13. Lea^

1.8K 148 0
                                    

"Diminum dulu, Neng."

"Ah iya Bu, terima kasih."
Erin mengangguk dengan senyumnya. Setelahnya Bu Rena--ibunya Angga--pamit undur karena ada beberapa pembeli yang sudah menunggunya.

Erin mengambil satu gelas es teh manis yang tadi Bu Rena suguhkan itu. Ia langsung meminumnya rakus. Tenggorokan kering serta rasa gerah yang keterlaluan membuatnya tak peduli akan dianggap cewek tak beretika atau apa pun itu.

Ia mengelap bibirnya dengan punggung tangan setelah hanya menyisakan es batu di dalam gelas. Tak lupa suara 'Ah...' pun keluar dari mulutnya sebagai bentuk dahaga yang sudah terpenuhi.

"Apa?!" tanyanya sangar ketika mendapati Arvin yang menatapnya dengan pandangan 'speechless'.

Mereka kini tengah duduk di sebuah gazebo yang berada tepat di seberang rumah Bu Rena. Bu Rena bilang sih ini adalah pos ronda, hanya saja Angga, Arvin, dan anak-anak lainnya membangun ulang tempat ini sehingga sedikit bernilai seni. Fungsinya pun perlahan berubah, bapak-bapak yang suka meronda tak datang lagi, karena tempat ini sering dijadikan tempat tongkrongan Arvin DKK yang tentunya jarang sepi. Mereka jadi tak perlu khawatir karena maling pun pasti akan berpikir dua kali.

"Ini nih cobain. Kue sagu bikinan ibu paling enak sedunia loh," ucap Arvin seraya menyodorkan toples kue yang sudah lebih dulu dibuka dan dinikmatinya.

"Masakan ibu juga enak, sekali-kali belajar sama dia gih, biar nanti lo jadi istri yang sempurna buat gue."

Blush...

Pipi Erin pasti langsung memerah. Erin oh Erin... Kenapa hanya dengan ucapan seperti itu saja bisa tersipu!  Tahan harga diri Erin! Tahan!
Dewi batinnya terteriak.

"Apaan sih, gue juga bisa masak kali," ucapnya seraya memalingkan muka.

"Serius?" Arvin memandang Erin dengan raut antusias. Seorang gadis, cantik, bisa masak, apa yang lebih keren dari itu? Ya, meskipun dia sedikit lemot. Kita anggap saja lupakan itu.

"Mama kan sering dinas keluar kota, Bang Fadil kan cowok, sementara Liza nempel mulu sama buku, ya terpaksa gue yang jadi babu," curhat Erin. Di akhir ia menghela napas, baru sadar kalau ternyata dia memang dijadikan babu. Memasak, mencuci, membersihkan rumah, selama ini dia seorang yang mengerjakan semua itu.

"Makin terpesona deh gue sama lo," ucap Arvin dengan kedua tangan menopang dagu. Matanya berkedip-kedip menggoda yang tentunya malah mengundang mual.

"Ih apaan sih!" Erin mendorong dahi Arvin yang membuat cowok itu terkekeh.
Mmm... Memangnya ada yang lucu?

"Kesimpulannya lo punya sisi keibuan. Mau gue kenalin ke Lea nggak?"

"Lea?"

"Adeknya Angga, dia masih 7 tahun."
Erin teringat, tadi Angga juga membahas tentang itu. Tapi di mana dia? Dari tadi Erin tak melihat tanda-tanda ada anak kecil di sini.

"Lea itu pengen banget punya kakak cewek, sayangnya kakak dia cuma satu, dan itu Angga. Anak-anak yang sering nongkrong di sini juga cowok semua, dia pasti seneng banget deh ketemu sama lo."
Penjelasan Arvin itu membuatnya diingatkan lagi pada ucapan Angga, 'Dia pasti seneng', apa ini maksud ucapannya itu? Tapi,

"Bentar-bentar deh, Vin. Biar pun gue bisa masak, belum tentu gue punya sisi yang kayak gitu. Sumpah gue nggak ada bakat jadi kakak, sama Liza juga sering berantem--VIN!"

Erin berdecak melihat Arvin yang lari begitu saja tanpa mendengarkan seluruh perkataannya. Dasar makhluk egois!
Sekarang apa yang harus Erin lakukan? Di sekitarnya tak pernah ada anak kecil, jadi ia tidak tahu harus bersikap seperti apa.

Eunoia [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang