MIM 29

37.5K 1.8K 23
                                    

Hari ini aku sudah di izinkan untuk kembali pulang ke rumah ku, setelah sebulan lebih aku tinggal di rumah Ibu Fatma, kini aku sudah bisa kembali ke rumah ku. Aku harap, aku bisa melupakan kejadian itu, dan mulai berdamai dengan keadaan, terima takdir yang sudah Allah takdirkan untuk ku, dan aku akan mencoba untuk bisa memaafkannya, meskipun hal itu sangat sulit aku lakukan. Aku hanya butuh waktu untuk bisa memanfaatkan nya, tapi pasti akan ku coba.

"Mulailah memaafkan dan menyadari bahwa terkadang seseorang bisa saja melakukan kesalahan" ucapan Kak Arini melintas di ingatan ku, aku akan mencobanya, mencoba untuk memaafkan kejadian masa lalu itu.

"Bunda jangan ngelamun!"

"Bunda gak ngelamun sayang!"

"Bunda jangan sakit lagi, Ara gak mau Bunda sakit."

"Bunda akan baik-baik saja sayang, dah jangan khawatir. Oh iya nanti sore Bunda ajak Ara ketemu Om Fadli mau?"

"Mau ... beneran nih Bun?"

"Iya sayang."

"Makasih Bunda."

Tok...tok..tok...

"Siapa ya Bun?"

"Sebentar biar Bunda ya bukakan pintu" ucapku beranjak pergi menuju pintu.

Krek...

Saat pintu terbuka, aku terkejut melihat orang yang sedang berdiri di depanku.

"Assalamu'alaikum," sapanya sambil tersenyum

"Mau apa kamu ke sini? Belum puas menyakiti saya? Hei ... denger baik-baik, saya begini karena kamu, kamu sudah menyakiti hati saya bahkan jiwa saya pun ikut sakit, plis jangan muncul lagi di kehidupan saya, saya sudah sangat menderita, saya mohon."

"Maaf ... maaf," ucapnya. "Saya tidak akan menyerah untuk meminta maaf pada kamu, saya akan terus berusaha agar kamu bisa memaafkan saya!" sambungnya lagi

"Tapi saya tidak bisa, saya tidak bisa memaafkan kamu."

"Karin, maaf, maaf saya sudah menyakiti mu, maaf saya sudah berlaku jahat padamu maaf saya sudah membuat mu menderita, terpuruk dan frustasi, Karin saya hanyalah manusia biasa yang tidak luput dari kesalahan, nobody’s perfect. Kamu tau? Kesalahan terbesar saya adalah melukai hatimu, sungguh saya sangat-sangat menyesali hal itu, rasa penyesalan dan rasa salah itu selalu menghantui saya, saya tidak pernah bisa tenang selagi saya punya kesalahan pada kamu namun kamu tidak memaafkan nya. Saya tau kesalahan saya ini sangat fatal, tapi tidak ada kah maaf untuk saya? Karin jangan menilai saya dari kesalahan yang saya perbuat, tapi saya mohon nilailah bagaimana cara saya bisa memperbaiki kesalahan ini! Saya akan bertanggung jawab Karin, saya akan menikahi mu!"

Aku terkejut mendengar ucapannya. "Sudah curhatnya? Saya tau ... semua orang pasti tidak luput dari kesalahan saya pun begitu tapi saya masih belum bisa memaafkan dan melupakan kejadian yang sudah kamu perbuat, saya tidak bisa, plis jangan paksa saya. Kamu tak usah khawatir saya akan berusaha untuk memaafkan mu. Pergilah."

"Siapa Bun?" ucap Ara yang tiba-tiba saja ikut keluar

"Ara masuk!" ucapku

"Om?"

"Ara? Ini boneka untuk Ara," ucapnya sambil menyodorkan sebuah boneka beruang berukuran besar

"Ara jangan di ambil! Ara tidak butuh itu, saya mohon pergilah, jangan ganggu keluarga kecil saya, pergi ... sebelum suami saya datang!" ucapku lebih tegas lagi

"Kamu sudah menikah?"

"Ya, dan satu hal lagi yang harus kamu tapi, dia bukan ANAK KAMU!"

"Ara terima ya ini."

"Makasih Om."

"Ayo Ara masuk."

"Tunggu, Karin ambillah pelajaran dari kesalahan masa lalu itu, dan lupakanlah rasa sakitnya," ucapnya sebelum aku menutup pintu.

"Begitu mudah kamu bilang lupakan? Kini mereka sudah bertemu, rencana apa lagi ya Allah yang sudah Engkau rancang untuk hamba"

Aku tau, Ara sangat-sangat membutuhkan sosok seorang Ayah, ia sangat ingin mempunyai seorang Ayah dan keluarga yang lengkap namun, aku belum bisa memenuhinya, aku belum siap untuk hal itu, "Maafkan Bunda Ara"

Takdirku "menjadi ibu muda" (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang