Seminggu berlalu, tanpa terasa selama itu Erin tidak hadir ke sekolah.
Pagi ini, dengan rentang 15 menit dari bel masuk, Erin menginjakan kakinya di halaman.
Beberapa anak tengah berlalu lalang di sana. Sebagian besar mungkin sudah berderet di kantin atau kelas, dan sisanya masih di perjalanan.Erin menutup kembali pintu mobilnya. Sementara dari sisi kanan Mamanya juga ikut keluar, seolah tugas mengantarnya belum cukup sebelum melihat Erin memasuki kelas.
"Belajar yang rajin ya, sebentar lagi ulangan kenaikan kelas, Mama percaya kamu bisa!" ucap wanita itu memberi semangat. Erin pun mengangguk kecil seraya membenarkan posisi tali tasnya.
"Aaa.... Erin... akhirnya lo sekolah juga."
Dari arah tak terduga Fira tiba-tiba datang dan langsung memeluk Erin."Kangen banget gue sama lo," ucapnya seraya semakin mengencangkan pelukan. Membuat Erin harus menepuk-nepuk lengan cewek itu untuk bisa lepas.
Cewek itu pun hanya cengengesan dengan polosnya."Fira gimana kabarnya?" Mama Erin berusara. Sedikit menegaskan mungkin bahwa tak hanya Erin yang ada di sana.
"Eh tante. Baik tante. Tante gimana?" Fira bertindak menyalami wanita itu sopan.
"Tante juga baik," jawabnya dengan wibawa anggun yang mengelilinya.
Semua yang melihat akan tahu dari mana kecantikan Erin itu diturunkan. Dan semua tak akan menyangka kalau wanita cantik itu 3 tahun lagi akan menginjak usia kepala 5."Oh iya sayang, waktu itu kamu pernah bawain batagor katanya dari kantin sekolah kamu. Boleh nggak sekarang kamu beliin buat Mama?"
Erin berkedip beberapa kali, kemudian mengangguk. Tanpa berkata apa pun Erin langsung beranjak dari sana. Atau lebih tepatnya dari tadi pun cewek itu belum mengeluarkan satu patah kata pun. Fira juga baru sadar akan itu. Biasanya kalau mereka sudah tak bertemu lama, mereka akan sama hebohnya.
"Rin gue tem--"
Ucapan Fira tergantung karena Mama Erin yang tiba-tiba mencekal tangannya, mencegahnya yang hendak menyusul Erin.
"Kenapa tante?" bingungnya, terlebih ketika ia melihat ekspresi Mama Erin sekarang sudah berubah. Tidak ada senyum ramah seperti tadi, hanya raut dingin yang seperti memendam kekesalan.
Apa dirinya telah melakukan kesalahan hingga Mama Erin marah seperti itu?"Mana yang namanya Arvin?"
"Hah?"
Cepat-cepat Fira membekap mulutnya sendiri. Refleksnya itu membuatnya melakukan hal yang tak sopan.
Tapi sungguh Fira tak bermaksud apa-apa, ia hanya terkejut mendengar Mama Erin mencari Arvin dengan nada yang tegas seperti itu."Itu tante!" tunjuk Fira pada Arvin yang berada di area parkir. Bukan sebuah kebetulan, hanya saja tadi Fira melihat Arvin yang juga baru datang.
"Arvin sini!" teriaknya langsung begitu Arvin melepas helmnya. Oh kalau kalian bertanya apa Arvin datang bersama Dira, jawabannya adalah tepat. Dan Entah mengapa Fira merasakan hawa aneh dari sampingnya.
Arvin terlihat berbicara sebentar. Setelah mengangguk, Dira pergi ke arah kelas, dan barulah Arvin menghampiri Fira dan Mamanya Erin.
"Kenapa Fir?"
PLAK!
Fira yang hendak menjawab pertanyaan Arvin itu langsung membekap mulut dengan mata yang melotot, melihat dengan jelas tangan Mama Erin melayang dan menghantam pipi Arvin. Ada apa ini?
Lain Fira, lain Arvin, cowok itu jauh lebih terkejut. Tamparan seorang wanita tak bisa dibandingan dengan tinjuan laki-laki, namun bukan itu. Ketika orang dewasa seperti Mama Erin ini menampar seseorang, alasannya pasti bukan karena tak bisa mengontrol emosi, ada alasan kuat di baliknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Eunoia [TAMAT]
Teen FictionNamanya Erina. Bermata bulat, berkulit putih mulus, serta berbadan ideal. Semua setuju bahwa dia adalah definisi dari cantik. Sayangnya dengan wujud bak dewi itu sebenarnya Erin adalah orang yang payah di bidang akademik. Mungkin ini yang disebut Yi...