20. Not Too Good Day

1.5K 120 0
                                    

"Oy Rin!" seru Fira begitu melihat sosok Erin di ambang pintu kelas.

"Gila lo dateng jam segini, untung Pak Restu belum masuk," cerocosnya begitu sobat karibnya itu duduk di bangku. Ada sedikit kebingungan begitu melihat wajah yang biasanya ceria kini ditekuk.

"Badmood ya karna Bang Fadil lelet anterin lo. Ya udah lah, toh lo bisa masuk kelas tanpa dihukum kan?"

Ucapan Fira itu membuat Erin yang semula seperti tak memiliki semangat menoleh dengan wajah antusias penuh tanya.

"Darimana lo tau kalo gue dianterin Bang Fadil?" tanyanya yang lebih mirip seperti pendakwa.

Sementara Fira justru memutar bola matanya. "Yang lemot itu lo ya, bukan gue. Ya kalo Arvin izin, siapa lagi yang nganterin lo selain Bang Fadil?"

'Arvin izin?'

Jadi itu sebabnya dia tak ada menjemput? Membuat Erin lama menunggu hingga di detik terakhir memaksa Bang Fadil untuk mengantarnya.
Tapi mengetahui hal itu dari Fira membuat Erin sedikit kesal bercampur sedih. Kenapa Arvin tak memberitahunya kalau dia tidak akan sekolah?
Terlebih chat darinya semalam pun tak kunjung mendapat balasan.

"Kan bisa aja gue dianterin Kang Ojek," ucap Erin asal sebut seraya melipat tangan di meja dan menyimpan kepalannya di sana. Mendadak ia benar-benar tak bersemangat.

"Duh pagi-pagi gini lo udah mau tidur, nggak ada penyemangat ya?" Fira tertawa, setengah mengejek. Hal ter-epic dalam sebuah persahabatan.

"Garing deh lo. Btw Arvin izin kenapa?" tanya Erin yang jelas seperti tengah berusaha menahan sesuatu.

"Hah?" Mulut Fira terbuka, "Dia nggak bilang sama lo emang?!"

oOo

"Udahlah mungkin dia nggak sempet ngasih tau lo. Lagian kan ini masalahnya ada ibu temen dia yang meninggal, jadi lo harus bisa maklum."

Erin menghentikan langkahnya, menatap cewek di sampingnya yang otomatis juga ikut berhenti. Bola matanya memutar.

"Ya ampun Ra, lo ngomong kayak gitu untuk ketiga kalinya loh." Erin berdecak. Tak habis pikir.

"Ya abisnya lo badmood mulu. Jangan suudzon sama Arvin. Mungkin dia emang nggak sempet ngasih tau lo."

"Ngomong apaan sih? Biasanya lo kontra sama Arvin, kenapa sekarang Pro? Apa karena dia bilang mau ngasih PJ? Sumpah dia cuma boong aja," jelas Erin yang langsung melanjutkan langkah ke kantin itu tanpa menunggu tanggapan dari lawan bicaranya.

Pikirannya sedikit berputar. Fira tak hanya bicara omong kosong. Memang mood Erin sedikit kurang baik dan bisa dibilang karena memikirkan Arvin itu.
Erin tak tahu kenapa, padahal dari tadi ia juga sudah menegaskan bahwa Fira itu sekretaris kelas, kalau ia di posisi Arvin pasti sama akan memberitahu Fira saja.
Tapi entah kenapa ia terus merasa tak enak. Erin bisa jamin bukan rasa cemburu yang ia rasakan pada Fira.

"Loncat!" ucap seseorang tiba-tiba secara menepuk kedua pundak Erin. Erin pun berbalik dengan ekspresi yang belum berubah, datar.

"Kok nggak kaget sih," ucap cowok yang baru saja menepuk Erin itu. Ia tersenyum manis. Membuat yang melihat setuju bahwa dia dan Erin cocok dari segi visual.

"Galang?" bingung Erin. Kenapa bisa ada cowok itu di belakangnya? Dan kemana perginya Fira?

"Udah kenal nih ceritanya?" godanya yang membuat Erin tersenyum kaku. Ketika mengantarnya semalam, Galang sedikit bercerita tentang dirinya yang merupakan murid IPS. Dia juga sering berpapasan dengan Erin. Namun karena Erin yang cuek pada sekitar membuatnya tak ingat sedikit pun. Lebih tepatnya tak menyadari sedikit pun.

Eunoia [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang