Erin merasa tubuhnya mendadak kaku. Terutama ketika tangan itu menyentuh pipinya.

"Lo lucu ya," ucap Galang yang sudah kembali bersandar di bangkunya setelah membersihkan remah roti di pipi Erin.
Sementara cewek itu hanya menunduk kikuk.

"Atau lo mau bolos sama gue?"

"Hah?" refleks Erin yang belum sepenuhnya normal itu.

Galang hanya tersenyum kemudian mengedipkan sebelah matanya dengan maksud.

Dan di sini lah mereka sekarang, sebuah perpustakaan daerah yang terlihat tenang dan damai.
Pengunjungnya tidak terlalu banyak, dan kebanyakan adalah orang yang berkacamata.

"Bhaha...." tawa Erin pecah. Deretan buku, untaian huruf-huruf, apa seperti ini yang disebut bolos?

"Eh...." Erin menutup mulutnya setelah sadar di mana sekarang ini. Meskipun begitu, dari matanya yang menyipit jelas dia masih tertawa.

"Kenapa ketawa?" tanya Galang seraya ikut menahan tawa. Pernah tertawa karena melihat orang lain tertawa? Seperti itulah Galang sekarang. Baginya tawa Erin begitu asyik. Ini pertama kalinya juga melihat cewek itu tertawa. Sangat manis.

"Lo kenapa ngajak gue ke sini?" tanya Erin setelah menghentikan tawanya menjadi wajah ceria dengan senyuman manis.

"Biasanya kan anak IPA...."

"Gue emang anak IPA, tapi jauh jadi ciri anak IPA yang lo bayangin," ucap Erin seraya mulai melangkahkan kaki. Melihat-lihat deretan buku tak ada salahnya. Sudah terlanjur ke sini juga. Ya... Mungkin seperti ini juga bisa disebut cuci mata.

"Gue nggak suka belajar, karena nggak masuk-masuk ke otak sih. Pokoknya meskipun di IPA, gue nggak ada pinter-pinternya."

"Tapi bukannya kemarin-kemarin lo sering ke perpus ya?"

Eunoia [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang