MIM 3

59.7K 2.9K 34
                                    

Karin seorang wanita yang cantik, dia mempunyai tubuh yang ideal, dia mempunyai kulit yang putih dan mata yang besar. Karin salah satu seorang wanita yang banyak di kagumi para lelaki, apalagi dia juga mempunyai badan yang seksi dan usianya sekarang sudah memasuki 18 tahun dan baru saja menyelesaikan sekolah menengah kejuruan.

Karin orang yang asik, dia juga termasuk salah satu siswi yang pintar, dan juga dia anak yang baik, bahkan pacaran pun dia tidak pernah, ia tau kalau pacaran itu dosa dan tidak ada manfaatnya hanya buang-buang waktu, meskipun Karin bukan seorang wanita solehah namun, apa yang diharamkan ia jauhi, abangnya pun melarangnya, abangnya adalah lulusan pesantren, dan selalu menasehati dan menjaga adiknya dari pergaulan bebas, namun, sayang apa yang ditakutkan sang abang sudah terjadi.

Kehidupan Karin sekarang berubah sejak kejadian malam itu, disaat Karin memutuskan untuk ke kamar mandi saat menghadiri pesta ulang tahun teman sekelasnya. Tiba-tiba ia bertemu dengan seorang pria dan pria itu malah menahannya untuk kembali ke keramaian. Tangan Karin ditarik paksa olehnya untuk masuk ke dalam sebuah kamar yang ada di di sana, keadaan saat itu memang sepi karena orang-orang sedang berada di belakang rumah, dan di saat itulah pria itu melakukan aksinya. Karin tidak berdaya melawannya, walaupun ia sudah berusaha untuk melepaskan genggamannya. Kesuciannya di renggut paksa oleh pria yang tidak ia kenal. Setelah kejadian itu Karin mulai menjadi pendiam namun sebisa mungkin ia menyembunyikan kenyataan pahit itu dari orang orang disekitarnya, kesedihannya semakin bertambah saat ia tahu bahwa ia tengah mengandung anak dari pria itu. Karin merasa hidupnya hancur, masa depannya yang ia rencanakan berbalik arah. Kenyataan tidak sesuai dengan keinginannya, Allah mengujinya. Karin masih ingat pria yang membuat hidupnya hancur, pria yang sudah menanam benih di rahimnya dan yang pasti, Karin tidak akan memaafkan pria itu dan tidak ingin bertemu nya lagi. Setiap mengingat kejadian malam itu, Karin selalu menangis, meratapi nasibnya sendiri, ia berjanji pada dirinya untuk menjaga dan membesarkan anak yang saat ini ia kandung, tidak ada niatan untuk menggugurkan kandungannya.

"Maaf rumahnya tidak besar," ucap Atika sambil membuka pintu rumahnya.

Karin menatap rumah itu. "Tidak masalah Kak, aku bersyukur bisa tinggal di sini, aku janji, jika aku sudah bekerja nanti aku akan ikut bayar sewa rumah ini."

"Ahh ... jangan di pikirkan tentang itu. Sekarang kamu istirahat ya, aku tau kamu pasti capek, kamar kamu ada di situ."

"Iya Kak, aku ke kamar dulu."

"Iya."

Karin melangkah menuju kamar, kamar yang berukuran kecil namun, tidak masalah baginya, yang penting ia bisa tinggal di rumah itu untuk sementara waktu.

Sesampainya di kamar Karin memasukan baju-baju dan barang lainnya ke dalam lemari. Setelah selesai membereskan pakaian dan barang-barangnya, ia membaringkan tubuhnya di atas kasur yang berukuran kecil. Ia merasa lelah karena perjalanan jauh, baru kali ini ia pergi meninggalkan rumah, baru kali ini ia terpisah dengan Ibu dan juga Wildan. Karin tidak yakin apa ia mampu bertahan lebih lama di kota orang, ia harus siap dengan jawaban yang suatu hari nanti Atika tanyakan, karena Karin tau, semakin lama perutnya akan semakin membesar.

***

Sore hari Atika mengajak Karin keluar rumah untuk mencari makanan, tidak ada bahan makanan di rumah Atika karena ia baru saja kembali ke rumah itu setelah pulang dari kampung halamannya.

Karin menatap lurus ke arah jalan raya, sambil menunggu pesanannya datang. Belum sempat sehari Karin sudah merindukan Ibunya, sebenarnya ia begitu berat harus pergi meninggalkan rumahnya, karena keadaannya yang sedang hamil membuatnya harus pergi jauh.

"Hei kenapa ngelamun?" tanya Atika.

"Gapapa Kak," jawab Karin tersenyum manis, memang melamun adalah hobi Karin akhir-akhir ini.

"Kalau ada masalah cerita aja sama Kakak."

Karin tersenyum tipis. "Iya Kak."

"Ini pesanannya," ucap seorang pria sambil menaruh makanan yang mereka pesan di atas meja.

"Makasih Mas."

"Iya Mbak."

Atika mengambil sendok. "Ayo di makan, Kakak yang bayarin," ucap Atika.

"Eh jangan Kak, aku ada uang kok."

"Gapapa, ada rezeki lebih."

"Kakak kerja apa?"

"Aku seorang perawat karena aku di tugaskan di sini mau tidak mau harus berpisah dengan keluarga, dan kadang ada jadwalku malam hari, jadi maaf jika nanti kamu sendirian di rumah. Kalau kamu, nanti mau kerja apa?"

"Terserah aja Kak, yang penting gak nganggur."

"Nanti Kakak bantu kamu cari kerjaan."

"Beneran Kak?"

"Iya nanti juga Kakak tanyakan pada pihak rumah sakit, siapa tau mereka sedang membuka lowongan pekerjaan."

"Terima kasih ya Kak," ucap Karin.

"Sama-sama," jawab Atika

Atika seorang wanita muslimah, ia selalu menggunakan pakaian yang tertutup, dan hijab panjang, beda dengan Karin, ia tidak sesolehah Atika, Karin memang memakai jilbab tapi hijabnya tidak sepanjang Atika yang hampir menutupi bagian dada dan perutnya, Karin lebih suka memakai celana, ia termasuk wanita yang eksis dan gaul dengan gaya pakaian dan hijabnya.

"Kakak sudah lama jadi Perawat?" tanya Karin di sela-sela makannya.

"Lumayan, sudah dua tahun."

"Wah lama juga ya Kak."

"Iya Rin, meski jauh tapi Kakak sudah sangat mencintai pekerjaan itu, kamu tau kan sekarang ini susah cari kerjaan jadi kakak tidak ingin menyia-nyiakannya."

"Iya Kak, Bismillah semoga Karin segera mendapatkan pekerjaan."

"Aamiin ... kalau boleh tau umur kamu berapa?"

"18 Kak."

"Berarti baru lulus?"

"Iya Kak, baru lulus SMK jurusan Administrasi perkantoran."

"Kenapa gak kuliah?"

"Sejujurnya ingin Kak, tapi ... niat ingin kerja aku lebih besar."

"Maa Syaa Allah ... Kakak salut dengan semangat kamu, rela berpisah dengan keluarga demi mencari pekerjaan dan pengalaman. Kamu tenang saja ada Kakak yang kamu punya di kota ini kamu tidak sendirian."

Ucapan Atika membuat Karin sedikit lega.

"Iya Kak, aku sangat bersyukur Allah tidak salah pertemukan aku dengan seorang wanita sebaik Kakak, jujur aku benar-benar bingung saat memutuskan untuk ke Bandung karena memang tidak ada orang yang aku kenal di sini, dan ternyata Allah pertemukan aku dengan Kakak."

"Alhamdulillah semua ini rencana Allah Dek," ucap Atika, Karin tersenyum bahagia mendengar Atika memanggilnya dengan sebutan 'Dek'


Takdirku "menjadi ibu muda" (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang