MIM 34

34.5K 1.9K 35
                                    

Kata orang hidup itu umpama sebuah tasbih. Berawal dan berakhir dititik yang sama. Kehidupan akan sempurna jika telah melewati serangkaian butiran suka, duka, bahagia, derita, gagal dan sukses. Seperti halnya sebuah Tasbih yang melingkar, hidup pun juga demikian. Kemanapun pergi dan berlari tetap dalam lingkaran takdir Allah, dari-Nya hidup dimulai dan kepada-Nya hidup berakhir Maka selalu yakin Allah akan memberikan pertolongan dan kemudahan bagi hambanya yang sabar.

Empat hari lamanya aku dan Ara di rumah sakit, kini kami sudah diperbolehkan untuk pulang ke rumah, kondisi ku sudah cukup membaik, sedangkan Ara, ia masih belum stabil namun ia sangat ingin pulang dan balik ke rumah. Luka Ara belum sembuh, memang Ara lah yang parah karena terlempar jauh dariku, musibah? Tidak ada yang tau kecuali Allah, jadikan sebagai pembelajaran agar lebih hati-hati.

"Ara istirahat ya, Bunda mau masak dulu, Ara mau makan apa?"

"Ara mau makan ... apa aja yang Bunda masak."

"Yaudah Ara tiduran dulu, kalau ada apa-apa bilang aja ya."

"Iya Bunda."

Setelah dari kamar Ara, aku segera menuju dapur untuk memasak lauk untuk makan siang kami berdua. Tiba-tiba saja aku teringat dia, dia yang selama ini menunggu kami berdua meskipun kehadirannya tidak aku inginkan, meskipun sudah aku usir dia tetap saja mau menemani kami, dia banyak menolong kami berdua, dia memang baik, dia sangat baik, bahkan dia sudah sangat akrab dengan Ara. Namun aku masih sulit untuk memaafkan nya, sulit menerimanya, sulit menghilangkan rasa benci ini. Aku tidak tau rencana apa yang sudah Allah atur untuk ku, Allah hadirkan dia kembali di kehidupan ku, dan dia banyak membantu ku, aku tidak tau seperti apa akhirnya nanti.

Tok...tok...

Ketukan pintu membuyarkan lamunanku, aku segera menuju pintu.

"Tunggu," ucapku sambil berjalan menuju pintu.

"Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumussalam. Kamu?"

"Kenapa gak bilang kalau sudah keluar?" tanyanya.

"Memang harus laporan sama kamu?"

"Iya lah, biar saya yang antar kalian pulang."

"Kami tidak ingin merepotkan kamu lagi. Mau apa ke sini?"

"Saya mau ketemu Ara," ucapnya

Aku mengalihkan pandanganku. "Ara sedang beristirahat."

"Gak di ajak masuk?"

"Gal boleh! sebaiknya kamu pulang."

"Saya mau nanya."

"Apa?"

"Saya ingin kamu jujur pada saya. Ara anak saya kan?" tanyanya

Deg

Aku mematung mendengar pertanyaannya. Hal yang aku takutkan terjadi, dia menanyakan soal Ara.

"Kalau iya kamu mau apa? Saya tidak akan rela jika kamu mengambil Ara. Dia bukan anak kamu!"

"Bohong! Dia anak saya kan? Karin jujur saja, saya tidak akan mengambil Ara, saya hanya ingin tau!"

"Saya sibuk" ucapku beranjak masuk ke dalam rumah.

"Tunggu, saya hanya ingin tau Karin, Ara anak saya kan? Saya mohon jujurlah," ucapnya terus meminta jawabanku.

"Iya dia anak kamu Rayan, dia darah daging kamu, puas?" aku menatapnya dengan tatapan tajam. Lambat laun pasti ini terjadi.

"Ya Allah ... sudah saya duga. Karin, apa tidak ada kesempatan untuk saya memperbaiki semuanya? saya benar-benar tulus menyayangi kamu Karin, saya benar-benar tulus ingin menikahi kamu. Karin saya mohon jangan lihat saya dari masa lalu saya sedangkan peluang untuk menjadi lebih baik itu ada, pliss jangan lihat saya dari masa lalu, tapi lihatlah siapa saya sekarang, saya bukan saya yang dulu. Ketahuilah Karin, saya sedang belajar untuk menjadi lebih baik dan saya ingin kamu yang membantu saya menjadi lebih baik, saya tidak seburuk yang kamu kira. Pikirkan hal ini, saya serius dengan kamu, saya mau kamu menikah dengan saya, saya mau kamu menjadi teman hidup saya. Saya harap kamu mau menerima saya menjadi seorang suami sekaligus seorang ayah untuk Ara."

"Saya tau, dan saya akui kamu itu memang pria baik, tapi maaf saya belum bisa memaafkan kamu, sulit rasanya untuk memaafkan kamu."

