Erin duduk di bangkunya. Bangku yang berada di jajaran pertama juga yang paling dekat dengan pintu itu menjadikannya spot yang paling mudah dilihat oleh mereka yang berlalu-lalang di koridor.
Ada yang menyapa atau sekedar melambai. Erin sering mendapatkan itu yang dibalasnya dengan senyum dan anggukan kecil.Erin sudah terbiasa, termasuk tingkah salah satu cowok yang masih merupakan teman sekelasnya.
"Erin...," sapanya riang. Senyumnya sudah terbit sejak berjalan di koridor, dan semakin cerah ketika berdiri di depan meja Erin.
"Kenapa, Bob?"
"Tau nggak kenapa minyak dan air nggak bisa bersatu?"
"Karena beda bahan?" jawab Erin ngaco.
"Bukan, karena yang bisa bersatu itu cuma aku dan kamu."
Erin hendak meringis, namun sebelum terjadi sebuah geplakan hinggap di kepala Boby, membuat cowok itu yang lebih dulu meringis yang sebenarnya. Devan yang menjadi pelakunya, CS-nya Arvin.
"Set, ngapain pake geplak gue segala?!" protes Boby, wajahnya terliha kesal.
"Erin itu sekarang jadi ceweknya Arvin. Lo mau jadi tukang tikung?" jelas Devan seraya memeteng temannya itu pergi dari hadapan Erin.
Boby sempat berseru kaget. Bahkan ia sempat berorasi bahwa cewek cantik itu milik bersama, tidak boleh punya pacar.
Erin hanya menggeleng-geleng kecil. Boby memang satu-satunya orang yang paling sering memberikan sepikan-sepikan receh pada Erin. Yang paling mentok Erin tanggapi dengan senyum kecil, miris tepatnya.
Itu membuat Erin berpikir. Ada ratusan sepikan manis yang pernah ia dengar dari Boby, dan semuanya tak terlalu ia pedulikan. Tapi kenapa semalam ia bisa sampai blushing hanya karena dinyanyiin Arvin?
Wah Erin harus periksa ke dokter. Sepertinya ada yang konslet dengan otaknya.oOo
"Bu saya boleh pindah nggak?"
Suara Arvin di tengah kesunyian pelajaran Matematika itu menarik perhatian. Tak hanya Bu Berta--orang yang Arvin tuju--semua murid juga ikut menoleh padanya, termasuk Erin.
"Pindah apa Arvin?" tanya wanita itu lembut. Sedikit cerita tentang Bu Berta. Dia adalah guru muda yang cantik, wajahnya selalu dihiasi senyuman juga tatapan lembut. Namun, guru Matematika tetaplah guru Matematika, sudah seperti hukum alam seorang guru Matematika harus ditakuti murid. Dia tidak pernah membentak, namun jari lentiknya tak segan membuat buku catatan terkoyak. Dan dengan santainya beliau berkata "Besok catatannya sudah rapi ya, tugasnya juga sudah lengkap." Entah bagaimana ceritanya ucapan nun manis itu bak vonis yang membuat kenikmatan dunia musnah seketika. Poin pentingnya kalau sampai ada catatan yang tidak lengkap, Bu Berta akan menyuruh menulis ulang di buku yang baru. Hebat bukan?
"Pindah ke samping Erin, Bu."
Bu Berta mengernyit, "Kenapa begitu?"
Sementara di sisi lain Erin sudah melayangkan pelototan pada Arvin yang tentu dihiraukan karena pria itu menghadap ke arah Bu Berta. Ekspresinya sopan yang tentu ia pasang guna mendapatkan izin.
Bangku di samping Erin memang kosong, Fira yang sudah Erin sumpah akan ia omeli hari ini tidak sekolah karena ada kerabatnya yang meninggal dunia."Saya mau ajarin dia Bu, materi minggu kemarin dia belum mengerti, sekalian sama materi yang barusan ibu jelasin."
Erin menepuk dahinya, bicara apa Arvinnya itu? Eh maksudnya Arvin itu!
"Tidak masalah. Tapi Ibu dengar kamu pacaran sama Erin ya?"
Erin menelan ludahnya susah. Kalian paham kan maksud ucapan Bu Berta barusan? Meskipun lembut keibuan, Bu Berta sebenarnya sinis pada murid yang pacaran. Bahkan untuk anak-anak yang kepergok mojok, guru itulah yang mengintrogasi dengan panjang lebarnya.
Eh kenapa Erin berpikir sejauh itu? Memangnya dia dan Arvin benar-benar pacaran? Toh Erin sudah menolak. Tentang pacaran apalagi apa tadi? Patah hati sesekolahan? Mulut Arvin memang suka melantur kemana-mana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Eunoia [TAMAT]
Teen FictionNamanya Erina. Bermata bulat, berkulit putih mulus, serta berbadan ideal. Semua setuju bahwa dia adalah definisi dari cantik. Sayangnya dengan wujud bak dewi itu sebenarnya Erin adalah orang yang payah di bidang akademik. Mungkin ini yang disebut Yi...