"Lo kok nggak jemput gue?!"
Tawa Arvin dan Devan yang tengah asik bercengkrama itu terhenti. Mereka sama-sama menolehkan wajah ke sumber suara. Di mana Dira berdiri dengan wajah menahan kesal.
Arvin menatap Devan melemparkan kode, yang dibalas dengan angkatan dagu dari cowok itu pertanda Arvin harus maju menghadapinya.
"Gini Ra, lo--"
"Kenapa?!" suara Dira meninggi. Hal yang tak Arvin suka karena itu membuat penghuni kantin menatap ke arah mereka.
Arvin tak tuli, bahwa kedekatannya dengan Dira 'lagi' itu tengah hangat dijadikan bahan rumpi.
Apalagi dengan Dira yang marah-marah seperti ini, kaum lambe turah pasti kegirangan bukan main."Lo tenang dulu dan dengerin gue. Lo itu salah paham Ra. Gue care sama lo itu bukan berarti kita bisa kayak dulu. Gue sayang sama lo, tapi nggak lebih dari temen. Dan kenapa hari ini gue nggak jemput lo, gue takut lo makin salah paham. Kita nggak ada apa-apa, Ra." Meskipun awalnya terasa berat, tapi Arvin lega setelah menceritakan semuanya.
"Sorry...."
Ia tak ingin semuanya semakin rumit dan ujung-ujungnya hanya membuat dirinya sendiri tercekik.
Semalam ia sudah merenungkan obrolannya dengan Devan. Sekarang Arvin sudah punya keputusan."Jahat lo Vin," ucap Dira dengan wajah memerah dan mata berkaca-kaca. Tanpa berkata lagi ia langsung pergi dari sana.
Arvin menghela napas lega seolah baru saja menghilangkan beban berat hidupnya. Benar kata Devan, dirinya itu kurang tegas. Sementara cewek dengan otak yang tak praktisnya harus selalu jelas baru mengerti.
"Nah gitu dong, itu baru cowok," ucap Devan seraya menepuk-nepuk bahu Arvin. Sebagai teman, Devan tak bisa mengatur kemana Arvin harus mengambil keputusan, ia hanya bisa mendukung apapun yang Arvin pilih, karena itu pasti yang terbaik bagi Arvin.
"Tinggal tunggu aja, kira-kira karma dari Dira apa ya?" candanya dengan cengiran yang membuat Arvin langsung menepis tangan cowok itu. Devan pun tergelak karena tingkahnya.
"Kuno! Ngomongin karma mulu."
"Haha... Tunggu aja, lo pasti bakal rasain."
"Nggak bakal."
"Liat aja," ucap Devan seolah ia ahli nujum yang sudah tahu apa yang akan menimpa Arvin.
"Btw, rencana lo selanjutnya apa?" Devan memang penasaran. Untuk Dira kita anggap saja beres, lalu untuk Erin? Apa yang akan Arvin lakukan?
"Gue bakal jelasin ke Erin biar dia nggak semakin salah paham."
Devan mengernyitkan dahinya. "Gue pikir lo bakal putusin dia," herannya karena jawaban yang Arvin berikan berada di luar garis ekspektasinya.
Sekarang giliran Arvin yang menatap Devan bingung, "kenapa lo mikir gitu?"
"Semenjak lo jauh sama Erin, udah nggak ada lagi foto tentang dia," jelasnya yang membuat Arvin mencondongkan wajahnya dengan raut tak percaya.
"Serius lo?"
Devan mendorong kening Arvin. "Seriuslah. Lo pikir gue nggak laporan sama lo itu karena gue lupa sama tugas gue?"
Arvin menyandarkan tubuhnya pada bangku dengan wajah yang mulai berpikir.
"Si Mr. Burn ngilang gitu aja, kayak ditelan bumi," tambahnya untuk membuat Arvin bisa membaca situasinya.
"Gue juga agak bingung sih. Logikannya gini, ketika lo nggak di samping Erin, harusnya dia lebih leluasa kan? tapi ini? Mungkin dia cuma nantangin lo yang berusaha lindungin Erin, tapi itu juga nggak bakal dia lakuin kalo dia nggak tau niat lo emang buat lindungi Erin. Kesimpulannya, dia tau niat lo, dia udah tobat, atau...." Devan menjeda ucapannya, ia menatap Arvin lekat-lekat. Otaknya seperti tengah merancang sebuah simpulan baru.
KAMU SEDANG MEMBACA
Eunoia [TAMAT]
Novela JuvenilNamanya Erina. Bermata bulat, berkulit putih mulus, serta berbadan ideal. Semua setuju bahwa dia adalah definisi dari cantik. Sayangnya dengan wujud bak dewi itu sebenarnya Erin adalah orang yang payah di bidang akademik. Mungkin ini yang disebut Yi...