MIM 12

38.7K 2K 6
                                    

Aku sedang sibuk menghitung uang penghasilan hari ini yang lumayan banyak. Namun, tidak selalu ramai, ada kalanya toko ini sepi dan tidak banyak pembeli, seperti itulah, tidak selalu ramai, kadang ramai dan kadang sepi.

"For you."

Aku menatap minuman yang Mas Andre berikan. "Untuk aku?" tanyaku.

"Iya diminum ya!"

"Aw ... makasih Mas Andre," jawabku sambil tersenyum.

"Ciye ... yang di kasih minuman. Mas Andre, aku gak dapat?"

"Minta belikan suami kamu," ucap Mas Andre sambil berlalu pergi.

Mas Andre akhir-akhir ini memang sangat perhatian padaku, mungkin dia hanya ingin berteman akrab denganku karena teman kerja. Mas Andre pria yang masih muda umurnya hanya beda satu tahun dengan Kak Nazwa.

"Ini," ucap seorang pria menyodorkan beberapa roti belanjaannya.

"Eh Bang Yusuf kan?"

"Iya kamu? Ka_" ucap nya sambil mengingat namaku…

"Karin Bang."

"Oh iya Karin. Kamu kerja?"

"Iya Bang, saya hitung dulu," jawabku mulai menghitung roti-roti yang dia beli…

"Saya kira kamu kuliah loh."

"Cari uangnya dulu kalau ada rezekinya baru kuliah."

"Bagus tu, jarang ada orang yang mau berusaha sendiri untuk kuliah hasil dari jerih payah sendiri, hebat kamu."

"Ah Abang bisa aja. Semuanya lima puluh ribu Bang."

"Ini uangnya."

"Makasih Bang."

"Sama-sama saya permisi dulu."

"Iya," jawabku

"Gimana pemasukan akhir-akhir ini?"

"Alhamdulillah Pak akhir-akhir ini pelanggan semakin bertambah, ini uang yang sudah saya siapkan."

"Alhamdulillah ... Maa Syaa Allah ini banyak banget."

"Memang banyak pelanggan Pak," ucap Kak Nazwa

"Wah ... kita harus semakin banyak meminta roti dari pabrik."

"Iya Pak harus."

"Nanti saya urus. Eh kamu ini hamil Rin?" tanya Pak Fadli. Aku dan Kak Nazwa saling bertatapan.

"Alhamdulillah Pak iya."

"Wah ... saya kira kamu masih sendiri." Aku hanya tersenyum mendengar ucapan Pak Fadli, aku tidak bisa menjawabnya.

"Kamu jangan terlalu capek ya, kalau capek istirahat, Nazwa kamu perhatikan Karin, suruh dia untuk beristirahat."

"Baik Pak."

"Yaudah saya mau ke dalam dulu."

"Iya Pak."

"Tuh perhatian banget kan Pak Fadli, nyuruh Kakak jagain kamu segala, Pak Fadli kaget banget ketika mendengar tentang kamu hamil, apa dia suka?" ucap Kak Nazwa setengah berbisik

"Gak mungkin lah, Kakak ada-ada aja."

"Kakak cuma menduga."

Aku kembali fokus menghitung roti-roti yang di beli pembeli, beginilah kerjaan ku setiap harinya, menghitung uang dan yang pasti selalu memegang uang. Aku tidak tau sampai kapan aku harus berada di sini, aku tidak tau kapan Allah kembali mengumpulkan ku dengan keluarga ku.

"Jalan yang Allah berikan tidak pernah salah Karin. Kuatlah sekali lagi wahai diri yang lemah teruslah melangkah dan membaik untuk Allah, kelak setiap perjuangan pasti berbuah Indah. Selamat berjuang diriku kamu kuat kamu hebat jangan mudah menyerah ingat kamu punya Allah yang selalu membersamai mu." Ada suara lain yang berbisik yang berasal dari ruang hatiku.

******

Setelah berpamitan dengan Kak Nazwa aku melangkah pergi memasuki gang, kini waktu pulang kerja sudah tiba, waktunya aku kembali ke rumah untuk beristirahat setelah seharian bekerja.

Bruk...

Aku melihat seorang pria sedang mengambil barang-barangnya yang jatuh.

"Saya bantu," ucapku ikut mengumpulkan barang-barang belanjaannya.


"Terima kasih." Di menatap ku, mataku melirik ke kiri ke kanan melihat apa ada orang yang ada di dekat ku, jujur aku takut, takut jika berhadapan seperti ini dengan pria di tempat yang tidak ada orang.

"Rumah kamu di mana?" tanyanya

"De-dekat kok."

"Gak usah gugup gitu, saya gak bisa makan manusia kok. Em ... ada kantong plastik gak? Rumah saya lumayan jauh dari sini, capek kalau membawanya gini."

"A-ada ikuti saya," jawabku lalu terlebih dahulu melangkah.

"Warga baru?" tanyanya di sela-sela perjalan.

"Iya," jawabku

Tidak lama kemudian kami sampai di rumah ku, aku sedikit lega karena pintu rumah terbuka, menandakan bahwa Kak Atika sudah pulang.

"Duduk dulu, saya ambil plastiknya," ucap ku lalu melangkah masuk ke dalam rumah

"Hei cari apa?"

"Is ... Kak Atika ngageti, cari plastik Kak."

"Kok wajah kamu seperti orang ketakutan? Ada apa?"

"Gak ada apa-apa kok Kak, Karin ke depan dulu." Setelah mendapatkan plastik aku kembali menemuinya

"Ini."

"Makasih ya."

"Iya."

Pria itu langsung memasukan barang-barang belanjaannya ke dalam plastik hitam, aku tidak tau pria ini baik atau tidak yang pasti aku sangat was-was.

"Sekali lagi terima kasih ya. Kalau gitu saya pamit dulu."

"Iya."

"Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumussalam," jawabku menatap kepergiannya lalu masuk ke dalam rumah.

Takdirku "menjadi ibu muda" (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang