Arvin berjalan keluar dari kamar mandi. Celana selutut dengan kaos tanpa lengan menjadi style-nya malam ini. Sementara itu kedua tangannya sibuk menggosok rambut menggunakan handuk yang tadi juga ia gunakan untuk mengeringkan tubuhnya.
Sehabis dari rumah Devan, Arvin pergi sebentar ke rumah Angga. Niatnya hanya sekedar mengantarkan cokelat juga permen kapas untuk Lea. Namun pada akhirnya ia menghabiskan waktu lama di sana. Berbincang dengan Ibu dan Angga memang sangat menyenangkan sampai-sampai waktu pun kehilangan arti.
Drrtt... Drrtt...
Ponselnya yang ia letakan di atas nakas bergetar panjang pertandakan ada panggilan masuk."Hallo?"
Tepat setelah mendengar suara dari seberang sana, raut Arvin berubah.
oOoDira tak berhenti mondar-mandir di depan pintu ruangan bercatkan putih itu meski langkahnya sedikit terpincang. Wajahnya yang pucat juga tubuhnya yang tak bisa berhenti gemetar membuat Thalia yang duduk di kursi tunggu menjadi cemas.
"Ra, lo tenang ya?" bujuk Thalia. Ia tak terlalu berharap Dira akan tenang seperti ucapannya, ia hanya berharap Dira mau berhenti mondar-mandir, ia takut terjadi sesuatu apalagi jelas-jelas kaki gadis itu terluka.
"Bagaimana gue bisa tenang? Mama gue di dalam sana kritis!" Air mata Dira meluncur untuk kesekian kalinya. Jelas sekarang ia benar-benar sedih bercampur ketakutan.
Motor yang mereka tumpangi terserempet mobil yang sekarang entah melarikan diri kemana.
Waktu itu Dira berhasil meloncat, hingga hanya keseleo dan lecet-lecet di bagian sikut karena mengenai aspal.
Namun Mamanya, yang mengendarai motor itu tak bisa menghindar, dia menabrak pembatas jalan hingga akhirnya jatuh dengan kepala terbentur.
Benturannya terlalu kuat hingga helm tak mampu membuat Mamanya baik-baik saja."Mama...." Dira menangkup wajahnya. Ketakutan melingkupinya. Bagaimana kalau sesuatu yang buruk sampai terjadi pada Mamanya itu?
"Percaya, Tuhan pasti kasih yang terbaik. Sekarang mending kita obatin luka-luka lo dulu ya?" bujuk Thalia lagi yang kini sudah berdiri di samping Dira seraya merangkul gadis itu. Berusaha memberinya kekuatan dan menjelaskan bahwa Dira masih mempunyai dirinya.
"Gue nggak papa kok."
Thalia menghela napas. Dari cara berjalannya saja terlihat kalau kaki Dira tak baik-baik saja. Belum lagi luka-luka di tangannya. Meskipun tak terlalu dalam, tapi luka itu masih mengelurakan darah, takutnya bisa infeksi kalau tidak segera ditangani.
"Ra...."
Suara berat seseorang yang membuat Dira maupun Thalia langsung menoleh ke arahnya.Ekspresi Dira berubah. Cepat-cepat ia menepis air matanya dengan punggung tangan sebelum melayangkan tatapan tak bersahabat pada orang itu.
"Gue nggak sengaja tumpahin jus ke Erin, gue juga nggak manggil lo ke sini," ucapnya bernada sinis.
"Ra, gue--"
"Udah jelas kan? Jadi sekarang lo pergi dan bawa kata-kata ngerendahin lo itu."
"Gue ke sini bukan untuk itu, Ra."
"Oh gue tau, buat liat keadaan gue yang makin ancur kan?" ucap Dira seraya tertawa pedih.
"Bukan git--"
"Gue yang suruh Arvin ke sini," ucap Thalia. Menghentikan perdebatan antara dua orang itu.
"Buat apa?" tanya Dira.
Thalia sangat paham seperti apa keadaannya, seperti apa situasi dirinya dengan Arvin, kenapa dia justru memanggil cowok itu?
"Gue tau Ra, lo butuh Arvin."
KAMU SEDANG MEMBACA
Eunoia [TAMAT]
Teen FictionNamanya Erina. Bermata bulat, berkulit putih mulus, serta berbadan ideal. Semua setuju bahwa dia adalah definisi dari cantik. Sayangnya dengan wujud bak dewi itu sebenarnya Erin adalah orang yang payah di bidang akademik. Mungkin ini yang disebut Yi...