29. Terkuak

1.6K 113 0
                                    

"Gawat apa sih Van? Jangan bilang kucing tetangga lo mau ngelahirin lagi?" ucap Arvin seraya bangkit dari posisi tidurannya. Kadang sahabatnya yang suka usil itu mengerjai secara keterlaluan.

'Gue serius Vin. Ini bahaya!' jawab Devan di seberang sana yang jelas tak terdapat nada bercanda.

"Ok ok, bilang bahaya apa?"

'Coba lo inget, apa suara orang yang ngobrol di tangga itu mirip Galang atau nggak?'

Arvin mengernyit, kenapa Devan tiba-tiba menanyakan itu? Arvin tidak terlalu yakin sih, tapi sepertinya....

'Di grup itu ada 24 orang, semua pake akun real kecuali Mr. Burn, yang kita curigai adalah orang yang sama dengan orang yang punya niat jahat sama Erin.'

Arvin tanpa sadar mengangguk pertanda setuju akan ucapan Devan.

'Lo inget ucapan Galang tadi? Dia bilang gue orang yang pacar temennya sendiri dijadiin 'bahan'. Gue baru sadar dia ngomong kayak gitu karena gue adalah anggota grup Erin itu. Tapi gimana caranya dia tau? Gue pastiin 23 anggota itu nggak ada Galang.' Devan menjeda ucapannya. Arvin yang memang mendengarkan baik-baik pun mulai memakan penjelasan Devan. Memang grup itu sangat tertutup, hanya yang termasuk anggota saja yang bisa mengetahui siapa saja anggotanya.

'Kesimpulan gue cuma satu, Mr. Burn itu Galang. Ketika di grup nggak ada lagi kirimin foto Erin itu karena dia memang ada di samping Erin.'

Arvin langsung meloncat dari kasurnya. Ia segera menyambar jaket dan berlari keluar dari kamar.

"Gue jemput lo sekarang!" ucapnya pada Devan sebelum mematikan sambungan teleponnya.

oOo

"Bilang kalau ada polisi!" perintah Arvin pada Devan di sampingnya.

Arvin kini tengah fokus menyetir dengan kecepatan tinggi. Tatapannya tajam dengan gigi yang menggertak kuat. Setidaknya itu ekspresi yang melekat padanya semenjak mendapat telepon dari Devan itu.

"Telepon Erin lagi!"

Arvin tak bisa mengontrol dirinya. Ia marah, khawatir, dan takut di saat yang bersamaan.

Ia menyesali, kenapa baru sekarang tahu kalau Galang adalah orang brengsek itu.
Kalau Arvin bisa memundurkan waktu hingga kemarin saja, Arvin tidak akan membiarkan Erin pergi, ia akan membawa cewek itu meskipun Erin marah. Bahkan ia akan memaksa untuk menjelaskan meski Erin menolak. Yang penting Erin tak di sisi cowok itu.

"Nomor Erin tetap nggak aktif Vin."

"Coba terus!"

Sekarang harus bagimana? Arvin masih ingat obrolan mereka di kantin. Malam ini Galang mengajak Erin makan malam. Dan Arvin tak tahu di mana tempatnya.

"Argh!"

Arvin menarik rambutnya ketika ia membayangkan kemungkinan terburuk itu terjadi.
Arvin benar-benar tak akan bisa memaafkan dirinya sendiri.

"Cari alamat si Galang!"

Di lain sisi Devan pun dengan cekatan mengotak-atik ponselnya. Meskipun dari tadi Arvin tak berhenti teriak dan mencaci. Devan paham, sahabatnya itu terlalu ketakutan.

"Za, kasih gue alamat Galang," ucap Devan begitu teleponnya tersambung dengan Reza, sepupunya yang kebetulan merupakan anak IPS.

"Nggak tau? coba tany--" ucapan Devan terpotong karena Arvin yang tiba-tiba merebut ponselnya.

"CEPET CARI ALAMAT DIA SEKARANG! GIMANA PUN CARANYA!"

Devan menghela napas. Kalau bukan sahabatnya mungkin Devan sudah meninju Arvin. Sayangnya Devan tahu detailnya, hingga ia tak bisa memandang tingkah Arvin ini menyebalkan. Yang dilihatnya sekarang hanyalah Arvin yang menyedihkan. Dia frustasi.

Eunoia [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang