Aku sedang berada di dapur memantau kondisi dapur dan menanyakan stok barang yang masih ada. Melengkapi kebutuhan dapur salah satu tugasku juga jadi, aku berusaha untuk bertanggung jawab dengan pekerjaanku.
"Ada bahan yang habis Din?"
"Untuk saat ini semua masih tersedia Rin."
"Syukurlah kalau stok mulai menipis segera kasih tau akum"
"Siap Rin. Oh iya Mama titip salam buat kamu."
"Wa'alaikumussalam, titip salam balik buat Tante."
"Nanti di sampaikan."
"Bu Karin, Pak Fadli manggil Ibu."
"Baiklah, aku ke sana dulu Din."
"Iya Bos."
Aku melangkah pergi meninggalkan dapur. Suasana Kafe hari lumayan ramai, aku senang melihatnya, Kafe ini selalu saja ramai, jarang sepi. Di sini lah sumber penghasilanku, Allah berikan aku rezeki melalui Kafe ini aku bisa menyambung hidup.
"Assalamu'alaikum Pak."
"Wa'alaikumussalam. Duduk Rin!"
"Ada apa Pak?"
"Besok perintahkan semua karyawan agar datang lebih pagi ya."
"Baik Pak saya akan menyampaikan."
"Terima kasih. Oh iya Ara sudah balik?"
"Ini mau menjemputnya Pak."
"Biar saya yang jemput."
"Eh Pak, beneran?"
"Iya, bolehkan?"
"Bo-boleh Pak, gak ngerepotin?"
"Enggak."
"Makasih ya Pak, saya balik ke ruangan dulu."
"Silakan " jawab Pak Fadli
Pak Fadli cukup akrab dengan Ara, kadang Ara sering ke ruangan Pak Fadli. Aku pun tidak tau apa yang mereka lakukan sehingga Ara sangat suka dekat dengan Pak Fadli, mungkin karena ia tidak pernah merasakan kasih sayang dari seorang ayah yang membuatnya cepat akrab dan suka bermain bersama. Kadang aku merasa kasihan dengan Ara, aku sangat tau, aku paham, ia sangat ingin melihat ayahnya, ia sangat ingin mempunyai ayah seperti anak-anak lainnya namun, aku belum bisa memenuhi semua itu, aku tidak tau, apakah ada nanti pria yang mau menerima segala kekurangan ku ini, menerima Ara, menyayangi kami berdua, aku tidak pernah memikirkan itu semua karena aku kurang yakin, ada pria yang bisa menerima ku. Jika nanti akan ada masanya Allah kirimkan jodoh untuk ku In Syaa Allah aku akan menerimanya demi Ara.
"Dimas buatkan vanilla latte ya."
"Baik Teh," ucapnya
Aku duduk di kursi kosong, sambil melihat keadaan Kafe, kebanyakan yang minum di Kafe ini adalah kalangan remaja seperti aku, mereka berpasangan, entah apa itu pasangan halal ataupun pacar mereka. Hidupku tidak sama seperti mereka yang menggunakan masa muda untuk bersenang-senang, berkumpul, pacaran dan hal lainya, takdir kita berbeda, di usia ku yang masih muda ini aku harus menjadi seorang Ibu muda yang sibuk bekerja dan berjuang sendiri untuk bisa bertahan hidup, tidak ada waktu untuk seperti mereka yang hura-hura menikmati masa muda. Tidak apalah, yang penting aku sangat-sangat menikmati jalan hidupku ini.
"Permisi, ini kopinya."
"Makasih ya Dim."
"Sama-sama Teh, kue nya gak?"
"Enggak."
"Yaudah saya ke sana dulu."
"Iya," jawab ku, lalu mulai menikmati kopi yang Dimas buatkan tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Takdirku "menjadi ibu muda" (SUDAH TERBIT)
Dla nastolatków📌Sudah terbit jika ingin memesannya bisa langsung hubungi saya Karin seorang ibu muda, ia hamil disaat umur 18 tahun karena suatu kejadian yang membuatnya hamil di usia muda. Ia hamil bukan karena pergaulan bebas namun ada suatu kejadian yang membu...