Ia menunduk. "Saya mengerti."

"Saya mau nanya. Kenapa bisa orang sebaik kamu melakukan hal itu pada saya?" tanyaku.

"Sebenarnya waktu itu saya di jebak, saya di jebak Karin, pada saat itu ada seseorang yang memasukan obat kedalam minuman saya, itulah yang menyebabkan saya bergairah. Nafsu saya tiba-tiba memuncak saat kamu lewat di depan saya, ketika saya sadar dengan apa yang sudah saya lakukan, penyesalan itu muncul, saya sangat-sangat menyesal karena tidak bisa mengontrol diri saya sendiri, saya sadar ketika kamu berhasil lari dari saya, dan saya sempat melihat wajah kamu yang sampai sekarang masih saya ingat, dari kejadian itu saya terus mencari kamu Karin, dan lima tahun lamanya Allah baru mempertemukan kita lagi, saya sangat bersyukur Allah mempertemukan saya dengan kamu, saya sudah bernazar jika saya bertemu kamu, saya akan bertanggung jawab dan menikahi kamu!" ucapnya yang aku rasa dia memang tulus.

Aku terdiam mendengar penjelasannya, antara percaya dan tidak percaya apa yang sudah dia ucapkan.

"Berikan saya kesempatan untuk bertanggung jawab dan menjadi suami yang baik untuk kamu Karin. Setiap kali orang tua saya menjodohkan saya dengan wanita lain saya tolak, karena saya benar-benar menginginkan kamu menjadi istri saya Karin!"

"Berikan saya waktu untuk memaafkan kamu, mungkin jika saya sudah mulai bisa memaafkan kamu saya bisa menerima kamu," jawabku.

"Terima kasih Karin saya akan menunggu sampai kamu memaafkan saya, izinkan saya berbuat baik pada kamu Karin, mungkin dengan cara itu kamu bisa memaafkan saya, saya akan buktikan bahwa saya ini memang pria yang baik."

"Baik. Saya permisi," ucapku lalu melangkah masuk kedalam, lalu menutup pintu.

"Astaghfirullah Ara? Ara sejak kapan di sini?"

"Sejak tadi, Om itu mau jadi Ayah Ara ya Bun?"

"Bunda tidak tau."

"Bunda menolak? Om Rayan baik Bun, Ara sangat senang jika Om Rayan jadi ayah Ara, kenapa Bunda gak mau?"

"Bunda butuh waktu untuk berfikir Ara. Ara sebenarnya Ara masih punya Ayah."

"Beneran Bun? Terus ayah Ara di mana? Ara mau ketemu Bun."

"Ara sudah bertemu dengan dia, bahkan sering."

"Ayah Ara siapa Bunda?"

"Se-sebenarnya ayah Ara itu."

"Siapa Bunda?"

Aku sangat gugup untuk memberitahu Ara yang sebenarnya namun aku rasa kini sudah waktunya untuk Ara mengetahuinya, aku akan merasa semakin bersalah jika tidak memberitahu yang sebenarnya pada Ara.

"Om Rayan ayah Ara," ucapku pasrah.

Nampaknya Ara terkejut mendengar ucapanku. "Hah? Om Rayan?" ucapnya tak percaya

"Iya Ara, Om Rayan ayah Ara yang sudah lama menghilang."

"Kenapa Bunda baru bilang sekarang? Kenapa Om Rayan baru sekarang hadir? Apa Om Rayan gak mau memliki anak seperti Ara? Kenapa kita tidak bisa tinggal bersama?"

"Bu-bukan begitu sayang, Allah baru saja mengijinkan Ara untuk bertemu Om Rayan dan Om Rayan tidak bisa tinggal bersama kita karena Om Rayan dan Bunda tidak ada hubungan apa-apa."

"Bagaimana caranya agar Bunda dan Om Rayan ada hubungan biar kita bisa sama-sama?" tanyanya.

"Dengan cara menikah," jawabku

"Lalu kenapa Bunda gak mau menikah sama Om Rayan? Bunda tau kan? Ara sangat ingin bertemu Ayah tapi kenapa Bunda baru sekarang ngasih tau Ara bahwa Om Rayan itu ayah Ara?"

"Ara tidak mengerti kenapa Bunda melakukan semua ini pada Ara, Ara masih kecil, Ara gak bakalan mengerti."

"Bunda terima saja Om Rayan jadi ayah Ara, Ara mau Bunda, Ara sama Om Rayan tinggal bersama," pintanya yang membuatku terdiam memikirkannya.

See you 😊😊 Terimakasih sudah Setia menunggu saya update.

Boleh di save wa saya, siapa tau ada yang mau nambah teman hihi 081521749624

Ig: @yuyun_erlinna

Takdirku "menjadi ibu muda" (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang